Pelaksanaan Muktamar Turats Nabawi tahun ini di Tebuireng, Jombang.
JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng kembali menghadirkan terobosan pemikiran melalui kajian fikih kontemporer dalam Muktamar Turats Nabawi (Mutun) tahun ini yang digelar pada 10-11 Desember 2025.
Forum ilmiah tahunan ini dipersiapkan sebagai ruang untuk membedah isu-isu strategis dunia modern dari sudut pandang fikih. Direktur M2 Ma’had Aly sekaligus Ketua Panitia Mutun 2025, Dr. Ahmad ‘Ubaydi Hasbillah, menjelaskan bahwa tahun ini terdapat 4 fokus utama yang akan dibahas dalam Bahtsul Masail.
Ia menegaskan, seluruh isu dipilih karena memiliki dampak langsung terhadap keberlanjutan lingkungan dan tata kelola sumber daya.
Isu pertama yang akan ditelaah adalah hilirisasi sumber daya alam. Kebijakan yang kerap dipromosikan sebagai pendorong ekonomi nasional ini dipandang menyimpan problem ekologis serius.
"Forum akan mengkaji bagaimana fikih merespons potensi kerusakan lingkungan yang muncul akibat program hilirisasi," ucap Ubaydi, Kamis (11/12/2025).
Topik kedua menyoroti UU Cipta Kerja, regulasi yang sejak awal menuai kritik lantaran dianggap melemahkan aspek perlindungan lingkungan. Para peserta, mulai dari santri tingkat lanjut hingga para ahli, akan membahas perspektif fikih terhadap aturan yang dinilai mengurangi ruang kontrol publik atas kelestarian alam.
Kajian ketiga mengangkat gagasan Green Wakaf, konsep pengembangan wakaf untuk konservasi.
"Pertanyaan fundamental yang akan dibahas misalnya: apakah wakaf untuk perlindungan satwa, seperti tanah khusus habitat badak, bisa dinilai sah menurut syariat? Termasuk juga bagaimana status pemanfaatan hasil hutan dari tanah wakaf yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi permanen," kata Ubaydi.
Isu ini diharapkan memperkaya wacana wakaf ramah lingkungan sebagai model baru pengelolaan aset umat.
Isu terakhir bergerak pada dimensi teori hukum Islam, yakni pembacaan terhadap pemikiran Yusuf Al-Qardhawi tentang Hifdzul Bi’ah.
Bahtsul Masail akan menelaah kemungkinan memasukkan perlindungan lingkungan ke dalam Al-Kulliyyat Al-Khams (lima tujuan utama syariat) serta mempertanyakan apakah urgensinya kini dapat diletakkan pada level dharuriyyah yang menuntut peran kuat dari negara.
"Melalui pembahasan empat isu besar ini, kami berharap MUTUN mampu melahirkan keputusan hukum yang tidak hanya kuat secara argumentatif, tetapi juga relevan dengan tantangan ekologis masa kini, sehingga memberikan arah baru bagi fikih lingkungan," urai Ubaydi. (aan/mar)





