Sholeh Somasi Jokowi, Minta Presiden Kembalikan Biaya Pengesahan STNK kepada Masyarakat

Sholeh Somasi Jokowi, Minta Presiden Kembalikan Biaya Pengesahan STNK kepada Masyarakat Pengacara M. Sholeh dan kliennya Noval Ibrohim Salim menunjukkan surat somasi ke Presiden dan surat putusan MA yang membatalkan pungutan biaya pengesahan STNK. Foto: Didi Rosadi/BANGSAONLINE

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Presiden RI Joko Widodo disomasi pengacara kontroversional asal Surabaya, Mohammad Sholeh untuk segera mengembalikan uang rakyat yang dipungut negara melalui PP No.60 tahun 2016 tentang jenis dan tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) khususnya terkait pengenaan biaya pengesahan Surat Tanda Nomor Kendaraan ().

Menurut Sholeh pungutan biaya pengesahan terhitung sejak 19 Februari 2018 harusnya sudah tidak diberlakukan karena pihaknya selaku penggugat Uji Materi PP No. 60 tahun 2016 sudah menerima salinan putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan biaya pengesahan ditiadakan.

Baca Juga: Dukung Swasembada Pangan, Menteri ATR/BPN: Butuh Tata Kelola Pertanahan yang Baik

“Putusan sidang uji materi dari MA itu sebenarnya sejak Juni 2017 lalu tapi kami baru menerima salinan putusan Reg.No.12.P/Hum/2017 pada 19 Februari 2018. Tapi faktanya pemerintah masih memungut biaya pengesahan tersebut, sehingga terpaksa kami somasi supaya rakyat tidak dirugikan,” ujar Sholeh, Rabu (14/3).

Diakui Sholeh surat somasi itu baru dilayangkan Selasa (13/3) lalu. Namun pemerintah sepertinya langsung merespon. Terbukti, hari ini pihaknya mencoba mengecek langsung di lapangan saat membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) tahunan di kantor Samsat ternyata biaya pengesahan sudah ditiadakan alias dicoret dalam surat .

“Harusnya uang pungutan biaya pengesahan terhitung sejak 20 Februari hingga 13 Maret 2018 itu dikebalikan kepada wajib pajak. Memang nilainya tidak seberapa bagi wajib pajak, tapi kalau dikalikan jumlah kendaraan nilainya cukup fantastis,” jelas Sholeh didampingi Noval Ibrohim Salim selaku penggugat uji materi PP.No.60 tahun 2016

Baca Juga: Vinanda-Gus Qowim dapat Pesan Peningkatan Industri Pariwisata dari Jokowi

Berdasarkan data Kakorlantas tahun 2016, lanjut Sholeh jumlah kendaraan bermotor baik R2 maupun R4 mencapai 128,3 juta. Artinya jika dibagi 12 bulan, rata-rata kendaraan yang jatuh tempo membayar PKB () sebanyak 10 juta kendaraan.

“Kalau kendaraan R2 sebanyak 5 juta x 25 ribu : 125 miliar. Sedangkan kendaraan R4 sebanyak 5 juta x 50 ribu : 2,5 triliun, sehingga kalau dijumlahkan kerugian yang diderita masyarakat dalam sebulan ditaksir mencapai Rp.2,6 triliun,” dalih Sholeh.

Menurutnya, pemerintah harusnya tidak boleh memanfaatkan perkara a quo sejak menerima salinan putusan dari MA, memanfaatkan ketentuan pasal 8 ayat (2) Perma No.1 tahun 2011.

Baca Juga: Warisan Buruk Jokowi Berpotensi Berlanjut, Greenpeace Lantang Ajak Masyarakat Awasi Prabowo-Gibran

“Dalam hal 90 hari setelah putusan MA tersebut dikirim kepada badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan tersebut, ternyata pejabat yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya," urai politisi Gerindra itu.

Ia menjelaskan bahwa kliennya mengajukan uji materi PP No.60 tahun 2011 itu karena pengesahan itu dinilai pungutan ganda sebab pada saat pajak kendaraan bermotor dibayar PNBP sudah dipungut. Hal ini nyata-nyata bertentangan dengan Pasal 73 ayat (5) UU No.30 Tahun 2004 tentang Administrasi Pemerintahan.

Berdasarkan petikan Amar Putusan MA menyebutkan, “Memerintahkan kepada Presiden Republik Indonesia untuk mencabut Lampiran Nomor E angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia,” pungkas Sholeh. (mdr/ian)

Baca Juga: Di Banyuwangi, Khofifah Ucapkan Selamat untuk Prabowo dan Gibran

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Tak Terima Motor Anaknya Ditilang, Pria ini Mengejar Polantas dengan Membawa Celurit dan Parang':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO