JEMBER, BANGSAONLINE.com - Sampah tak berarti limbah. Sampah, juga memiliki nilai ekonomis. Konsep inilah yang diterapkan mahasiswa di Jember yang tergabung dalam komunitas Bank Samber Pahala (Sampah). Komunitas ini mengelola limbah non organik yang anggotanya berasal dari tiga perguruan tinggi, baik swasta maupun negeri di wilayah kampus Tegalboto, Jember.
"Awalnya, kami merasa prihatin dengan kondisi lingkungan kampus Jember. Banyak limbah yang sebenarnya memiliki nilai ekonomis dibuang begitu saja, tanpa ada yang mau mengelola," terang Muhammad Masnif (23), Kamis (28/4).
Baca Juga: Hadir di Kampanye Akbar, Irwan Setiawan Ajak Menangkan Khofifah-Emil
Pemuda berperawakan kurus anggota komunitas Sampah itu menyatakan, bersama dengan teman teman mahasiswa lainnya, dia membentuk komunitas pecinta lingkungan pada tahun 2015 lalu. Sampai saat ini sudah ada sekitar 50 anggota yang terdiri mahasiswa, dosen, pengepul sampah dan pengrajin.
Anggotanya berasal dari Universitas Negeri Jember (Unej), Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Mandala Jember.
Secara teknis, anggota komunitas ini mencari, menerima dan mengelola limbah. Mulai dari kertas HVS, koran bekas, gelas plastik, kardus, kaleng bekas, bungkus kopi sachet bekas hingga kain perca.
Baca Juga: Seribu Massa SSC di Jember Nyatakan Dukung Khofifah-Emil
"Limbah itu akan kami kumpulkan dan kami hargai. Untuk kertas HVS, botol plastik, dan kardus dihargai Rp 1.500 sampai Rp 2.000 per kilogram, koran bekas Rp 2.000 - Rp 2.500 per kilogram, dan kaleng bekas Rp 10.000 per kilogram," papar mahasiswa Fakultas Hukum Unej itu.
Khusus kain perca dan bungkus kopi instant, tidak ada nilai belinya. “Karena sangat mudah kami temukan di lapangan. Khusus untuk limbah kopi sachet, kami bekerjasama dengan pemilik kantin kampus," imbuhnya.
Setelah limbah tersebut terkumpul, komunitas itu membaginya menjadi dua kategori, yakni limbah untuk dibuat kerajinan dan limbah yang dijual ke pengepul sampah.
Baca Juga: DPPTK Ngawi Boyong Perwakilan Pekerja Perusahaan Rokok untuk Ikuti Bimtek di Jember
“Untuk kerajinan, selain dibuat oleh mahasiswa, kita juga memberdayakan warga sekitar kampus. Kini sudah ada tujuh pengrajin yang kami berdayakan di wilayah kampus dan satu pengrajin di Desa Mrawan, Kecamatan Mayang," paparnya.
Sedangkan limbah yang tidak bisa dikelola menjadi beberapa kerajinan, dijual kepada pengepul sampah. Hasil penjualan kerajinan dan juga penjualan limbah itu, dikumpulkan dan disalurkan kepada lembaga yang bergerak dalam kegiatan sosial, seperti pembelian buku pelajaran bagi anak anak miskin di Jember.
"Hasil kerajinan tangan yang kami buat antara lain, gantungan kunci dengan harga jual Rp 4.000 - Rp 7.000 per buah, tempat pensil Rp 10.000, lampu hias Rp 20.000 - Rp 50.000, pigura foto Rp 10.000 - Rp 100.000, asbak Rp 10.000 - Rp 20.000 dan keset (pengesat kaki) Rp 5.000 - Rp 10.000," paparnya.
Baca Juga: 5 Kendaraan Terlibat Kecelakaan Beruntun di Jember
Masnif menambahkan, nasabah bank Sampah ini memiliki dua pilihan atas pengiriman sampah kepada komunitas. Pertama, kiriman limbah itu dicatat dan sengaja ditabung oleh nasabah. Sedangkan opsi kedua, nasabah sengaja mendonaturkan atau menyumbangkan kiriman limbah itu untuk komunitas.
"Untuk yang mau menabung, kami sediakan buku tabungan. Nasabah bisa mengambil hasil penjualan itu mengirim limbah mengirim rutin selama tiga bulan. Tapi mayoritas memilih untuk menjadi donatur sampah," tuturnya.
Untuk penjualan, pihaknya belum memiliki galery khusus. Sementara ini pemasaran lewat promosi internal kampus dan juga lewat event pameran produk yang digelar di Jember.
Baca Juga: Wanita di Jember Tewas Terlindas Truk Akibat Jatuh dari Boncengan Motor Ayahnya
"Kami berharap, seluruh pihak di Jember bisa lebih perhatian terhadap kondisi lingkungan. Bukan hanya tertib terhadap cara membuang sampah, tetapi juga mengelola sampah untuk menjadi produk yang lebih memiliki nilai ekonomis," tukasnya. (jbr1/yud/rus)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News