BangsaOnline-Sorotan terhadap sikap Presiden Joko Widodo dalam menangani permasalahan antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian RI tak cuma datang dari dalam negeri. Media asing juga ikut menyoroti sikap Jokowi dalam menghadapi ketegangan ini.
The Economist, misalnya. Melalui artikel yang berjudul "Jokowi's Jinks", The Economist mengatakan para relawan mulai berbalik arah menjelang 100 hari pemerintahan Jokowi lantaran mereka kecewa melihat Jokowi memilih Komisaris Jenderal Budi Gunawan, seorang tersangka kasus korupsi, sebagai calon Kepala Polri.
Baca Juga: Dukung Swasembada Pangan, Menteri ATR/BPN: Butuh Tata Kelola Pertanahan yang Baik
"Relawan mengingatkan janji Jokowi memilih calon yang bersih, dan mengancam akan turun ke jalan jika janji itu diingkari," begitu isi tulisan The Economist yang terbit pada Sabtu, 24 Januari 2015 itu.
The Economist menyoroti sikap Jokowi yang terkesan ragu-ragu, apakah berpihak ke relawan atau PDI Perjuangan, partai yang mengusung Budi Gunawan. Sikap ini terlihat ketika Jokowi memutuskan menunda pelantikan Budi Gunawan. "Bukan membatalkan pelantikan."
Selain itu, The Economist juga menyoroti kebijakan-kebijakan Jokowi yang dinilai berani. Misalnya menolak grasi terpidana mati kasus narkotik dan menenggelamkan kapal-kapal pencuri ikan di perairan Indonesia. Kebijakan ini membuat sejumlah negara resah.
Baca Juga: Vinanda-Gus Qowim dapat Pesan Peningkatan Industri Pariwisata dari Jokowi
Peneliti Cyrus Network Hasan Batupahat mengatakan Presiden Jokowi harus berani bersikap tegas dan jelas untuk menyelesaikan perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian RI. Sebabnya, Jokowi memegang kepentingan seluruh rakyat Indonesia, baik yang memilihnya maupun tidak. "Jokowi banyak bertindak sebagai presidennya PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) dan Partai NasDem," kata Hasan dalam diskusi 'Ada Apa dengan Jokowi' di Eatology Cafe, Jakarta Pusat, Ahad, 25 Januari 2015. "Sebenarnya dia ini Presiden Indonesia apa presidennya PDIP?"
Hasan menceritakan rekam jejak Jokowi selalu membuat kebijakan yang bertentangan dengan kepentingan rakyat. Namun, saat menjadi Presiden, Jokowi tidak mempunyai kekuatan politik. "Yang punya kekuatan politik, ya, Mega dan Paloh. Pemerintahan akan bermasalah tanpa itu," ujarnya.
Peneliti PolTracking Institute, Agung Baskoro, juga menyatakan bahwa Jokowi sebagai presiden pilihan rakyat, harus bisa menegaskan diri sebagai panglima tertinggi di negeri ini. Ia harus bisa melepaskan diri dari segala tekanan partai-partai pendukungnya, dan menempatkan kepentingan bangsa di atas segalanya.
Baca Juga: Warisan Buruk Jokowi Berpotensi Berlanjut, Greenpeace Lantang Ajak Masyarakat Awasi Prabowo-Gibran
Sebab dari apa yang terjadi sekarang, Jokowi dipersepsikan publik masih dibawah bayang-bayang Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP. Kasus Komisaris Jenderal Budi Gunawan adalah indikasi Jokowi seperti tak berdaya oleh tekanan partai pendukungnya, terutama PDIP.
"Saya kira inilah momentumnya bagi Jokowi, melepaskan diri dari bayang-bayang Megawati," kata Agung Baskoro di Jakarta, Minggu (25/1/2015).
Saat ini kata Agung, bisa dikatakan, Jokowi belum sepenuhnya jadi Presiden pemegang hak prerogratif. Kasus Budi Gunawan adalah bukti, betapa Jokowi seperti tak berdaya oleh tekanan partai pendukungnya, terutama PDIP. Jadi sekarang saat publik menunggu bukti ditengah memanasnya hubungan Polri dengan KPK, Jokowi bisa tampil lepas sebagai seorang Presiden sebenarnya. Bukan Presiden 'petugas partai'.
Baca Juga: Di Banyuwangi, Khofifah Ucapkan Selamat untuk Prabowo dan Gibran
"Ini momentum bagi Jokowi membuktikan diri, dia Presiden yang tak lagi dibawah bayang-bayang Banteng. Bagaimana caranya Jokowi melepaskan diri dari bayang-bayang PDIP dan Mega? Salah satunya bisa dengan cara mengambil alih PDIP," kata Agung.
Sebelumnya, relawan Salam 2 Jari yang merupakan mesin utama pendukung Jokowi di Pilpres 2014 mengutarakan kekecewaan terhadap sikap tak tegas Jokowi soal penangkapan Bambang Widjojanto. Para relawan menuntut Jokowi berani keluar dari belenggu ketum partai pendukungnya.
Setelah kasus penunjukan tersangka korupsi sebagai calon Kapolri, kini Jokowi dianggap tak tegas menyikapi penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Polri.
Baca Juga: Di Penghujung Jabatan Presiden Jokowi, Menteri ATR/BPN Gebuki Mafia Tanah
"Sikap Presiden Jokowi dalam masalah Polri - KPK mengecewakan," kicau musisi Addie MS lewat akun twitter @addiems yang dikutip detikcom, Jumat (23/1/2015).
2 Jam sebelum berkicau soal kekecewaannya, Addie meminta Jokowi tegas menyikapi penangkapan Bambang Widjojanto. Namun akhirnya Addie kecewa.
Relawan Salam 2 Jari lainnya, Charles Bonar Sirait, menagih janji Jokowi untuk memilih orang-orang bersih di pemerintahannya. Dia yakin penangkapan BW terkait kasus Komjen Budi Gunawan.
Baca Juga: Khofifah Kembali Dinobatkan sebagai 500 Muslim Berpengaruh Dunia 2025
"Yuk Tagih Janji Kampanye @jokowi_do2 yang akan memilih orang baik dan anti Korupsi" #SaveKPK #KriminalisasiKPK #DukungKPK," kicau Charles.
"Baru di bulan ke-4, badai pemerintahan Jokowi sudah menggila. Tunjukkan nyalimu, Bapak Presiden. #saveKPK," kicau comic Ernest Prakasa lewat akun twitter @ernestprakasa yang dikutip detikcom, Jumat (23/1/2015).
Stand up komedian ini tergabung dalam Relawan 2 Jari pada Pilpres 2014 lalu. Dia menuntut Jokowi bersikap lebih tegas untuk menengahi konflik KPK vs Polri.
Baca Juga: Menteri ATR/BPN Hadiri Upacara HUT ke-79 TNI
Senada dengan Ernest, penyanyi Glenn Fredly juga meminta Jokowi bersikap lebih tegas. Glenn menuntut Jokowi mengabdi kepada rakyat, bukan partai pendukungnya.
"Pak Jokowi harus buktikan janjinya untuk pemberantasan korupsi & hanya tunduk pada konstitusi mengabdi pada rakyat bukan pada ketua partai," kicau Glenn Fredly lewat akun twitter @GlennFredly.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News