SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) KH As’ad Said Ali mengaku mendapat pesan lewat WhatsApp (WA). “Ada teman kirim WA meminta pendapat saya soal berita pejabat yang sidak di Jln Jend Sudirman (Jakarta-Red), biasanya sepi pengemis, tetapi tiba-tiba banyak peminta bergerombol, pengemis dadakan, diduga rekayasa demi sang pejabat,” tulis Kiai As’ad Said Ali di akun pribadinya di Facebook: As’ad Said Ali, Rabu (6/1/2020).
Meski Kiai As’ad Said Ali tidak menyebut pejabat yang bersangkutan, tapi kini para tokoh dan netizen lagi ramai membicarakan manuver politik Menteri Sosial Tri Rismaharini yang sidak dan menenemukan sejumlah tunawisma di sekitar kawasan Sudriman-Thamrin, Jakarta Pusat (Jakpus). Kawasan ini termasuk wilayah elit di DKI Jakarta dan bersih dari gelandangan dan tunawisma. Sementara Risma sejak dilantik melakukan blusukan di beberapa tempat di Jakarta.
Baca Juga: Gus Ipul Tetap Jabat Mensos di Kabinet Merah Putih
Status Kiai As’ad Said Ali itu baru diunggah 5 jam lalu. Tapi sudah mendapat 403 like, 59 kali dibagikan, dan 41 komentar secara dialogis.
Menurut dia, kejadian semacam itu bukan hal baru. “Sejak jaman Machiavelli tempo dulu sudah ada, sebab kata tokoh Italia tersebut, “politik menghalalkan segala cara”,” kata alumnus Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta itu.
“Trik pejabat tersebut tergolong lumrah, tidak ada unsur kekerasan, meski kurang terpuji dari segi moral karena mengandung rekayasa tergolong murahan karena eksploitasi masyarakat yang termarginalkan,” tambahnya.
Baca Juga: Aktif Tanggulangi Kemiskinan di Jatim, Pj Gubernur dan Mensos Apresiasi Kerja Pilar Kessos
Ia juga menjelaskan, politik juga sering diartikan intrik (dasisah) dan bahkan diartikan muslihat/licik (khid’ah). “…atau akal-akalan yang penting menang, tujuan tercapai. Tinggal kata hati masing-masing,” tulisnya lagi.
Dalam era demokrasi, menurut dia, konotasi negatif politik itu tidak hilang. “Padahal nilai-nilai demokrasi mengajarkan kebebasan sejajar dengan keadilan, persamaan dan persaudaraan. Bahkan ditambah lagi unsur penghormatan terhadap HAM dan menghindari cara kekerasan. Tetapi prakteknya terkadang tdk seperti itu,” kata Kiai As’ad lagi.
Terlebih lagi pada era medsos atau pasca kebenaran. “Pencitraan menjadi elemen penting dalam politik. Misalnya dalam pemilu presiden di Amerika Serikat, meskipun perolehan suara Trump kalah, masih ngeyel dengan berbagai macam intrik mengaku menang. Timbullah drama politik yang lucu-lucu,” katanya.
Baca Juga: Mensos Ajak Kampus Ciptakan Ruang Setara untuk Disabilitas
Makanya, menurut Kiai As’ad Said Ali, para ulama membagi politik menjadi dua, yaitu politik kasta rendah (siyasah safilah) - politik semata untuk mencari kekuasaan belaka dan satunya lagi politik kasta tinggi (siyasah ‘aliyah)- politik yang mengutamakan kemaslahatan bangsa atau masyarakat.
“Jadi selalu ada pilihan, terserah anda. Yang jelas Pancasila mengajarkan politik yang etis dan bahkan relijius,” jelasnya.
Seperti dibeitakan, saat menyusuri kawasan Thamrin Jakarta, Risma sempat bertemu dengan 3 orang tunawisma. Mensos yang baru dilantik itu lalu mengajaknya ke tempat penampungan. Salah satu tunawisma yang ditemui Risma bernama Fitri. Ia mengaku tak punya rumah.
Baca Juga: Didatangi Mensos, Pemilik Rumah Tidak Layak Huni di Pamekasan Nangis
"Ibu mau ikut saya ya. Nanti saya kasih tempat tinggal. Mau ya? Mau? Tapi Ibu jangan ke mana-mana. Nanti ada yang jemput," kata Risma dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Senin (4/1).
Tapi saat dijemput, ternyata Fitri malah kabur. Hanya tersisa 2 tunawisma lainnya, yakni Faisal dan Kastubi. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News