4 Sehat 5 Sempurna Diganti 8 Nutrisi Kitab Suci? Penelitian Bersandar Kitab Suci, Apa Ilmiah?

4 Sehat 5 Sempurna Diganti 8 Nutrisi Kitab Suci? Penelitian Bersandar Kitab Suci, Apa Ilmiah? Dahlan Iskan

SURABAYA, BANGSAONLINE.com Tulisan Dahlan Iskan kali ini sangat menarik. Wartawan kondang itu mengangkat hasil wawancaranya dengan Dr Tifauzia Tyassuma, M.Sc. Nah, ahli penyebaran virus/penyakit ini punya usul empat sehat lima sempurna diganti delapan nutrisi .

Wah baru nih? Silakan baca tulisan mantan menteri BUMN itu di Disway dan HARIAN BANGSA hari ini, Ahad 18 April 2021. Di bawah ini BANGASONLINE.com juga menurunkan secara lengkap. Selamat membaca:

Baca Juga: Dituding Murtad, Dahlan Iskan Jawab dengan Shalat

INI bukan tentang VakNus. Ini tentang ahli yang namanya sulit dieja: Dr Tifauzia Tyassuma, M.Sc.

Kita panggil saja Tifa. Yang keahliannya di bidang epidemiologi –penyebaran virus/penyakit– tapi kegiatannyi banyak di bidang nutrisi.

Buku-buku nutrisinyi banyak banget. Termasuk yang terbaru: Nutrisi Surgawi.

Baca Juga: Aneh, Baca Syahadat 9 Kali Sehari Semalam, Dahlan Iskan Masih Dituding Murtad

"Anda ini ahli epidemologi atau ahli nutrisi?" tanya saya.

"Saya ahli epidemolonutrisi," jawab Tifa lantas tertawa.

Tifa kini mengambil S-3 di Universitas Indonesia –tempatnyi pernah sebentar menjadi dosen. Penelitian S-3 Tifa bertolak dari buku nutrisi surgawi itu.

Baca Juga: Pemilu Dungu, Pengusaha Wait and See, Ekonomi Tak Menentu

Menurut Tifa, ''empat sehat lima sempurna'' sudah harus diganti dengan ''delapan nutrisi '': protein hewani, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, umbi-umbian, rempah-rempah, dan dua lagi saya lupa. Itulah makanan yang disebut dalam Alquran.

Saya sengaja hanya ingat yang enam itu. Saya terlalu percaya pada pembaca Disway yang pasti akan mengingatkan dua selebihnya. Lihatlah komentar-komentar pembaca Disway. Apa saja mereka tahu. Kadang saya malu kalah tahu dari mereka.

Yang saya tetap ingat adalah kacamatanyi. Dan senyumnyi. Dan giginyi.

Baca Juga: Tiongkok Banjir Mobil Listrik

Tifa memang meneliti khusus susunan gigi manusia. Yang 32 biji itu. Lihatlah, kata Tifa, gigi kita itu. Meski jumlahnya 32 tapi hanya terdiri dari 8 jenis –tiap jenis dua buah.

Delapan jenis gigi itu dibuat Tuhan secara sengaja. Agar cocok dengan delapan jenis makanan yang seharusnya dimakan manusia. "Gigi taring kan hanya dua buah. Berarti jatah untuk makan daging itu hanya 1/8 dari keseluruhan makanan yang kita makan," ujarnyi.

Semua itu akan jadi bahasan dalam disertasinyi.

Baca Juga: Hati Rakyat Sulit Dibeli, Partai Penguasa Gagal Menang

"Kalau itu bersandar pada apakah bisa diterima secara ?" tanya saya.

"Metode Pak Terawan saja bisa diterima. Yang level keannya di bawah. Yang saya lakukan itu seharusnya ditempatkan di level tertinggi dalam ilmu pengetahuan," jawab Tifa.

Orangnya memang pede. Sangat pede. Karena itu dia tidak mungkin jadi bawahan. Dia hanya sebentar jadi dosen di FK UI. "Saya tidak bisa kalau harus absen pagi dan sore," kata Tifa.

Baca Juga: Anak Muda Israel Full Stress

Sebagai orang yang akan mendasarkan nya pada , Tifa termasuk ilmuwan yang bisa menerima metode Terawan: empiric base.

Menurut Tifa, harus ada leveling di bidang . Tidak harus semua harus seperti disyaratkan BPOM. Penelitian seketat BPOM itu bisa dimasukkan level yang tertinggi kedua setelah holy research. Lalu harus dibuat model level berikutnya.

Meski bisa menerima model Terawan mengenai Xxx (saya sudah berjanji untuk tidak menulis kata VakNus) itu, Tifa tetap usul pada Terawan –lewat saya.

Baca Juga: Doni Monardo Bekerja Habis-habisan

"Janganlah menggunakan istilah VAKSINASI bagi metode dendritic cells immunotherapy," tulis Tifa pada saya.

Tifa pun bercerita kenapa: karena dari asal katanya saja, vaccination artinya metode untuk memasukkan kuman (virus) yang berasal dari sapi (Vacca) kepada tubuh manusia. Waktu itu, pionir asi, Edward Jenner, di tahun 1789, memasukkan Virus Variola dari Kuda (loh gimana sih kok malah kuda?) ke tubuh seorang remaja usia 15 tahun. Nama remaja kecil itu James Phepps. Itu untuk melihat apakah si James bisa mendapatkan kekebalan yang diharapkan.

James Phepps, waktu itu berumur 6 tahun, meninggal di usia 21 tahun.

Baca Juga: Di PSM Summit 2023, Gubernur Khofifah Dorong Lahirnya Sosok Inovator dari Kalangan Santri

Anak Edward Jenner sendiri, Janner, jadi kelinci percobaan bapaknya. Sang anak diberi injeksi kuman Variola setiap tahun. Janner, anak Edward itu, meninggal akhirnya. Kena pneumonia. Sad story.

"Jadi, saya usulkan ke Pak Terawan pakai saja nama Dendritic Cells Immunotherapy (DCI). Itu lebih bagus dan lebih tepat," tulis Tifa.

Untuk mudahnya lantas sebut saja I-Nu (Imunoterapi Nusantara). Nama I-Nu bisa lebih keren dan lebih millennial dari pada istilah Vaknus.

"I-Nu kalau diucapkan kan seperti I know. Saya tahu. Keren sekali," kata Tifa.

Usulnyi itu berdasar: ''Karena memang tidak ada sedikit pun virus atau pun potongan virus atau virus sintetis atau printing DNA atau spike atau apa pun dari virus itu yang masuk ke tubuh manusia," tulis Tifa.

Lebih mendasar lagi, Tifa ingin I-Nu bisa mengakhiri sejarah teknologi . Yang umur penemuannya sudah 200 tahun.

Era , kata Tifa, seharusnya sudah lewat.

I-Nu itu, kata Tifa, bisa membuat sejarah baru peradaban manusia. Yakni sebagai suatu terapi personalized sekaligus sebagai tonggak penting.

I-Nu bisa diartikan sebagai dimulainya "Era Personalized Medicine atau Precision Medicine. Yakni Kedokteran Abad 21. Yang lebih mengutamakan pendekatan personal bagi setiap kasus yang dihadapi setiap manusia".

Kalau kita bicara tentang personalized medicine, maka metodologi riset klinis atau clinical research methodology harus banyak diubah dan dimodifikasi.

Riset baru, kata Tifa, sudah harus mengikuti arah perkembangan kemajuan Ilmu. Termasuk yang disebut sebagai Randomized Controlled Trials (RCTs) –yang menjadi syarat mutlak dilakukannya terapi medis bagi manusia.

Ya memang, kata Tifa, risikonya besar: pabrik farmasi dan produsen akan marah-marah. "I-Nu itu kalau berhasil bisa diterapkan untuk menangkal virus dan kuman apa pun," kata Tifa.

Tifa, dokter dan S-2 nyi didapat dari Universitas Gadjah Mada Jogjakarta, masih punya usul lain: Terawan jangan pelit bagi-bagi ilmu. Bikinlah kursus sebanyak-banyaknya buat para dokter. "Agar mereka juga bisa praktik dengan I-Nu," kata Tifa, yang di tahun 1988 lulus SMAN 2 Jogjakarta.

"Saya pun mau ikut kursus itu". (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Tidak Mau di Vaksin, Wanita ini Malah Minta Ditembak Polisi':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO