KARANGASEM, BANGSAONLINE.com - Masih ingat dengan Tawan alias I Wayan Sumardana, pria asal Karangasem, Bali yang berprofesi sebagai tukang las dan memiliki lengan robot? Pria ini kian ramai menjadi perbincangan. Pasalnya, lengan robot yang diciptanya untuk membantu pekerjaan sebagai tukang las, banyak yang meragukan.
"Kalau memang ada yang kurang, bantu saya sempurnakan. Bila ada komponen yang bagus, berikan ke saya, agar alat bantu kerja ini bisa lebih bagus," pinta Tawan sebagaimana dilansir CNN Indonesia.
Baca Juga: Inilah Jenis Printer yang Cocok untuk Cartridge HP 802
Sejak muncul di media, lengan mesin buatan bapak tiga anak ini memang menimbulkan perdebatan. Tawan pun secara jelas membeberkan cara kerja dari ujung kepala hingga ujung jari hingga lengan mesin yang telah dibuatnya itu bekerja.
Dia bilang dua minggu setelah tangan kirinya lumpuh, dirinya memang berpikir untuk membuat alat bantu kerja untuk menopang salah satu bagian tubuhnya tersebut. Tercetuslah ide membuat lengan mesin ini.
"Tidak digambar, tidak didesain. Saya cukup berpikir kalau sambungan ini ke sambungan lainnya akan begini. Cuma seperti di khayalan saja. Makanya komponen barang rongsokan, asal cocok saja saya ambil, saya pakai," katanya.
Baca Juga: Keuntungan Punya Banyak Akun di Akulaku 2024
Setelah rangka untuk menopangnya tangannya selesai, dia pun mulai mencari cara agar lengan tersebut bisa digerakan. Percobaan pertama dia memasang receiver (penerima pesan) bagian salah satu lengannya. Receiver ini difungsikan untuk mengambil pesan sinyal dari remote biasa digunakan untuk mainan remote kontrol.
Receiver yang difungsikan sebagai sumber daya inilah yang kemudian bisa menggerakan lengan robot tersebut dari atas ke bawah, maju atau mundur.
"Istri saya yang memegang remotenya. Nanti saya perintahkan. Kalau kiri, ya dia tekan (tombol remote) ke kiri. Kalau ke kanan, dia tekan ke kanannya. Tapi lama-lama agak kesulitan juga, jadilah saya ganti dengan metode yang lebih simpel," katanya.
Baca Juga: Bagaimana Cara Menonton TikTok Tanpa Mengunduh Aplikasi?
Setelah merasa tak puas dengan remote, suami dari Ni Nengah Sudartini, melakukan beberapa kali percobaan, seperti menggunakan saklar, saklar sentuh hingga bluetooth yang ada di ponsel Android. Namun semuanya masih belum membuatnya nyaman.
Sampai suatu saat dia terpikir untuk mencoba menggunakan sensor yang disebut Electroencephalography (EEG) pada lie detector atau uji kebohongan. Alat ini tentu saja tak bisa dengan mudah dibeli di Indonesia.
"Ada bos saya orang Rusia, sewaktu saya membuat desain pakai penggerak yang simpel ini, saya tunjukkan. Dia bilang di luar negeri banyak. Dia mau bantu, makanya saya kasih uangnya ke dia agar bisa dibelikan," katanya sembari menunjuk desainnya.
Baca Juga: How to Stay Safe While Using Mobile Betting Apps
Setelah alat itu datang, lie detector seharga Rp 4,7 juta yang dibelinya tersebut kemudian dipasangkan kabel penghubung ke power amplifier berbentuk semacam PCB dari radio. PCB inilah yang menjadi power untuk menangkap sinyal dari lie detector.
Karena lie detector miliknya itu mempunyai tegangan 7,5 volt, maka ia menurunkan arus listriknya menjadi 5 volt agar alat tak kelebihan beban. Di PCB itu juga ditaruh semacam motor dan alat untuk pengubah tegangan dari DC ke AC.
Dari motor dan audio amplifier itulah kabel akan mengirimkan listrik agar bisa menggerakan gir untuk menaikkan atau menurunkan. Jadi pada dasarnya, lengan mesin ini hanya untuk menopang dan menahan tangan kiri tawan yang lumpuh.
Baca Juga: Tim Anargya ITS Kembali Raih Juara 1 Formula Bharat Pi-EV 2024
Cip lie detector itu sendiri dipasangkan di semacam mahkota yang juga terdiri dari kabel dan kamera kecil di tengahnya. Setelah mahkota dipasangkan, kabel yang terdiri dari 8 unit ditempelkan di kepala Tawan.
"Kabel ini dari cip lie detector, ditaruh di kepala kanan, kiri dan tengah. Istilahnya empat bagian otak untuk memerintahkan, dua kabel cip itu untuk 1 kali fungsi seperti naik. Jadi ada 4 perintah saya bisa lakukan, kiri, kanan, maju dan mundur," katanya.
"Jadi saya berpikir dalam otak untuk berbohong, misalnya, ketika saya merokok dan berasap, maka di otak saya bilang tak berasap. Sensor langsung bekerja dan mengirimkan sinyalnya ke power amplfier, tessss mulai tangan bergerak ke atas. Jadi saya akan bilang rokok itu tidak berasap agar tangan bisa naik, setelah ketinggiannya cukup, saya berhenti berbohong," jelasnya.
Baca Juga: Penuhi Semua Kebutuhan Bisnis dengan Laptop Bisnis ASUS Vivobook S14 S5406
Pada dasarnya dia juga tak mengerti mengapa hal tersebut bisa terjadi. Karena membuat sambungan antara PCB amplifier ke cip lie detector pun dia hanya mencarinya melalui Google di internet.
"Saya ketik saja cara kerja uji kebohongan, ada di caranya di sana. Tinggal saya sesuaikan saja sesuai ilmu yang saya tahu di SMK dulu," katanya.
Ketika ditanya apakah cip lie detector juga dipasangkan jemari tangannya. Dia jawab tidak. Karena sebetulnya, lie detector ini akan berfungsi untuk mengirimkan sinyal ke monitor kala jantung berdetak cepat atau normal. Itulah mengapa ini disebut alat uji kebohongan.
Baca Juga: 5 Alasan Kenapa Gamers Harus Punya Kursi Gaming
Pada dasarnya, secara teori, Tawan tidak mengetahui secara pasti mengapa alat ini bisa bekerja. Karena dalam pikiran awalnya, dia hanya berpikir mesin akan bergerak bila diarusi dengan motor yang dayanya diambil dari sumber listrik. Sementara sensor lie detector mengirimkan sinyal sesuai 'kemauannya'.
"Kalau salah ya silahkan saya dikoreksi, dibantu. Saya tidak ada niat berbohong atau mencari popularitas. Betul tidak. Karena ini dibilang digerakkan dengan sensor otak, tidaklah, saya merasa tidak secanggih itu. Karena saya coba ke anak saya yang paling besar juga tidak bisa," katanya.
Kini, lengan mesinnya telah rusak karena tersiram air hujan. Cip lie detectornya pun sudah dicopot dan dicarikan yang baru oleh paman Tawan. Namun, pria berusia 31 tahun ini mengaku tidak mau seraya memilih untuk menggantinya dengan sensor bionik.
Baca Juga: Waspada Penipuan Digital, ini Cara-Cara Mengenali Website Palsu!
"Keseringan pakai (lie detector) ini, saya jadi sering pusing dan muntah. Kata beberapa dosen sama tamu yang datang bilang katanya lebih bagus pakai sensor bionik, mungkin saya mau pakai itu saja," katanya. (cnnindonesia/krg/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News