PP Tebuireng Produksi Film Hadratussyaikh & Ahmad Dahlan, Peserta Open Casting 800 Orang Lebih (1)

PP Tebuireng Produksi Film Hadratussyaikh & Ahmad Dahlan, Peserta Open Casting 800 Orang Lebih (1) Poster film "Jejak Langkah 2 Ulama" ini belum final. Tapi cukup menyedot perhatian publlik ketika dilansir di medsos. foto: dokumentasi Pesantren Tebuireng

JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Pondok Pesantren (PP) Tebuireng Jombang Jawa Timur kembali melakukan lompatan besar dalam pengembangan kreativitas santri dan budaya, terutama di lingkungan pondok pesantren. Pesantren yang diasuh Dr Ir KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah) itu kini memproduksi bertitel “Jejak Langkah 2 Ulama” bekerja bareng Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) Muhammadiyah. Apa urgensi bagi pesantren? Simak laporan BANGSAONLINE.com mulai hari ini.

Film “Jejak Langkah 2 Ulama” ini sangat fenomenal. Sebab mengangkat perjalanan dua ulama besar yang juga pendiri dua organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, bahkan di dunia. Yaitu Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari dan KH. Ahmad Dahlan. Hadratussyaikh - demikian KH. M. Hasyim Asy’ari dipanggil - mendirikan Nahdlatul Ulama (NU) pada 1926, sedang Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah pada 1912.

Baca Juga: Tayang 23 Januari 2025, Ini Daftar Artis Pemain Film 1 Kakak 7 Ponakan

Karena itu penggarapan ini perlu kerja ekstra keras, disamping kreativitas yang tinggi dan cerdas. Produksi ini bekerja bareng Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) Muhammadiyah.

Film ini bakal digarap pada Agustus 2019 mendatang. Sekarang para kru yang terdiri dari para ustadz, santri, dan alumni Pesantren Tebuireng sedang sibuk menangani open casting.

“Sudah 800 peserta lebih yang daftar,” tutur Ustadz Zein yang bertindak sebagai produser kepada BANGSAONLINE.com.

Baca Juga: Tuntaskan Rangkaian Bedah Buku KHM Hasyim Asyari di Bandung, Khofifah: Ikhtiar Bangun Persatuan

Mulai Senin (8/7/2019), para peserta open casting Jejak Langkah 2 Ulama itu melakukan serangkaian casting di Pesantren Tebuireng.

Dalam beberapa tahun terakhir ini Pesantren Tebuireng memang sedang konsen pada pembuatan , di samping rutinitas ajar-mengajar dan pendidikan yang terus berlangsung. Rintisan ini dilakukan pesantren Tebuireng selain untuk pengembangan budaya juga sekaligus sarana pengembangan kreativitas santri. Sebab – seperti pernah disampaikan KH. Abdul Wahid Hasyim, putra Hadratussyaikh – para santri yang berlajar di Pesantren Tebuireng tidak semuanya bercita-cita jadi kiai atau ulama. Tapi juga banyak santri yang bercita-cita jadi pemimpin negara, birokrat, pengusaha, bintang , wartawan, dan sebagainya. Karena itu semua ajang kreativitas perlu mendapat perhatian dan dikembangkan.

Nah, sejak Gus Sholah menjadi pengasuh Pesantren Tebuireng, hampir semua kreativitas santri terkait media massa mendapat perhatian. Misalnya penerbitan, terutama majalah dan buku. Kini majalah TEBUIRENG terbit secara ajeg. Begitu juga buku. Banyak buku diterbitkan Pustaka Tebuireng, baik buku yang ditulis para santri, ustadz maupun alumni Pesantren Tebuireng.

Baca Juga: Haul Gus Dur di Tebuireng, Nurani Gus Dur Terasah di Pesantren

Kini Pesantren Tebuireng merambah dunia . Yaitu produk budaya popular yang bisa dikatakan masih asing bagi dunia pesantren. Yang menarik, Gus Sholah juga terlibat aktif memberi pengarahan terutama menyangkut tema .

“Waktu memproduksi Sakinah, Abah Yai minta agar kasus penceraian di Jawa Timur yang diangkat,” tutur Amin Zein.

Film berjudul “Sakinah” ini sudah rampung dan kini diputar di beberapa tempat. Termasuk ditonton bersama para santri dan masyarakat sekitar Tebuireng. Bahkan juga diputar dan ditonton bareng di kampus di Malang.

Baca Juga: Ning Inayah Wahid Sebut Gus Dur Selalu Bela Orang Lemah, Yakin Menolak Kenaikan PPN 12 %

Sebelum memproduksi “Sakinah”, Pesantren Tebuireng juga memproduksi berjudul “Binar”. Film ini bercerita tentang peran pesantren dan kemerdekan.

Sedang Sakinah bercerita tentang rumah tangga. “Film ini menceritakan tentang hasil survei tingginya angka perceraian di Jawa Timur,” tutur Amin Zein.

Ia juga mengungkapkan bahwa Pesantren Tebuireng telah memproduksi 14 pendek dengan durasi 5 menitan. “Kalau Binar dan Sakinah, durasinya masing-masing 90 menit,” kata Ustadz Amin Zein. Namun durasi dua itu ternyata berkembang jadi 120 menit.

Baca Juga: Ngaku Pelayan, Gus Fahmi Nangis saat Launching Majelis Istighatsah dan Ngaji Kitab At Tibyan

Lalu siapa saja pemain itu? Ternyata semuanya santri, mahasiswa, ustadz, dan alumni Pesantren Tebuireng. Para pemain itu sebagian masih duduk di bangku Madrasah Aliyah, mahasiswa Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy), dan sebagian guru dan dosen.

Nah, rupanya, kreasi para santri Tebuireng ini memancing perhatian sutradara kondang, Hanung Bramantyo. Buktinya ia mengaku siap membantu pengembangan kreasi santri Tebuireng. “Mas Hanung menjadi mentor,” tutur Amin Zein.

Pada tahun 2001 Hanung memang pernah membuat berjudul “Doa Bilik Santri” dengan latar belakang pesantren Tebuireng. Bahkan pemeran utamanya diambil dari santri Tebuireng, yaitu Ustadz Amin Zein. Kini Ustadz Amin Zein inilah yang jadi penggiat di Tebuireng. (EM Mas’ud Adnan/bersambung)

Baca Juga: Bedah Buku KH Hasyim Asyari: Pemersatu Umat Islam Indonesia, Khofifah: Dahysat Secara Substansi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO