JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Pondok Pesantren (PP) Tebuireng Jombang Jawa Timur kembali melakukan lompatan besar dalam pengembangan kreativitas santri dan budaya, terutama di lingkungan pondok pesantren. Pesantren yang diasuh Dr Ir KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah) itu kini memproduksi film bertitel “Jejak Langkah 2 Ulama” bekerja bareng Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) Muhammadiyah. Apa urgensi film bagi pesantren? Simak laporan BANGSAONLINE.com mulai hari ini.
Film “Jejak Langkah 2 Ulama” ini sangat fenomenal. Sebab mengangkat perjalanan dua ulama besar yang juga pendiri dua organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, bahkan di dunia. Yaitu Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari dan KH. Ahmad Dahlan. Hadratussyaikh - demikian KH. M. Hasyim Asy’ari dipanggil - mendirikan Nahdlatul Ulama (NU) pada 1926, sedang Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah pada 1912.
Baca Juga: Polemik Nasab Tak Penting dan Tak Ada Manfaatnya, Gus Fahmi: Pesantren Tebuireng Tak Terlibat
Karena itu penggarapan film ini perlu kerja ekstra keras, disamping kreativitas yang tinggi dan cerdas. Produksi film ini bekerja bareng Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) Muhammadiyah.
Film ini bakal digarap pada Agustus 2019 mendatang. Sekarang para kru film yang terdiri dari para ustadz, santri, dan alumni Pesantren Tebuireng sedang sibuk menangani open casting.
“Sudah 800 peserta lebih yang daftar,” tutur Ustadz Zein yang bertindak sebagai produser kepada BANGSAONLINE.com.
Baca Juga: Terima Dubes Jepang untuk Indonesia, Pj Gubernur Jatim Bahas Pengembangan Kerja Sama
Mulai Senin (8/7/2019), para peserta open casting film Jejak Langkah 2 Ulama itu melakukan serangkaian casting di Pesantren Tebuireng.
Dalam beberapa tahun terakhir ini Pesantren Tebuireng memang sedang konsen pada pembuatan film, di samping rutinitas ajar-mengajar dan pendidikan yang terus berlangsung. Rintisan film ini dilakukan pesantren Tebuireng selain untuk pengembangan budaya juga sekaligus sarana pengembangan kreativitas santri. Sebab – seperti pernah disampaikan KH. Abdul Wahid Hasyim, putra Hadratussyaikh – para santri yang berlajar di Pesantren Tebuireng tidak semuanya bercita-cita jadi kiai atau ulama. Tapi juga banyak santri yang bercita-cita jadi pemimpin negara, birokrat, pengusaha, bintang film, wartawan, dan sebagainya. Karena itu semua ajang kreativitas perlu mendapat perhatian dan dikembangkan.
Nah, sejak Gus Sholah menjadi pengasuh Pesantren Tebuireng, hampir semua kreativitas santri terkait media massa mendapat perhatian. Misalnya penerbitan, terutama majalah dan buku. Kini majalah TEBUIRENG terbit secara ajeg. Begitu juga buku. Banyak buku diterbitkan Pustaka Tebuireng, baik buku yang ditulis para santri, ustadz maupun alumni Pesantren Tebuireng.
Baca Juga: Silaturahmi ke Keluarga Pendiri NU, Mundjidah-Sumrambah Minta Restu
Kini Pesantren Tebuireng merambah dunia film. Yaitu produk budaya popular yang bisa dikatakan masih asing bagi dunia pesantren. Yang menarik, Gus Sholah juga terlibat aktif memberi pengarahan terutama menyangkut tema film.
“Waktu memproduksi film Sakinah, Abah Yai minta agar kasus penceraian di Jawa Timur yang diangkat,” tutur Amin Zein.
Film berjudul “Sakinah” ini sudah rampung dan kini diputar di beberapa tempat. Termasuk ditonton bersama para santri dan masyarakat sekitar Tebuireng. Bahkan juga diputar dan ditonton bareng di kampus di Malang.
Baca Juga: Spirit Tebuireng, LPNU Jatim Tingkatkan Pendampingan Ekonomi Nahdliyin
Sebelum memproduksi film “Sakinah”, Pesantren Tebuireng juga memproduksi film berjudul “Binar”. Film ini bercerita tentang peran pesantren dan kemerdekan.
Sedang film Sakinah bercerita tentang rumah tangga. “Film ini menceritakan tentang hasil survei tingginya angka perceraian di Jawa Timur,” tutur Amin Zein.
Ia juga mengungkapkan bahwa Pesantren Tebuireng telah memproduksi 14 film pendek dengan durasi 5 menitan. “Kalau Binar dan Sakinah, durasinya masing-masing 90 menit,” kata Ustadz Amin Zein. Namun durasi dua film itu ternyata berkembang jadi 120 menit.
Baca Juga: Persiapan Konferwil NU Jatim Capai 100 Persen, Pembukaan Siap Digelar Malam ini
Lalu siapa saja pemain film itu? Ternyata semuanya santri, mahasiswa, ustadz, dan alumni Pesantren Tebuireng. Para pemain film itu sebagian masih duduk di bangku Madrasah Aliyah, mahasiswa Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy), dan sebagian guru dan dosen.
Nah, rupanya, kreasi para santri Tebuireng ini memancing perhatian sutradara kondang, Hanung Bramantyo. Buktinya ia mengaku siap membantu pengembangan kreasi santri Tebuireng. “Mas Hanung menjadi mentor,” tutur Amin Zein.
Pada tahun 2001 Hanung memang pernah membuat film berjudul “Doa Bilik Santri” dengan latar belakang pesantren Tebuireng. Bahkan pemeran utamanya diambil dari santri Tebuireng, yaitu Ustadz Amin Zein. Kini Ustadz Amin Zein inilah yang jadi penggiat film di Tebuireng. (EM Mas’ud Adnan/bersambung)
Baca Juga: Ponpes Tebuireng Siap Gelar Konferwil NU XVIII
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News