SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Sebanyak 29 Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) sepakat menolak upaya pemaksaan penerapan sistem ahlul halli wal aqdi atau AHWA untuk pemilihan Rais Aam PBNU dalam Muktamar ke-33 NU di Jombang pada 1-5 Agustus 2015.
Demikian disampaikan Rois Syuriyah PWNU Sulteng, KH. Jamaluddin Maryajang, Minggu (26/7/2015). Kesepakatan itu merupakan hasil pertemuan lintas wilayah dalam rangka halal bihalal, yang diikuti 29 PWNU di Jakarta. “Jadi kita sepakat menolak pemaksaan AHWA ini, karena jelas ilegal dan menyalahi AD/ART NU,” ungkapnya. (Baca juga: muktamar-nu" style="background-color: initial;">29 PWNU Ingatkan PKB agar tak Intervensi Muktamar NU)
Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
Respon penolakan itu muncul karena elit PBNU dan panitia Muktamar telah melayangkan surat yang meminta pengurus NU di tingkat wilayah (provinsi) dan cabang untuk menentukan calon anggota AHWA dan menyerahkannya saat registrasi peserta Muktamar. “Hal ini jelas bentuk pemaksaan kehendak yang wajib tidak kita ikuti,” ungkapnya. (Baca juga: Rais Syuriah PCNU Jember: Formulir AHWA untuk Menjebak Peserta Muktamar)
Terkait dengan hal itu, PWNU Jawa Tengah bahkan telah membuat edaran yang ditujukan kepada seluruh PCNU di Jawa Tengah dan ditembuskan ke PBNU. Surat tersebut ditandatangani Rais Syuriyah KH Ubaidullah Shodaqoh, Katib Syuriyah KH Ahmad Sya’roni, Ketua Tanfidziyah H Abu Hafsin dan Sekretaris H Muhammad Arja.
Surat dengan nomor PW/11/375/VII/2015 itu menyatakan, keberatan dan menolak untuk menyerahkan calon AHWA pada saat pendaftaran peserta Muktamar. Surat juga menyatakan dasar hukum penerapan AHWA tidak kuat karena tidak sesuai dengan AD/ART yang masih berlaku. Perubahan AD/ART tidak bisa dilakukan selain melalui forum tertinggi NU yang mempunyai kewenangan untuk itu, yakni Muktamar.
Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU
Dengan keluarnya sikap tegas PWNU Jateng ini berarti kini tinggal elit PWNU Jatim sendirian yang mendukung AHWA. Tapi sikap elit PWNU Jatim ini tak didukung oleh PCNU-PCNU se-Jatim. Dalam Muskerwil PWNU Jatim, 40 PCNU menolak AHWA. (Baca juga: 40 PCNU dari 44 PCNU se-Jawa Timur Menolak AHWA dalam Musker PWNU Jatim)
”Praktis sekarang tinggal Kiai Miftah dan Mutawakkil (Rais dan Ketua Tanfidziah PWNU Jatim - red) saja yang mendukung AHWA. Tak tahu PWNU itu mewakili cabang mana. Padahal eksistensi PWNU seharusnya representasi cabang-cabang. Kalau cabang-cabang di Jawa Timur sudah menolak AHWA semua berarti tinggal Kiai Miftah dan Kiai Mutawakkil secara pribadi mendukung AHWA. Itu otoritas apa otoriter,” kata salah seorang Ketua PCNU yang jadi tim perumus Muskerwil kepada BANGSAONLINE.com.
“Katanya Kiai Miftah juga mau mundur dari posisinya sebagai Rais Syuriah PWNU kalau AHWA gagal diberlakukan di Muktamar ini. Kita tinggal nunggu konsistensi beliau saja,” katanya lagi.
Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?
Rais Syuriyah PWNU Bengkulu, KH. Abdul Munir menuding bahwa penerapan sistem AHWA itu merupakan bentuk rekayasa panitia Muktamar yang harus ditolak karena sarat dengan kepentingan dan tidak memiliki dasar yang sesuai dengan mekanisme organisasi NU. (Baca juga: PWNU Sulteng: Panitia Muktamar Paksakan Formulir AHWA saat Registrasi Akibat Panik). (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News