PWI dan IDI Tak Bergigi, Tapi Wartawan Masuk Surga

PWI dan IDI Tak Bergigi, Tapi Wartawan Masuk Surga Dahlan Iskan

BATAM, BANGSAONLINE.com – Persatuan Wartawan Indonesia () dianggap tak punya gigi. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga sama, menyusulkan disahkannya UU Kesehatan yang baru oleh DPR, atas usulan pemerintah.

Tapi wartawan masih punya harapan. Apa itu? Masuk surga.

Benarkah? Baca tulisan Dahlan Iskan, tokoh pers nasional, di HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE hari ini, Jumat (4/8/2023). Selamat membaca:

Sejumlah wartawan mengenakan kaus putih. Di dada mereka tertulis huruf-huruf besar Wartawan Semua Masuk Surga. Di bawahnya ditambahkan tulisan kecil: Kecuali yang Tidak Mau.

Masuk surga? Bener?

"Bacalah kode etik wartawan . Pasal satunya menyebut bahwa wartawan beriman dan bertaqwa kepada Tuhan," ujar Zulmansyah Sekedang, ketua Persatuan Wartawan Indonesia () Riau. Ia yang menjadi tuan rumah acara seminar kode etik wartawan di Batam. Dua hari lalu. Acara itu dibiayai APBD Riau. Ditambah CSR perusahaan besar di sana.

Hari pertama, saya dan Ilham Bintang yang tampil. Ilham, tokoh perfilman nasional dan pemilik Cek & Ricek. Ia juga menjabat ketua dewan kehomatan Pusat.

Saya sendiri hanya bicara 3 menit. Saya hanya melemparkan pertanyaan: siapa yang seharusnya menindak ketika ada wartawan yang melanggar kode etik: organisasi wartawan, perusahaan media, atau Dewan Pers. Itu pun masih ada buntutnya: bagaimana caranya.

Kebingungan seperti itulah yang juga akan dialami Ikatan Dokter Indonesia (IDI) setelah UU Kesehatan yang baru diberlakukan. IDI juga sudah kehilangan senjata untuk menindak dokter yang melanggar kode etik.

Dulu, satu-satunya organisasi wartawan. Sangat bergigi. Menjadi wartawan harus menjadi anggota . Untuk jadi pemimpin redaksi harus mendapat rekomendasi . Pun status keanggotaannya harus level tertentu.

Sayangnya, waktu itu, ada persyaratan tambahan. Tidak tertulis tapi terucapkan. Mengucapkannya pun tidak jelas, tapi harus didengar baik-baik: rekomendasi baru keluar kalau calon pemimpin redaksi tersebut, sssttttt...., pro Golkar.

Dulu ketika Dewan Kehormatan bisa menindak wartawan buntutnya bisa panjang: si wartawan bisa kehilangan pekerjaan.

Itu berubah total sejak reformasi tahun 1999. bukan lagi satu-satunya organisasi wartawan. Untuk menerbitkan koran juga tidak perlu lagi izin, apalagi sekadar rekomendasi. Ibarat polisi, tidak punya senjata lagi.

Kini pun dewan kehormatan masih bisa menindak wartawan. Tapi tidak membawa dampak apa-apa. Wartawan bisa kehilangan pekerjaan hari itu, tapi besoknya sudah bisa bekerja di media yang lain lagi. "Bahkan bisa bikin medianya sendiri," ujar seorang wartawan peserta seminar.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO