Oleh: Em Mas'ud Adnan*
Indonesia – terutama Jawa Timur – memang sepotong taman surga. Tanah subur, pohon rimbun, air mengalir dan gunung bertebaran menghiasi alam. Indah luar biasa. Masih ditambah satu anugerah lagi: keajaiban alam!
Baca Juga: Geliatkan Wisata Pasca Pandemi, JTP 3 Gelar Dino Night Run
Lihatlah blue fire – api biru - yang terletak di Kawah Ijen, Curah Macan, Kalianyar, Sempol, Kabupaten Bondowoso atau Banyuwangi, Jawa Timur. Di kawah itu para wisatawan tidak hanya bisa menikmati blue fire, tapi juga sunrise (matahari terbit). Dua wisata unggulan sekaligus. Luar biasa.
Blue fire di Kawah Ijen muncul pada sepertiga malam akhir, tepatnya pukul 03:00 hingga 04:00 WIB. Biasanya, para wisatawan beranjak ke atas bukit pada pukul 01:00 malam. Maklum, perjalanan naik ke kawah yang airnya hijau itu memakan waktu sekitar dua atau tiga jam. Tergantung kekuatan dan kecepatan fisiknya.
Bisa jalan kaki, tapi bisa juga naik gerobak, memakai jasa para penambang belerang. Gerobak itu ditarik dan didorong oleh manusia. Ini unik dan khas.
Baca Juga: Wisata Sunrise Hill Gedong Songo Semarang, View Bukit Indah dan Harga Tiket di Bulan ini
Wisata blue fire Kawah Ijen bukan hanya memancarkan keindahan alam, tapi juga keajaiban yang menakjubkan. Siapa pun yang melihat anugerah alam ini pasti terpesona. Daya pikatnya dahsyat. Apalagi letaknya di atas bukit yang hawanya sangat dingin dan menyegarkan.
Nah. Dari Bondowoso kita bergeser ke Madura. Di pulau garam ini – tepatnya di Pulau Giliyang Kecamatan Dungkek Sumenep Madura – Tuhan menganugerahkan “oksigen terbaik” untuk bangsa Indonesia.
Pulau Giliyang atau Gili Iyang sangat istimewa. Selain panorama alamnya indah juga mengandung oksigen terbaik nomor dua di dunia setelah Yordania. Hasil penelitian LAPAN, oksigen di Pulau Giliyang 3,4 – 4,8 persen di atas normal. Begitu juga hasil penelitian Badan Lingkungan Hidup Sumenep, kandungan oksigen Pulau Giliyang di atas rata-rata wilayah lainnya, yaitu 21,5 persen.
Baca Juga: Pengkhianat, Waktumu Sudah Habis
Secara ilmu kesehatan, oksigen ini tidak hanya menyehatkan siapa saja yang menghirupnya, tapi juga dipercaya memperpanjang umur. Faktanya, usia penduduk di Pulau Giliyang rata-rata di atas 80 tahun bahkan 125 tahun. Hebatnya, meski usia mereka tua, tapi tubuh mereka sangat sehat dan trengginas. Gerakannya cepat dan aktif bekerja. Maka pulau Giliyang layak jadi wisata kesehatan.
Alhasil, Jawa Timur memiliki banyak potensi wisata alam kelas dunia. Blue fire dan oksigen Giliyang hanya sedikit contoh yang kita sebut. Masih banyak lagi wisata alam unggulan lain. Sebut saja Gunung Bromo Probolinggo, air terjun Madakaripura, Pantai Sarangan Magetan, pantai G-Land Banyuwangi dan lainnya.
Tapi sayang. Rasa syukur kita kurang. Buktinya, meski blue fire dan oksigen Giliyang merupakan pariwisata alam istimewa dan tingkat dunia, tapi kondisi infrastrukturnya masih merana.
Baca Juga: Resmikan Kampung Tani Jamsaren, Wali Kota Kediri: Cocok untuk Wisata Edukasi Urban Farming
Sarana dan prasarana penunjang wisata blue fire dan oksigen Giliyang sangat tak memadai, untuk tidak mengatakan memprihatinkan. Di lingkar kawah Ijen, misalnya, toilet terbatas dan jauh dari layak. Selain jumlahnya sedikit, juga - maaf - jorok. Para wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, sering harus antre panjang.
Apalagi sarana ibadah. Air wudlu susah. Musalla kotor. Padahal para wisatawan, terutama domestik, butuh sarana salat mengingat kawah ijen adalah wisata malam.
Begitu juga wisata Pulau Giliyang. Sarana transportasi menuju Pulau Giliyang tak memadai. Yang tersedia hanya perahu yang disewakan oleh warga setempat. Padahal perjalanan laut dari Dungkek ke Pulang Giliyang memakan waktu sekitar 45 menit hingga satu jam. Belum lagi ombak laut yang kadang besar. Banyak para wisatawan waswas, terutama yang belum pernah naik perahu.
Baca Juga: Jelang Musim Libur, Simak Tips Hadirkan Liburan Edukatif Bagi Anak
Idealnya, transportasi laut untuk pariwisata antar pulau adalah kapal feri. Atau paling tidak, speed boat. Dengan demikian, wisatawan, baik di perjalanan maupun ketika tiba di tempat tujuan, selalu senang.
Diakui atau tidak, terbengkalainya infrastruktur pariwisata langka itu terkait erat dengan terbatasnya wawasan para kepala daerah dalam bidang kepariwisataan. Mereka belum bisa melihat pariwisata sebagai salah satu sektor ekonomi potensial.
Karena itu, perlu perundang-undangan lebih ketat dan mengikat yang mewajibkan kepala daerah memiliki wawasan pariwisata konprehensif bahkan mondial. Dengan demikian, selama lima tahun menjabat mereka punya legacy konkret yang bisa ditorehkan dalam bidang kepariwisataan.
Baca Juga: Penguatan Peran BUMDes dalam Pembangunan Pariwisata
Selain itu pemerintah provinsi - dalam hal ini Jawa Timur - perlu memiliki kebijakan prioritas pengembangan wisata alam yang masuk kategori langka dan istimewa. Paling tidak, blue fire dan oksigen Giliyang harus diperjuangkan masuk kedalam destinasi wisata prioritas yang dicanangkan pemerintah pusat. Dari program “10 Bali Baru” yang pernah dicanangkan pemerintah pusat hanya Bromo Tengger Semeru di Jawa Timur yang masuk. Padahal Jawa Timur banyak memiliki distinasi pariwisata tak kalah indah dengan Bali, termasuk pantainya.
Maka sambil membenahi infrastruktur bersama kepala pemerintah daerah kabupaten dan kota masing-masing, pemerintah provinsi Jawa Timur perlu merancang provinsi ini sebagai tujuan utama wisatawan global, bukan wisata transit seperti selama ini yang hampir semua para wisatawan mancanegara bermuara ke Bali.
Maka Provinsi Jawa Timur perlu membranding wisata alam secara khas sesuai karakteristik Jawa Timur. Salah satu alternatifnya adalah wisata religius untuk memancing wisatawan Timur Tengah. Dengan demikian wisata Jawa Timur memiliki brand khusus, namun tetap dengan ikon dua wisata alam: blue fire dan oksigen Giliyang yang khas dan menyehatkan. Ini sesuai dengan teori marketing modern yang menyaratkan difirensiasi produk secara spesifik dan khas.
Baca Juga: Direkomendasikan Gubernur Khofifah, Inilah Keindahan Wisata Toron Samalem di Pamekasan
Ikon blue fire dan oksigen Giliyang ini penting bukan saja karena khas tapi juga langka sehingga berprospek mondial atau internasional mengingat di bumi lain sulit ditemukan. Nah, dari sinilah potensi ekonomi tinggi bisa diharapkan.
Demikianlah, anugerah Tuhan tersebut harus kita syukuri dengan cara mengembangkan potensi alam itu sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin, sehingga bermanfaat dan barakah bagi bangsa dan dunia.
*Em Mas'ud Adnan adalah Pemimpin Umum BANGSAONLINE.COM dan HARIAN BANGSA
Baca Juga: Berada di atas Permukaan Air Laut, Pantai Jumiang Bisa Jadi Rekomendasi Wisata di Pamekasan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News