SURABAYA, BANGSAONLINE.com-Wartawan
terkemuka Indonesia, Dahlan Iskan, menulis tentang berita yang lagi heboh dan
panas. Yaitu anggaran pembelian senjata yang angkanya mencapai Rp 1, 750 triliun.
Tapi benarkah direksi dan komisaris PT TMI yang ditunjuk untuk pengadaan senjata itu pengurus Partai Gerindra? Apa benar ini pertarungn mafia?
Baca Juga: Desak Presiden Prabowo Adili Jokowi, Massa Aksi 411 Serukan Ganyang Fufufafa
Silakan simak tulisan Dahlan Iskan di Disway, HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com pagi ini, Jumat 11 Juni 2021. Selamat membaca:
MENGAPA Menteri Pertahanan Prabowo Subianto disorot habis? Soal anggaran pembelian senjata Rp 1,750 triliun itu?
Ada dua jawaban.
Baca Juga: Gerindra Yakini Dhito-Dewi Bisa Jadi Perpanjangan Tangan Pemerintah Pusat
Pertama, dari para pengkritik. Yang paling depan seorang wanita: Connie Rahakundini. Yang belakangan namanyi viral. Video yang dia buat beredar luas. Prabowo ”habis” di video itu.
Saya juga menghubungi salah satu pengkritik itu. Prabowo dianggap salah. Mengapa ia menunjuk PT TMI untuk pengadaan senjata. Apalagi, direksi dan komisaris perusahaan tersebut adalah juga para pimpinan Partai Gerindra. Prabowo adalah ketua umum partai itu.
Kedua, keterangan dari orang dekat Prabowo. Saya juga menghubungi salah satu dari mereka. Prabowo dianggap hanya jadi sasaran balas dendam. Itu karena Prabowo akan menghabisi rezeki para pedagang senjata. Mafia senjata pun bergerak. Prabowo harus dihabisi.
Baca Juga: Pj Zanariah Beri Arahan ke Pejabat Struktural Pemerintah Kota Kediri
Pembelaan yang paling telak datang dari aktivis medsos: Ninoy Karundeng. Connie dihabisi total di situ. Luar dalam. Sampai soal pribadi. Connie dianggap bagian dari mafia itu.
Menurut Ninoy, kebijakan Prabowo itu sebenarnya misi Presiden Jokowi sendiri.
Semula saya ragu apakah Ninoy Karundeng itu benar-benar ada orangnya. Cara ”menghabisi” Connie luar biasa. "Ada. Ia teman baiknya Bang Birgaldo," ujar teman yang memang dekat dengan nama itu. Birgaldo adalah aktivis medsos yang belum lama meninggal dunia. Ia dianggap pendukung berat Jokowi di medsos yang tulus. Hidupnya sederhana. Tidak dapat jabatan komisaris. Ketika meninggal, ia sampai mendapat simpati besar. Mereka kumpul-kumpul uang untuk Birgaldo. Dapat Rp 1 miliar lebih.
Baca Juga: Koalisi CBD Kirim Hasil Analisis Ganja Medis ke DPR dan Presiden
Mengapa untuk misi mulia itu –kalau memang ada– para direksi dan komisaris tidak diminta berhenti dulu dari partai?
”Mungkin, untuk misi yang besar, Pak Prabowo hanya punya sedikit orang yang benar-benar bisa beliau percaya,” ujar orang dekat itu.
Kalaupun itu benar, komunikasi politiknya buruk: kesannya Prabowo lagi cari uang untuk biaya partainya. Siapa pun sedang senang mengaitkan semua kejadian dengan persiapan Pemilu 2024.
Baca Juga: Menteri ATR/BPN Ikut Retreat di Lembah Tidar Bareng Presiden Prabowo
Saya sendiri sudah tahu siapa itu PT TMI –Teknologi Militer Indonesia. Dari informasi media. Tapi, saya belum tahu persis di mana PT TMI akan berperan dalam pengadaan senjata: pembeli? Broker? Konsultan? Integrator?
Saya pun mereka-reka pikiran sendiri. PT TMI tidak mungkin sebagai pembeli, apalagi pembeli tunggal. Itu jelas-jelas melanggar. Juga, tidak mungkin sebagai broker. Itu juga jelas-jelas salah.
Sebagai konsultan? Juga salah. Ada prosedur tender untuk menunjuk konsultan.
Baca Juga: Gubernur, Bupati dan Walikota juga Bakal Gunakan Mobil Dinas Maung, Berapa Harganya
Satu-satunya yang mungkin, saat ini, adalah sebagai integrator.
Bisakah perusahaan swasta menjadi integrator pembelian senjata?
Jalan ke sana memang sudah terbuka. Sekarang ini. Sejak UU Cipta Kerja disahkan.
Baca Juga: Presiden BEM Unair Dapat Intimidasi, Dekan Bagong Suyanto Cabut Pembekuan BEM
Dulu, peran integrator itu harus BUMN. Berdasar UU Pertahanan. Tapi, sejak ada UU Omnibus, keharusan itu tidak ada lagi.
Apakah benar PT TMI ”hanya” sebagai integrator? Atau memang broker? Bahkan pembeli?
Itulah yang harus dijelaskan. Terbuka saja.
Baca Juga: Usai Dibentuk, Ketua DPRD Kota Batu Minta Komisi Langsung Bekerja Sesuai Tupoksi
Mungkin Menhan memang memerlukan ”kendaraan” untuk mengontrol visi dan misinya. Maka, ia gunakan yayasan milik Kementerian Pertahanan sebagai alat. Yayasan itulah yang kemudian membentuk PT TMI –dengan kepemilikan saham 99,9 persen. UU PT melarang pemegang saham tunggal. Maka, 0,1 persen saham PT TMI dipegang koperasi Kementerian Pertahanan –kelihatannya sekadar untuk memenuhi ketentuan UU PT.
Meski PT itu dimiliki yayasan Kementerian Pertahanan, secara hukum, tetap saja PT itu dianggap perusahaan swasta. Yang tidak mudah dilibatkan dalam pengadaan barang dari APBN. Agar tidak melanggar, mungkin perlu ada perpres untuk memayunginya sebagai integrator.
Tapi, untuk menjadi integrator, kan harus punya pabrik. Yang bisa mengintegrasikan berbagai bagian menjadi satu produk senjata. Atau, TMI akan bekerja sama dengan pabrik senjata.
Maka, tetap belum jelas akan sebagai apa PT TMI.
Masih ada pekerjaan lain yang harus dibereskan: bagaimana dengan keberadaan lembaga KKIP (Komite Kebijakan Industri Pertahanan). Yang dijamin oleh UU Pertahanan. Yang tidak dihapus oleh UU Cipta Kerja.
Ketua KKIP itu presiden. Ketua hariannya: Menhan. Wakil ketuanya: Menteri BUMN. Anggotanya: Menkeu, Menristek, dan beberapa menteri lagi.
Apakah keberadaan KKIP dianggap tidak relevan lagi? KKIP dianggap tidak bisa memberantas mafia? Terbukti, masih ada kasus pembelian pistol dari luar negeri, dengan harga luar negeri, padahal Pindad sudah bisa membuatnya dengan harga lebih murah?
Juga, masih sulit dilupakan: kok ada pembelian helikopter dulu itu. Yang hebohnya berbulan-bulan itu.
Mungkin tidak cukup perpres untuk menghilangkan peran KKIP.
Masih begitu, banyak pekerjaan. Padahal, masa kerja sebuah pemerintahan itu tidak lama. Hanya lima tahun. Sekarang tinggal tiga tahun. Masih begitu banyak kerikil yang harus disingkirkan. Lalu, kapan bisa dikerjakan.
Mafia sering sabar menunggu selesainya masa jabatan seseorang. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News