Ngeri, Para Remaja Jadi Teroris Gara-gara Tiga Pertanyaan Ini, Apa Saja?

Ngeri, Para Remaja Jadi Teroris Gara-gara Tiga Pertanyaan Ini, Apa Saja? Nasir Abbas, mantan teroris. foto: BANGSAONLINE.com

MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Mantan pelaku teror, Nasir Abbas, mengaku jadi sejak remaja, yaitu usia 18 tahun. “Memang usia remaja itu yang paling mudah dipengaruhi dan gampang direkrut,” kata Nasir Abbas saat memberikan testimoni tentang pengalamannya sebagai di hadapan ribuan santri Pondok Pesantren Amanatul Ummah Pacet Mojokerto Jawa Timur, Kamis (1/8/2019).

Menurut dia, anak-anak muda yang telat belajar agama sangat rawan sekali terjangkit radikalisme. Sebab ilmu pengetahuan agama mereka masih sangat dangkal. Ia memberi contoh pengalaman dirinya sendiri.

Baca Juga: Polda Jatim Kolaborasi dengan Ponpes Wali Barokah Bentengi Santri dari Pengaruh Radikalisme

“Saya dulu pada tahun 1987 dikirim ke wilayah konflik di Afghanistan berumur 18 tahun,” kata Nasir Abbas sembari mengatakan bahwa di Afghanistan ia diajari cara menggunakan senjata dan merakit bom. Sejak itu ia jadi yang ditugasi ke beberapa negara dengan nama dan identitas diri yang selalu berubah.

Siapa yang mengirim? “Ustadz Abu Bakar Baa’syir,” kata Nasir Abbas. Kini Abu Bakar Ba’asyir mendekam dalam penjara karena terlibat kasus me di berbagai daerah dan negara. “Saya ketemu kiai, tapi kiai yang gak benar,” katanya penuh nada penyesalan.

Ia mengaku bertemu Abu Bakar Baasyir di Malaysia saat usia 16 tahun. Sejak itu ia seperti kerbau dicocok hidungnya. “Saya sebenarnya gak tahu tapi saya ngikut saja. Karena itu adik-adik santri harus cerdas dalam memahami agama. Jangan seperti saya. Saya saat itu hanya ikut-ikutan saja,” kata Nasir Abbas kepada para santri Amanatul Ummah.

Baca Juga: Densus 88 Gelar Sosialisasi Kebangsaan di Lamongan

Nasir Abbas lalu memberi contoh cara dan strategi para merekrut calon anggota baru, terutama anak-anak remaja yang baru belajar agama Islam. “Coba adik-adik santri jawab. Lebih baik mana Al-Quran dan Pancasila,” tanya Nasir Abbas kepada para santri Amanatul Ummah yang memadati Masjid Raya KH. Abdul Chalim. Para santri itu langsung menjawab, “Al-Quran…”.

Nasir Abbas kemudian melontarkan pertanyaan lagi, “Lebih baik mana Nabi Muhammad dan Pak Jokowi.” Para santri langsung menjawab, “Nabi Muhammad...”

“Lebih baik mana antara negara Islam dan negara kafir,” tanya Nasir Abbas lagi. Para santri menjawab, “Negara Islam.”

Baca Juga: Ghibah Politik Ramadhan: Menyoal PBNU tentang Politik Dinasti dan Misi Gus Dur

“Nah, dengan jawaban-jawaban itu adik-adik santri tanpa terasa sudah terpengaruh dan masuk jaringan ,” kata Nasir Abbas. Kenapa? “Karena pertanyaan-pertanyaan seperti itu seharusnya tak perlu dijawab karena tidak selevel. Itu pertanyaan-pertanyaan salah. Masak Al-Qur’an dibandingkan dengan Pancasila. Masak Nabi Muhammad dibandingkan dengan Pak Jokowi,” kata Nasir Abbas.

Tapi itulah strategi para untuk mengelabuhi dan menjebak mangsanya, terutama untuk menjaring anggota baru. Dengan jawaban-jawaban itu, kata Nasir Abbas, para itu lalu mengembangkan doktrin.

“Kalau lebih baik Al-Quran mari kita ganti Pancasila dengan Al-Quran. Kalau negara Islam lebih baik dari negara kafir, mari kita ganti negara Pancasila yang kafir dengan negara Islam. Kalau lebih baik Nabi Muhammad mari kita ganti Jokowi. Tujuannya kan agar kita membenci Pak Jokowi,” kata Nasir Abbas. Saat itulah otak anak-anak muda mulai tercuci secara tidak sadar. Ngeri.

Baca Juga: Tiga Napi Tindak Pidana Terorisme di Lapas Kediri Nyatakan Ikrar Setia pada NKRI

“Membandingkan sesuatu itu harus selevel. Misalnya al-Quran dengan Taurat. Kalau al-Quran dengan Pancasila kan tidak selevel,” kata Nasir Abbas. “Nabi Muhammad dengan Pak Jokowi juga tidak selevel. Nabi Muhammad itu dipilih langsung oleh Allah, sedang Pak Jokowi dipilih oleh manusia,” tambahnya.

Menurut Nasir Abbas, masih banyak pertanyaan menjebak lainnya yang dikembangkan oleh . “Karena itu kalau adik-adik santri mendapat pertanyaan seperti itu jangan dijawab,” pintanya.

Nasir Abbas menuturkan, kini para dalam merekrut anggota baru tidak selalu dengan cara face to face atau tatap muka. Mereka memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. “Bisa lewat baca dan bisa lewat video,” kata Nasir Abbas.

Baca Juga: Cegah Ajaran Radikalisme Melalui Medsos, Polresta Sidoarjo Perkuat Barisan Netizen

Karena itu ia minta mewaspadai kelompok-kelompok radikal dan intoleran. Sebab me itu berawal dari sikap intoleran dan tidak mau menghargai perbedaan. Menurut dia, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) juga sama. HTI punya tujuan mengubah negara NKRI jadi khilafah. “Meski HTI sekarang tak terlibat kekerasan tapi mereka berusaha merekrut anggota polisi, TNI, yang pada saatnya mereka manfaatkan untuk melakukan aksi kekerasan,” katanya.

Bagi para , kata Nasir, mendirikan negara Islam itu fardlu ain. Karena itu, ketika mereka kesulitan mendirikan negara Islam di Indonesia, gerakan mereka melebar ke Singapura, Malaysia, dan negara-negara lain. “Mereka meyakini bahwa membunuh itu dapat pahala. Merusak dapat pahala. Mereka bilang Allah memerintahkan kita jadi ,” kata Nasir Abbas.

Nasir Abbas mengaku bersyukur ditangkap polisi setelah sekian tahun jadi . Ia memetik hikmah berupa kesadaran bahwa ia selama ini telah menganut paham yang salah dalama beragama. Karena itu, ia minta para santri cerdas dalam memahami agama agar tak terjerumus kepada paham radikalisme dan me seperti yang dialami dirinya. 

Baca Juga: Napiter Asal Semarang Bebas di Lapas Tuban

Seperti diberitakan BANGSAONLINE.com, sejumlah perwira menengah Mabes Polri dan Polda Jatim bersilaturahim ke Pondok Pesantren Amanatul Ummah Pacet Mojokerto Jawa Timur, Kamis (1/8/2019). Mereka menyosialisasikan tentang bahaya radikalisme dan me di depan ribuan santri Pondok Pesantren Amanatul Ummah yang diasuh Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, MA.

Para perwira menengah itu, antara lain: Kombes Pol Rudi Haryanto, Kasubdit Bintibsos Ditbintibmas Korbinmas Baharkam Polri dan Kompol Mayendra, anggota Densus AT 88 Mabes Polri. Sedang dari Polda Jatim adalah AKBP Iwan Setyawan, Dirbinmas Polda Jatim dan AKBP Soenardi, Kasubdit Bintibluh.

Dalam acara bertajuk “Program Quick Wins Kegiatan 4 Silaturahmi Kamtibmas Keluarga Besar Polisi” itu mereka membawa mantan pelaku teror yang kini sudah sadar yaitu Nasir Abbas untuk “testimoni” di depan ribuan santri yang memadati Masjid Raya KH Abdul Chalim.

Baca Juga: MUI Pasuruan Keberatan dengan Usulan BNPT yang akan Awasi Masjid untuk Cegah Radikalisme

Kiai Asep Saifuddin Chalim sangat mengapresiasi kehadiran para perwira itu. Ia juga minta agar para santri mencatat secara baik testimoni yang disampaikan Nasir Abbas di Masjid Raya KH Abdul Chalim. (tim) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO