Keistimewaan Tenun Ikat Kediri, "Menjual" Buatan Tangan, Jadi Banjir Pesanan

Keistimewaan Tenun Ikat Kediri, "Menjual" Buatan Tangan, Jadi Banjir Pesanan Penenun sedang melakukan aktivitasnya. (foto: ist)

KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Dalam sehari, seorang penenun di Kota Kediri hanya mampu menghasilkan 1,5 lembar kain ukuran 250 x 90 cm dengan menggunakan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). Sekilas, meski tampak lambat dan akan kalah dengan industri, namun ternyata justru itu keunggulannya. Belum lagi promosi yang gencar dilakukan oleh Pemkot Kediri dengan berbagai cara, hal itu meningkatkan jumlah permintaan sehingga para pengusaha tenun kewalahan.

"Ada pesanan dari luar negeri, terpaksa kami tolak karena kami tak bisa mencukupi kuantitasnya," kata Eko Hariyanto, Pengusaha Tenun AAM di Bandar Kidul, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Senin (30/11/2020).

Baca Juga: Debat Publik Terakhir KPU Kediri Sukses, Dhito Kenakan Sepatu Produk UMKM

Eko mengaku, untuk mencukupi pesanan dari dinas dan perusahaan di lingkup Kota Kediri saja masih kurang.

Ia juga mencoba skema dengan KUB (Kelompok Usaha Bersama) Tenun Ikat Kediri yang sudah ada di Bandar Kidul yang Eko pernah menjadi ketuanya. Skemanya misalnya, satu pengusaha kebanjiran order, lalu mengambil barang milik pengusaha lain untuk memenuhi. Ternyata ini pun tak bisa, sebab masing-masing pengusaha juga berusaha memenuhi pesanan.

"Promosi dari pemkot mulai dengan DSF (Dhoho Fashion Street), dengan pameran, juga anjuran untuk pakai tenun bagi staf dinas memang menaikkan pesanan hingga semua produk terserap," tambah Eko.

Baca Juga: Menko Marves Resmikan Bandara Dhoho, Pemkab Kediri Dorong Percepatan Sarpras Pendukung

Namun sebagaimana karakter produk buatan tangan, lanjut Eko, skala produksi memang kecil. Bila ingin menambah volume produksi, maka harus menambah tenaga kerja. Ini tidak mudah. Selain perlu menambah ATBM, juga penenunnya. Eko mulai membina generasi muda, usia 20 tahunan yang minat dengan tenun. Butuh waktu 2-3 bulan untuk menjadi penenun yang bisa diandalkan.

"Tapi kami tetap ingin mempertahankan ATBM, sebab ini 'jualan' kita. Ini uniknya yang diakui orang luar sana. Kalau pakai mesin, lalu apa yang kita jual?," kata Eko.

Seperti diketahui, Kediri kini semakin banyak dikenal di luar kota. Beda sekali dengan 5 tahunan silam ketika ia ikut pameran di Jakarta. Orang tidak tahu bahwa di Kota Kediri ada . Jadi, promosi yang telah dilakukan pemkot membuahkan hasil. Selain juga kualitas Kediri diakui oleh para pemakainya, termasuk desainer.

Baca Juga: Sapa Masyarakat, Mbak Cicha Perkuat Visi Misi Dhito-Dewi Kembangkan UMKM

"Saya suka pakai Kediri ini, sebab kainnya padat. Kalau digunting tidak 'krepes' bubar. Tapi tetap solid walau ini dibikin dengan tangan," kata Priyo Oktaviano, desainer yang sudah 2 kali membuat koleksi Kediri di DSF ke-5 Tahun 2018 dan DSF ke-6 Tahun 2019.

Selain itu, lanjut Priyo, pewarnaan Kediri juga kuat dan tidak luntur. Bahkan pada cucian pertama di konsumen, warna tidak pudar.

Sementara itu, Ketua Dekranasda Kota Kediri Ferry Silviana Feronica mengungkapkan akan terus mempromosikan Kediri. "Harapannya tidak hanya terkenal, tapi juga memberi kesejahteraan pada para penenun," ujarnya. (uji/zar)

Baca Juga: Lewat FinFest 2024, OJK dan Pemkot Kediri Terus Tingkatkan Literasi Keuangan Masyarakat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO