TULUNGAGUNG, BANGSAONLINE.com - Sengketa tanah wakaf di desa Babadan Kecamatan Karangrejo, Tulungagung nyaris ricuh, Selasa (9/2). Masing-masing kubu, penerima wakaf dan ahli waris pemberi wakaf, membawa pendukung masing-masing. Sebenarnya perselisihan antara dua kubu ini bukan kali ini saja, sudah berkali-kali dimediasi, namun selalu gagal.
Kericuhan bermula ketika kelompok penerima wakaf, takmir masjid dan pendukungnya, tidak ingin dilakukan ukur ulang tanah wakaf yang mereka terima. Dalihnya, sebelumnya sudah diadakan mediasi dan masing-masing menerima tidak akan dipersoalkan lagi soal ukuran tanah yang ada.
Baca Juga: Kawal Sidang Gugatan Perkebunan Kaligentong, Ratusan Warga Datangi PN Tulungagung
“Jauh hari sebelumnya kami ingin mengajak musyawarah kepada takmir masjid. Namun selalu menimbulkan kesalahpahaman seperti ini. Padahal tujuan saya hanya untuk mengetahui luasan lahan pekarangan yang saya wakafkan dulu, hanya itu,” kata Pujihandi Kuasa Hukum dari Sukrisno pemilik tanah.
Di halaman masjid sendiri sudah berkumpul puluhan pendukung yang menolak untuk dilakukan ukur ulang. Mereka para takmir maupun jemaah masjid. Sedangkan pendukung Sukrisno walaupun ada jumlahnya kalah banyak. Hadirnya dua kubu saling dukung ini membuat suasana di depan masjid semakin ramai.
Karena suasna semakin tidak kondusif, kubu Sukrisno pilih cabut dari lokasi masjid. Mereka berencana menyelesaikan masalah itu secara hukum karena melalui jalur musyawarah sudah tidak memungkinkan lagi.
“Jika kita mau duduk bersama dan membicarakannya secara baik-baik kasus ini akan secepatnya bisa diselesaikan. Namun karena pihak takmir selalu menolak dengan barbagai alasan, jalan terbaik bagi kami nantinya akan kita selesaikan melalui jalur hukum,” ujar Pujihandi.
Kepala desa setempat, Suyitno ketika dihubungi menjelaskan, kasus sengketa tersebut sudah berulang kali terjadi. Jika dihitung sudah sebelas kali mereka seperti ini namun tidak pernah ada penyelesaian.
“Beberapa kali mediasi juga sudah dilakukan agar permaslahan ini segera selesai. Jika mengacu riwayat tanah, sebenarnya akan diketahui mana batasan-batasan tanah sengketa tersebut. Namun tetap saja seperti ini kondisinya tiap kali bertemu. Selain pengakuan pemilik tanah, buku induk leter C, pethok D sudah kami serahkan,” ungkap Suyitno.
Penerima wakaf sendiri, sejak 21 tahun lalu, bersikeras menolak untuk dilakukan pengukuran di lahan tersebut. Alasannya, sebelumnya telah membuat kesepakatan dan pernyataan tidak akan mempermasalahkan tanah tersebut.
“Perjanjian awal sebenarnya sudah jelas, ada kesepakatan secara tertulis, bahkan diputuskan melalui di desa. Selain itu pernah memangil semua pihak untuk melakukan tandatangan mulai ahli waris, pemilik tanah, serta melibatkan saksi warga pada tanggal 2 Desember 2015 lalu. Kalau masih hendak menggugat kami persilahkan,” ungkap Sumari dari takmir masjid.
Camat Karangrejo yang turun tangan untuk memediasi masalah ini juga mengaku kuwalahan. “Padahal kami sudah mendatangkan pihak pertanahan, namun warga menolak. Apa boleh buat, sebaiknya angkat tanggan saja,” ujar Ali Murtadi Kepala Kantor Kecamatan Karangrejo. (fer/ns)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News