Aburizal Bakrie Pernah Koma, Utang Nyawa pada dr Terawan

Aburizal Bakrie Pernah Koma, Utang Nyawa pada dr Terawan Dahlan Iskan. Foto: ist

SURABAYA, BANGSAONLINE.com Tenyata – akrab dipanggil Ical – punya cerita tersendiri dengan dr Terawan. Pengusaha kondang ini sempat jadi sorotan karena lebih percaya pada . Bahkan ia sudah menjalani .

Nah, bagaimana ceritanya, silakan baca tulisan Dahlan Iskan di Disway dan HARIAN BANGSA hari ini, Kamis, 15 April 2021. Di bawah ini BANGSAONLINE.com menurunkan secara lengkap tulisan wartawan kondang itu. Selamat membaca:

Baca Juga: Aneh, Baca Syahadat 9 Kali Sehari Semalam, Dahlan Iskan Masih Dituding Murtad

"SAYA ini berutang nyawa. Bagaimana tidak percaya," ujar , kemarin.

Saya memang menghubungi Pak Ical –nama panggilan konglomerat dan politikus itu– Selasa lalu. Tapi tidak berhasil. Ternyata beliau yang menghubungi saya, kemarin.

Utang nyawa yang dimaksud adalah peristiwa tahun 2012. Ketika Pak Ical menjabat Ketua Umum Partai Golkar yang lagi mau jadi calon presiden. Tidak banyak yang tahu peristiwa kritis tersebut. Dirahasiakan. Mengapa? "Kan waktu itu mau jadi calon presiden... Bisa payah...," katanya lantas tertawa.

Baca Juga: Pemilu Dungu, Pengusaha Wait and See, Ekonomi Tak Menentu

Sore itu, 2012 itu, Pak Ical sedang makan. Ketika menyuapkan sendok ke mulut, sendoknya mengarah ke pipi. Dicoba lagi, begitu lagi. Berarti tanda-tanda lagi terserang stroke.

Pak Ical dilarikan ke rumah sakit. Dirawat intensif di situ. Jangan sampai ada yang tahu. Menjelang tengah malam, Pak Ical koma. Dokter yang merawat, akhirnya memutuskan memindahkan Pak Ical ke RSPAD. Keluarga setuju.

Di RSPAD, Pak Ical langsung ditangani dokter Terawan Agus Putranto. Pakai DSA-nya yang sangat kontroversial itu. Pak Ical harus menjalani MRI dulu. Seluruh pasien yang akan menjalani DSA memang harus di-MRI lebih dulu –untuk melihat seluruh saluran darah di otak.

Baca Juga: Tiongkok Banjir Mobil Listrik

Melihat hasil MRI itu, perawat di RSPAD terkejut. Saluran darah praktis buntu semua. Sudah seperti tidak mungkin dilakukan DSA. Yakni dengan cara memasukkan kateter dari arah selangkangan menuju seluruh saluran darah di otak. Kateter itulah yang menembus satu saluran darah di kepala. Sambil membawa cairan ''pembersih''. Lalu ditarik sedikit. Untuk dimasukkan lagi ke saluran darah satunya. Ditarik lagi sedikit. Dimasukkan lagi ke saluran darah yang lain lagi. Sampai selesai. Sampai seluruh saluran darah yang buntu dibersihkan.

Tentu Pak Ical tidak tahu semua itu. Cerita tersebut ia dapat setelah sembuh –lalu diceritakan lagi ke saya kemarin. Malam itu juga Pak Ical siuman. Lalu sehat seperti secara spontan.

Pagi harinya Presiden SBY menelepon Pak Ical. "Pak Ical tidak boleh sakit," ujar Pak SBY seperti yang ditirukan pak Ical.

Baca Juga: Jokowi Ingin Jadi Ketum Golkar? Aburizal Bakrie: Tunggu 5 Tahun atau Ubah AD/ART

"Kok bapak Presiden tahu saya sakit?" jawab Pak Ical.

"Saya kan presiden," jawab Pak SBY –seperti yang diceritakan Pak Ical lantas tertawa-tawa: usaha merahasiakan sakitnya gagal.

Dengan cerita itu, Pak Ical ingin mengatakan bahwa kepeloporannya menjalani vaksinasi (Disway kemarin) bukan asal-asalan. Ada utang nyawa di baliknya.

Baca Juga: Hati Rakyat Sulit Dibeli, Partai Penguasa Gagal Menang

Bahkan juga nyawa istrinya.

Belum lama ini.

Pak Ical sudah membawa sang istri ke mana-mana. Termasuk ke Amerika. Tetap saja tidak sembuh. Sampai harus pakai kursi roda.

Baca Juga: Anak Muda Israel Full Stress

Tidak ada pemikiran sama sekali untuk ke dokter Terawan. Sakitnya kan tidak ada hubungan dengan pembuluh darah di otak. Ini beda. Ini soal kanker. Yang membuat sang istri sampai seperti orang terkena Parkinson.

Akhirnya: dibawa ke RSPAD. Ditangani dokter Terawan juga. Kali ini lewat fasilitas terbaru di rumah sakit itu –yang juga sangat kontroversial: cell cure. Maka sang istri pun menjalani cell cure. Ditambah DSA juga. Sembuh.

Utang pun bertambah.

Baca Juga: Doni Monardo Bekerja Habis-habisan

"Waktu beliau diberhentikan dari IDI saya bikin hastag #saveTerawan. Sampai Pak SBY pun ke hastag itu," ujar Pak Ical.

Tentu tetap ada yang kontra. Salah satunya mengirim surat terbuka ke saya. Yang berkirim surat itu bukan sembarang orang. Ia juga ilmuwan terkemuka –dari Semarang: Prof Dr dr Zaenal Muttaqin.

Inilah suratnya (dimuat apa adanya, Red):

Baca Juga: Di PSM Summit 2023, Gubernur Khofifah Dorong Lahirnya Sosok Inovator dari Kalangan Santri

***

Surat Terbuka utk YTH Bpk Dahlan Iskan:

PROSEDUR BAKU SAINS ( baca: RISET OBAT BARU, contohnya MOLNUPIRAVIR ini) jelas, bisa dilacak dan dilihat dan dipelajari oleh siapapun yg ingin tahu, orang awam maupun ilmuwan lain pun BISA dan BOLEH melihat nya). Jadi tidak ada DATA yang ditutup-tutupi, apalagi hasil analisa yg disembunyikan.

Sekarang juga kalau anda mau semua data ttg Obat Covid, termasuk studi pra-klinis, nya, Studi Klinin Fase1,2,3 tentang Molnupiravir ini bisa dilihat via Google. Juga data/ Track Record tentang Peneliti/ Researcher nya

JADIIII, Anak Bangsa pun, termasuk Terawan atau si Fulan, BISA dan BOLEH melakukan INOVASI apapun, asal Presedur Baku Sains JANGAN DITELIKUNG, dan DATA ini dibahas dan di PUBLIKASI kan di JURNAL ILMIAH/ Peer Reviewed Journal, BUKAN di depan PARLEMEN yang dipenuhi oleh Tekanan Politik ..

Zaenal Muttaqien

- dokter ahli bedah syaraf -

***

Prof Zaenal bukan sembarang dokter. Gelar doktornya diperoleh dari University of Hiroshima, Jepang. Ia sekarang menjadi dosen di Undip, Semarang. Di situlah dokter Zaenal mendapatkan gelar dokter.

"Gelar doktor bedah syarafnya diperoleh dengan predikat summa cum laude," ujar teman sealmamaternya dulu, yang juga teman saya.

Itu bukan surat terbuka pertama Prof Zaenal (banyak media menulisnya Zainal) tentang Terawan. Tanggal 13 Oktober tahun lalu, Prof Zaenal juga menulis surat terbuka. Judulnya: Terawan oh...Terawan.

Isinya: kecaman kepada Terawan yang dia nilai terlalu meremehkan Covid-19. Dua bulan setelah surat itu, Terawan dicopot dari jabatannya sebagai menteri kesehatan.

Kepada teman Prof Zaenal itu saya minta nomor kontaknya. Saya akan menghubunginya. Tapi sampai tulisan ini saya selesaikan saya belum berhasil memperolehnya.

Saya sendiri pernah mengusulkan agar hasil penelitian VakNus itu dibuka saja kepada publik. Tapi tim VakNus mengatakan apakah BPOM mengizinkan.

Waktu itu tim VakNus masih terikat dengan BPOM. Yang seluruh laporan ke BPOM itu sifatnya rahasia. Demikian juga balasan-balasan dari BPOM, distempel ''Rahasia''.

Rupanya nasib VakNus tidak sebaik konvalesennya Dr dr Monica. Yang meskipun juga ditentang akhirnya mendapat tempat di masyarakat. VanNus kelihatannya harus napak tilas jalan panjang konvalesen. Bahkan lebih panjang. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO