PROBOLINGGO, BANGSAONLINE.com - Perkembangan HIV/AIDS di Kota Probolinggo memasuki tahap kritis. Jumlah penderita dari waktu ke waktu menunjukkan tren menaik. Kasus terakhir, pada bulan Mei ini ditemukan lagi satu penderita atau suspect HIV di wilayah Kecamatan Kedupok.
Berdasarkan data yang dirilis Dinas Kesehatan Kota Probolinggo per April 2016, jumlah penderita sampai tahun 2016 sebanyak 190 orang. Jumlah ini belum termasuk suspect yang tak tercover dalam data, atau belum terdeteksi karena ketertutupan penderita. Dari jumlah tersebut, penderita laki-laki sebanyak 125 orang, dan penderita perempuan sebanyak 65 orang. Dan yang sudah meninggal sampai saat ini mencapai 52 orang. Jumlah yang meninggal ini, belum termasuk penderita yang tak terdeteksi.
Baca Juga: Banjir Dukungan! Khofifah Dirubungi Ribuan Pekerja SKT Sampoerna Plant Kraksaan
Versi Dinas Kesehatan. jumlah yang meninggal pada tahun 2016 sebanyak 2 orang. Sedangkan versi manajer kasus (MK) atau pendamping penderita HIV/AIDS pada sekretariat Komisi Penanggulangan AIDS Kota Probolinggo, Badrut Tamam, yang meninggal pada tahun 2016 sebanyak 5 orang.
Meski selisih data kematian antara manajer kasus di sektap KPA dan Dinkes tidak mencolok, namun perbedaan ini menunjukkan tidak adanya koordinasi dan sinkronisasi. Kondisi ini sangat ironis. Mengingat, Dinkes sebagai leading sektor dalam hal penanggulangan AIDS. Dinkes dinilai kurang optimal. Sehingga sampai sekarang pun, rencana strategis dalam rangka penanggulangan AIDS tak dimiliki.
Tidak adanya program yang jelas dan tren jumlah penderita yang meningkat, meyakinkan bahwa situasi ini benar-benar dalam kondisi kritis. Sekretaris Sektap KPA Sukar di Mitho menyebut, kondisi Kota Probolinggo sudah masuk dalam kategori darurat. "Ini sudah darurat, dan perlu cara-cara yang luar biasa. Sangat mencemaskan melihat tren peningkatan ini," ujar Sukardi.
Baca Juga: Belasan Wartawan Datangi Kantor DPRD Kota Probolinggo, Ada Apa?
Menurutnya, masalah utama dari upaya penanggulangan AIDS lebih kepada koordinasi dan sinkronisasi. Diakuinya, selama ini masalah koordinasi dan sinkronisasi tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. "Kemarin kami mendapatkan satu penderita lagi. Kami sendiri tetap jalan meski dukungan pemerintah tidak ada. Mari kita bangun komitmen, bahwa masalah ini adalah persoalan kita, persoalan kemanusiaan.Jangan diseret ke persoalan honor. Sampai saat ini, tanpa honor pun kami terus bekerja. Yang penting koordinasi dan sinkronisasi antar lembaga terkait yang harus jalan," terang manajer kasus Badrut Tamam.(ndi/rus).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News