BANGKALAN, BANGSAONLINE.com - Tiga poros cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) bersama puluhan para kiai melakukan napak tilas pendirian NU di Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan Jawa Timur, Kamis (3/9/2015). Tiga poros cucu pendiri NU itu adalah keturunan Syaikhona Kholil bin Abdul Latif Bangkalan, Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari Tebuireng dan KHR As’ad Syamsul Arifin Asembagus Situbondo Jawa Timur.
Dari dzurriah atau keturunan Syaikhona Kholil tampak KH Fachrillah Abdullah Schal, KH Nasikh Abdullah Schal, KH Imam Buchori Kholil AG dan beberapa kiai yang lain. Dari Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari hadir KH Salahuddin Wahid (Gus Solah),sedangkan dari KHR As’ad Syamsul Arifin tampak hadir KHR Ahmad Azaim Ibrahimy.
Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
Kiai Fachrillah Abdullah Schal dan KH Nasikh Abdullah Schal adalah pengasuh Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan. Gus Solah, pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang dan Kiai Azaim Ibrahimy adalah pengasuh Pesantren Salafiyah Syafiiyyah Asembagus Sukorejo Situbondo.
Selain para keturunan pendiri NU itu tampak hadir KH Syaikh Ali Akbar Marbun (Medan Sumatera Utara), Prof Dr KH Malik Madani (mantan Katib Am Syuriah PBNU), KH Mu’thy Nurhadi (Mudir Am JATMAN), KH Sarif Damanhuri (Ketua MUI Bangkalan) dan puluhan kiai lain.
Dalam sejarah pendirian NU Kiai Kholil Bangkalan mengutus santrinya, Kiai As’ad Syamsul Arifin untuk menemui Kiai Hasyim Asy’ari di Tebuireng Jombang. Lewat Kiai As’ad, Kiai Kholil memberikan tasbih dan tongkat kepada Kiai Hasyim Asy’ari. Kiai Kholil juga memberi ijazah agar Kiai Hasyim selalu membaca asmaul husna, yaitu Ya Jabbar dan Ya Qohhar.
Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU
Tasbih dan tongkat itu simbol restu bahwa Kiai Hasyim Asy’ari sudah waktunya untuk mendirikan NU. Karena itu Kiai Hasyim Asy’ari bersama para kiai lain, seperti KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Bisri Syamsuri dan para kiai lain kemudian mendirikan NU. Jadi pendirian NU itu meliputi tiga poros, yaitu Bangkalan, Situbondo dan Jombang. ”Ada sekitar 40 kiai saat itu. Dari Bangkalan diantaranya Syaikhona Kholil dan menantunya, Kiai Muntaha,” kata Kiai Azaim Ibrahimy ketika memberi pemaparan di depan para kiai.
Karena itu Kiai Azaim lalu terilhami untuk melakukan napak tilas pendirian NU untuk memurnikan lagi ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) yang kini dinilai sudah terkotori oleh paham-paham lain.
Dalam acara yang dimulai jam 9 pagi itu Kiai Azaim menceritakan peristiwa penting terkait Muktamar NU di alun-alun Jombang pada 1 Agusutus 2015 lalu. ”Setelah pembukaan Muktamar NU saya pulang. Sehari setelah pembukaan Muktamar itu saya ditemui ba’dlusshalihin (bagian dari orang saleh),” cerita Kiai Azaim yang membuat para kiai yang hadir bergidik.
Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?
Menurut Kiai Azaim, orang saleh itu ziarah ke makam Kiai As’ad Syamsul Arifin. Tapi ternyata Kiai As’ad tidak ada. ”Menurut ba’dlussalihin itu Kiai As’ad ada di Makkah bersama para muassis NU yang lain. Di Makkah itu tampak Kiai Hasyim Asy’ari, Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Bisri Syansuri. Semua pendiri NU itu berada di Makkah,” katanya yang makin membuat para kiai yang hadir haru dan terkesima.
Artinya, saat Muktamar NU berlangsung di alun-alun Jombang, arwah para pendiri NU justru meninggalkan Indonesia dan berkumpul di Makkah. Itu artinya, para muassis NU prihatin dan tidak hadir ke arena Muktamar seperti pada Muktamar-Muktamar NU sebelumnya.
Kiai Azaim menyadari bahwa isyarat-isyarat yang ia terima itu tak bisa dibaca lewat logika. ”Saya memang tak bicara logika,” katanya. Tapi fakta sejarah menunjukkan bahwa NU banyak diwarnai oleh simbol-simbol dan isyarat-isyarat langit yang bagi orang NU bagian dari khasanah NU.
Baca Juga: Emil Dardak Dukung Muktamar NU ke-35 di Surabaya
Kiai Azaim kemudian melanjutkan ceritanya. Menurut dia, tak lama setelah Muktamar NU dirinya mengaku ditelpon kiai dari PWNU Jawa Timur. Kiai Azaim diminta masuk sebagai pengurus PWNU Jawa Timur. Kiai Azaim tak langsung mengiyakan atau menolak. ”Saya minta waktu, satu atau dua hari,” katanya. Kiai Azaim kemudian salat istikharah, minta petunjuk kepada Allah SWT.
Bagaimana hasilnya? Ternyata Kiai Azaim didatangi Kiai As’ad Syamsul Arifin. Apa kata Kiai As’ad? Ikuti lanjutan laporan menarik ini besok. (bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News