Pilgub Jatim 2018 Ujian Berat Kader NU Pimpin Jawa Timur

Pilgub Jatim 2018 Ujian Berat Kader NU Pimpin Jawa Timur Surokim

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Tak dapat dipungkiri, Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur tahun 2018 adalah ujian berat bagi Nahdlatul Ulama (NU). Pasalnya, Jawa Timur merupakan barometer NU karena memiliki ribuan kiai dan pondok pesantren. Bahkan mayoritas warga Jawa Timur adalah warga nahdliyin tapi hingga saat ini mereka tak pernah memiliki gubernur dari kader NU

Pada kontestasi mendatang, peluang NU memiliki Gubernur Jatim sebenarnya sangat terbuka asal suara NU bisa bersatu. Namun itu sulit dilakukan karena adanya persaingan internal kader NU ditambah pengaruh kepentingan politik dan pengaruh eksternal lain sehingga kiai dan warga NU mudah terbelah.

Baca Juga: Dukungan Para Pekerja MPS Brondong Lamongan untuk Menangkan Khofifah di Pilgub Jatim 2024

Direktur Surabaya Survei Center (SSC), Mochtar W Oetomo membenarkan bahwa rivalitas dua kader terbaik NU yaitu Saifullah Yusuf (Wagub Jatim) dan Khofifah Indar Parawansa (Mensos RI) di mendatang masih ada kaitannya dengan konflik internal NU di Muktamar NU ke 33 di Jombang.

"Sudah bukan menjadi rahasia, di belakang Gus Ipul ada KH Said Agil Siraj (ketum PBNU) dan di belakang Khofifah ada KH Hasyim Muzadi (alm) serta Gus Solah, makanya sulit rasanya ada yang mau mengalah," ujar Mochtar, Senin (28/8).

Sementara itu, Dosen Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Surokim menilai 2018 adalah ujian kedewasaan bagi NU, karena para kiai sudah mulai terlihat vulgar dalam dukungan politik. Ironisnya tidak ada kiai sepuh yang bisa mendamaikan dan dipatuhi oleh kedua belah pihak yang bersaing maka umat dan jamiyyah NU yang akan jadi korban syahwat politik.

Baca Juga: Blusukan di Pasar Sidoharjo Lamongan, Khofifah akan Tutup Kampanye di Jatim Expo

Bahkan kata Surokim, tidak sedikit kiai kampung yang juga patron ke kiai- kiai pengasuh pondok pesantren tersebut, bisa menyeret perang terbuka antar kiai kampung. "Jika kiai kampung sudah terseret dalam arus politik praktis, maka akan mengerus daya magis para kiai sendiri yang selama ini menjadi simbol kultural masyarakat di level grass root," jelasnya.

Perang terbuka antar kiai kampung beda dukungan di Pilgub itu akan merugikan NU sebagai jamiyyah yang selama ini bisa menjaga dan steril politik dukungan di level bawah. "Saya berharap seyogyanya para kiai struktural bisa menahan diri untuk tidak terlibat dan vulgar dalam konflik dukungan praktis jika ingin menjaga marwahnya sebagai simbol kultural masyarakat," imbuhnya.

Menurutnya, polarisasi konflik Muktamar Jombang tak dapat dipungkiri masih berimbas pada mendatang. Bahkan kalau para kiai tidak berhati-hati bisa terjerumus dan dimainkan pihak lain.

Baca Juga: Ikhtiar Ketuk Pintu Langit, Khofifah Hadiri Shalawat Akbar Bersama Ribuan Masyarakat Gresik

"Jika mengacu kepada Pilgub DKI Jakarta, para politisi dan pengusaha akan ikut membaca peluang dan ikut memanas-manasi situasi bisa memainkan pion lebih kuat karena konflik yang akhirnya merugikan NU sendiri," tegas Surokim.

Pendapat berbeda disampaikan penggiat media sosial, Permadi Arya. Pria yang di dunia maya dikenal dengan nama Ustad Abu Janda Al Boliwudi itu yakin kompetisi di tidak akan setajam Pilgub DKI. Terlebih persaingannya lebih kepada Gus Ipul dan Khofifah yang sama-sama kader NU. Apalagi, di Jatim ini terkenal warga NU yang paling toleran. Karena itu, sesama kader NU tidak akan saling chaos. Kalau beda pendapat, itu suatu hal yang lumrah.

“Saya yakin aman, karena di sini NU mayoritas. Yang bersaing pun sesama kader NU, tak mungkin saling merusak. Justru prediksi saya yang perlu mendapat perhatian khusu itu adalah Pilgub Jabar,” pungkas Abu Janda. (mdr)

Baca Juga: Survei Poltracking Terbaru, Khofifah-Emil Melejit Tinggalkan Risma-Hans dan Luluk-Lukman

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO