JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Rektor Universitas Hasyim Asy'ari (Unhasy) Tebuireng Jombang Jawa Timur KH Dr (HC) Ir Salahuddin Wahid yang akrab dipanggil Gus Solah mengungkapkan, pemikiran pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy'ari selama ini masih multitafsir. Karena itu, kampus yang dipimpinnya akan segera mengembangkan kajian pemikiran Mbah Hasyim - panggilan Kiai Hasyim Asy’ari.
Menurut Gus Solah, pemikiran Mbah Hasyim yang lebih kontekstual dan tetap relevan dengan tantangan zaman sebenarnya tercermin dalam berbagai pemikiran dan langkah KHA Wahid Hasyim (putera Mbah Hasyim dan ayahanda Gus Solah) saat terlibat dalam tim yang merumuskan dasar-dasar negara Republik Indonesia.
Baca Juga: Polemik Nasab Tak Penting dan Tak Ada Manfaatnya, Gus Fahmi: Pesantren Tebuireng Tak Terlibat
"Tidak mungkin Kiai Wahid Hasyim berani mengambil keputusan menyetujui penghapusan tujuh kata dalam rumusan Piagam Jakarta, jika tidak direstui oleh Mbah Hasyim," tegas Gus Solah di hadapan peserta seminar Kontekstualisasi Pemikiran KHM Hasyim Asy'ari dalam Fenomena Global yang digelar Unhasy, Sabtu (30/7).
Pemikiran Mbah Hasyim tentang nasionalisme juga menjadi pilar penting kemerdekaan Indonesia. "Tanpa restu dan arahan Mbah Hasyim, tidak mungkin ada Resolusi Jihad yang membakar semangat Arek-arek Suroboyo yang dikobarkan melalui pekik takbir Bung Tomo dalam pertempuran 10 November yang heroik," tutur Pengasuh Pesantren Tebuireng ini.
Yang tidak kalah penting, proses penerimaan Pancasila sebagai asas tunggal oleh Nahdlatul Ulama pada Muktamar NU di Situbondo 1984 juga tidak lepas dari pengaruh pemikiran Mbah Hasyim. Peran KH Achmad Siddiq dalam merumuskan dokumen hubungan Pancasila dengan Islam yang menjadi dasar keputusan Muktamar NU menerima Pancasila sebagai asas Negara sangat besar.
Baca Juga: Terima Dubes Jepang untuk Indonesia, Pj Gubernur Jatim Bahas Pengembangan Kerja Sama
Menurut Gus Solah, hal itu bukan suatu kebetulan. Melainkan karena pengaruh pemikiran Mbah Hasyim mengignat Kiai Ahmad Siddiq adalah santri Tebuireng. ”Kiai Achmad Siddiq adalah santri Mbah Hasyim," ujarnya.
Empat Warisan Besar
Sementara Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yudian Wahyudi mencatat ada empat warisan besar KHM Hasyim Asy'ari yang perlu dikembangkan secara kontekstual dalam menjawab tantangan globalisasi. Yaitu, kewirausahaan dan kemandirian ekonomi, semangat nasionalisme, pendidikan berorientasi pada ilmu terapan dan tradisi penulisan ilmiah.
Baca Juga: Silaturahmi ke Keluarga Pendiri NU, Mundjidah-Sumrambah Minta Restu
Sejarah mencatat, di tengah kesibukan Mbah Hasyim membimbing santri dan berdakwah, beliau tetap melakukan aktivitas ekonomi. "Bahkan, salah satu pilar NU adalah terbentuknya Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Kaum Saudagar)," tegas alumni Pondok Pesantren Tremas Pacitan ini.
"Soal pendidikan, kita bisa lihat, misalnya, putra KHA Wahid Hasyim hanya Gus Dur yang sepertinya disiapkan jadi kiai. Dua adik beliau mengambil studi ilmu terapan. Gus Solah studi arsitektur dan Gus Umar belajar kedokteran," ungkapnya.
Dua warisan Mbah Hasyim lainnya terkait semangat nasionalisme dan budaya menulis juga sudah banyak dikaji dan diteliti. "Karena itu, Unhasy harus mengembangkan program academic writing agar dapat bersaing di kancah global," tutur pendiri Pesantren Nawesea Yogyakarta ini.
Baca Juga: Persiapan Konferwil NU Jatim Capai 100 Persen, Pembukaan Siap Digelar Malam ini
Dalam kesempatan tersebut, Yudian juga membantah tudingan bahwa tasawuf dan tarekat menjadi penyebab kemunduran umat Islam. "Justru, karena pengaruh tasawuf dan tarekat, penduduk nusantara yang semula mayoritas beragama Hindu berubah menjadi kawasan dengan penduduk muslim terbesar di dunia," tandasnya.
Menurut peraih gelar dari beberapa universitas ternama di Amerika Serikat ini, kemunduran umat Islam lebih disebabkan konflik internal dan ketertinggalan mereka dalam ilmu terapan. "Keruntuhan Khilafah Utsmaniyah di Turki itu lebih disebabkan teknologi militer mereka sudah tertinggal jauh. Karena meninggalkan ilmu terapan, kita juga sudah cukup lama tergilas revolusi industri.
Dalam seminar yang dimoderatori Dr Soviyullah Muzammil (dosen UIN Yogyakarta) itu juga tampil sebagai pembicara Dr Miftahur Rohim, wakil rektor Unhasy. (tim)
Baca Juga: Ponpes Tebuireng Siap Gelar Konferwil NU XVIII
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News