Dua Ahli Tata Negara Beda Pendapat soal Pengangkatan Plt Kapolri

Dua Ahli Tata Negara Beda Pendapat soal Pengangkatan Plt Kapolri Komjen badrotin Haiti. Foto: bisnis.com

BangsaOnline-Presiden Joko Widodo () Jumat lalu menerbitkan dua surat keputusan. Keputusan pertama adalah memberhentikan Jenderal Sutarman dari jabatan Kepala Kepolisian RI. Sementara Kepres kedua adalah pengangkatan Komisaris Jenderal Badrodin Haiti sebagai Pelaksana Tugas Kepala Kepala Kepolisian RI.


Pemberhentian Sutarman sebagai Kapolri sudah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Namun untuk pengangkatan Badrodin sebagai Pelaksana Tugas Kapolri Presiden belum meminta persetujuan DPR.

Baca Juga: Polsek Prajurit Kulon Ikuti Peluncuran Gugus Tugas Polri Mendukung Program Ketahanan Pangan

Mantan Menteri Hukum dan HAM mengingatkan bahwa untuk mengangkat Plt Kapolri, Presiden juga harus meminta persetujuan DPR. Hal itu sesuai dengan pasal 11 ayat 5 Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI. 


"Dalam keadaan mendesak, Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri dan mengangkat pelaksana tugas Kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat," bunyi pasal 11 ayat 5 UU nomor 2 tahun 2002 yang dikutip detikcom, Sabtu (17/1/2015).

Presiden menurut Yusril bisa saja mengangkat Plt Kapolri tanpa lebih dahulu meminta persetujuan DPR bila memang ada alasan yang mendesak. "Alasan mendesak itu hanya dua jika Kapolri melanggar sumpah jabatan, dan membahayakan kehidupan bernegara," kata Yusril melalui akun Twitternya @Yusrilihza_Mhd seperti dikutip detikcom, Sabtu (17/1/2015).

Namun setelah Plt Kapolri diangkat, Presiden tetap harus memberikan penjelasan kepada DPR. Pada saat bersamaan Presiden harus menjelaskan kepada DPR tentang pemberhentian seorang Kapolri sehingga perlu mengangkat pelaksana tugas.

Berbeda dengan Yusril, ahli hukum tata negara Refly Harun mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo tidak lagi membutuhkan persetujuan DPR setelah menunjuk Plt Kapolri Komjen Badrodin Haiti. Hal ini karena Jenderal Sutarman diberhentikan dengan hormat secara tetap, bukan pemberhentian sementara. 


Refly menuturkan bahwa pemberhentian Jenderal Sutarman sudah sejalan dengan pasal 11 ayat 1 Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI yang berbunyi: "Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat." Hanya saja saat ini, calon Kapolri yang disetujui oleh DPR yaitu Komjen Budi Gunawan belum diangkat karena masih tersangkut kasus hukum.

"Ini bukan pemberhentian sementara, ini pemberhentian tetap yang diatur di pasal 11 ayat 1 dan sudah dapat persetujuan DPR. Penugasan wa untuk jalankan wewenang adalah konsekuensi kosongnya ," kata Refly saat dihubungi, Sabtu (17/1/2015).

"Persetujuan sudah didapat, untuk pengangkatannya masih belum bisa dilakukan karena Komjen Budi statusnya tersangka. Tidak ada aturan yang mengatur presiden meminta persetujuan DPR lagi," sambungnya.


"Pemberhentian Jenderal Sutarman tidak menyangkut ayat 5. Ini bukan keadaan mendesak dan pemberhentian sementara," ucap Refly.

Penunjukan Plt, menurut Refly, masuk ke dalam wilayah diskresi atau tidak diatur dalam UU. Namun, Presiden Joko Widodo tetap memiliki kewenangan sebagai kepala pemerintahan untuk menunjuk Plt.

"Penunjukan Plt tidak diatur dalam UU tapi presiden memiliki kewenangan. Ini aturan mengenai pemerintahan umum. Sebagai chief executive, presiden punya hak untuk kemudian mengisi kekosongan jabatan," jelas Refly.

Baca Juga: Silaturahmi Pj Gubernur Jatim, Kapolri dan Panglima TNI Singgung Insiden Berdarah di Sampang

Sebelumnya Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan penundaan pelantikan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri hingga batas waktu yang belum ditentukan. Keputusan ini, menurut Menko Polhukam Tedjo Edhy, sudah dikomunikasikan dengan ke DPR

Sumber: detik.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Presiden Jokowi Unboxing Sirkuit Mandalika, Ini Motor yang Dipakai':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO