JAKARTA, BANGSAONNLINE.com - Bangun. Jual. Bangun lagi. Jual lagi.
Orang sudah mulai ketagihan jalan tol. Orang mulai mimpi kapan ada jalan tol Bandung-Tasikmalaya.
Baca Juga: 16 Nama Tol di Jawa Barat, Ada Tol Terowongan
Atau Tegal-Banyumas. Purwokerto-Yogya. Siantar-Balige. Banjarmasin-Barabai. Pontianak-Mempawah. Makassar-Parepare. Bahkan Mataram ke Timur. Surabaya-Bojonegoro. Kudus-Rembang. Dan banyak lagi.
Bahkan tol dalam kota seperti dari Surabaya Timur ke Surabaya Barat.
Maka tidak ada jalan lain kecuali ide lama dilaksanakan. Tol yang sudah jadi segera dijual. Hasilnya untuk membangun tol yang baru. Sekalian agar perusahaan BUMN grup Karya bisa punya uang. Bisa sekalian untuk membayar sub kontraktor yang kini banyak menjerit-nyeri.
Baca Juga: Cara Cek Tarif Tol Secara Online
Rasanya rakyat sudah tidak sabar dengan kemacetan. Sub kontraktor juga tidak kuat lagi kalau tidak dibayar. Sudah terlalu lama. Maka di samping menekan perusahaan BUMN untuk membangun jalan tol mereka juga harus didorong untuk mempercepat penjualan tol yang sudah jadi.
PT Hutama Karya yang mendapat penugasan membangun jalan tol di Sumatera sudah melakukan bangun-jual itu. Tapi untuk anggota grup Karya yang lain masih banyak hambatan.
Salah satunya: sulit cari pembeli. Harga yang ditawarkan terlalu mahal.
Baca Juga: Tol Pekanbaru-Bangkinang akan Ditutup Sementara, Simak Waktu Penutupannya
Dulu saya memang berharap agar jalan-jalan tol itu bisa segera dibeli oleh SWF. Waktu itu pemerintah memberikan angin yang sangat sorgawi: begitu banyak negara yang berkomitmen untuk menaruh uang di SWF Indonesia.
Sampai akhir tahun 2022 Lembaga Pengelola Investasi, yang lebih dikenal dengan istilah SWF, atau di Indonesia disebut INA ( Indonesia Investment Authority), baru punya aset Rp 100 triliun.
Itu pun masih banyak yang ditanam dalam bentuk deposito dan di lembaga keuangan. Belum berani lebih banyak untuk membeli infrastruktur seperti jalan tol. Sudah ada. Lewat Hutama Karya. Tapi belum banyak ke Karya yang lain.
Baca Juga: Simak Pembangunan Jalan Tol di Jawa Timur, Tol Tulungagung-Kediri dan Tol Tuban-Lamongan-Gresik
Itu karena INA juga harus mengejar laba. Tahun lalu labanya mencapai Rp2,62 triliun.
Investasi di ekuitas lembaga keuangan mencapai Rp 64,21 triliun. Dalam bentuk deposito Rp 10 triliun. Itu saja sudah Rp 74 triliun.
Tentu bukan tujuan INA untuk berbisnis keuangan. Maka Karya perlu lebih gigih meyakinkan INA untuk membeli jalan-jalan tol yang sudah jadi. Para Sub kontraktor pun punya harapan untuk dibayar.
Baca Juga: Kecelakaan Maut Bus dan Truk di Ruas Tol Lampung, 1 Korban Tewas
Pasti ada jalan. Para manajer pendanaan begitu banyak. Yang lokal maupun yang global. Maka para manajer dana itu bisa memberikan usulan jalan keluar terbaik. Agar jalan-jalan tol yang sudah jadi bisa cepat terjual. Jalan tol baru bisa segera dibangun. Sub kontraktor bisa dibayar. Ekonomi berputar. (Dahlan Iskan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News