Banjir Bandang Batu-Malang Berdampak Psikologi Kaum Perempuan

Banjir Bandang Batu-Malang Berdampak Psikologi Kaum Perempuan Hidayatus Sholihah.

Oleh: Hidayatus Sholihah

Banjir bandang di Kecamatan Bumiaji, Kota Batu-Malang, Provinsi Jawa Timur, sungguh sangat memprihatinkan. Sebab, dampak yang ditimbulkan akibat musibah tersebut sangat banyak, terutama bagi kaum perempuan.

Baca Juga: BPBD Sebut Bencana Alam di Tuban Meningkat, Didominasi Banjir Bandang dan Puting Beliung

Banjir bandang yang terjadi pada tanggal 4 November 2021 di Kota Batu-Malang, serta beberapa wilayah lainnya disebabkan karena curah hujan yang tinggi. Selain karena faktor curah hujan, faktor adanya gangguan ekosistem di wilayah tersebut juga dapat berpengaruh.

Curah hujan yang cukup tinggi ini diperparah dengan kondisi tangkapan air di tanah yang sudah terbuka, menyebabkan banyak sekali erosi tanah dan batu.

Gangguan ekosistem ini terjadi di antaranya diakibatkan alih fungsi lahan oleh manusia, seperti penggunaan lahan untuk pertanian maupun permukiman.

Baca Juga: Anggota Komisi D DPRD Kota Malang ini Tinjau Banjir di Kedungkandang

Pengaruh tekanan penduduk dalam penggunaan lahan tidak lagi sesuai dengan daya dukung lingkungan, dan kemampuan lahan, juga salah satu faktor.

Hal inilah yang kemudian menjadi penyebab di Kota Batu-Malang, Jawa Timur.

Di Kota Batu misalnya, banyak lahan yang sudah dijadikan permukiman, perhotelan, bahkan tempat wisata yang dalam proses pembangunan tersebut sering kali kurang memperhatikan aspek dari lingkungan sekitar.

Baca Juga: Banjir Bandang Terjang Binangun Blitar, Puluhan Rumah Rusak dan Dua Hanyut

Dalam situasi bencana seperti yang terjadi di Kota Batu-Malang, implikasi dan dampak kerentanan yang dialami korban berbeda antara laki-laki, dan perempuan.

Hal ini kemudian memengaruhi perbedaan dalam mendapatkan akses terhadap sumber daya, kemampuan bertahan hidup, dan kemampuan memulihkan kehidupan. Terlebih, pada perempuan sebagai kepala keluarga, perempuan miskin, ibu hamil, ibu menyusui, dan lanjut usia (lansia). Apalagi saat ini masyarakat dihadapkan pada kondisi sulit pandemi Covid-19.

Dalam proses evakuasi warga yang terdampak , ada yang kehilangan tempat tinggal akibat kerusakan parah, bahkan ada yang kehilangan anggota keluarga. Mereka ditempatkan di lokasi pengungsia sementara sambil menunggu proses evakuasi selesai.

Baca Juga: Pastikan Penanganan Infrastruktur Berjalan Cepat, Bupati Trenggalek Lakukan Peninjauan

Padahal, bisa saja di lokasi bencana kerap muncul kekerasan berbasis gender dalam bentuk pelecehan dan kekerasan seksual karena beberapa faktor.

Di antaranya, sarana dan prasarana yang tidak responsif gender, misalnya MCK (mandi, cuci, kakus) yang belum terpisah antara laki-laki dan perempuan.

Lokasi yang terlalu jauh, minim penerangan, tenda pengungsian yang belum dipisahkan antara laki-laki dan perempuan, dan penyatuan beberapa keluarga dalam satu tenda.

Baca Juga: Personel Gabungan TNI-Polri Evakuasi Warga Terdampak Banjir Bandang dan Tanah Longsor di Ngawi

Kondisi ini juga akan berdampak dan memparah kondisi psikologis para korban terdampak, khususnya kelompok rentan di antaranya perempuan, orang tua, dan anak-anak

Untuk itu, perlunya peran dan perhatian Pemerintah secara cepat dalam melakukan sinergi lintas pemangku kepentingan dalam upaya meningkatkan perlindungan bagi perempuan dan anak dalam situasi bencana.

Langkah ini sebagai langkah konkret menyikapi terjadinya bencana, di mana perempuan dan anak merupakan kelompok yang paling rentan terdampak dalam peristiwa bencana tersebut. (*)

Baca Juga: Diterjang Banjir, Tembok Singhasari Resort Jebol, 2 Rumah Rusak dan 3 Kendaraan Hanyut

*Penulis adalah Mahasiswa S2 Program Magister Kajian Wanita Universitas Brawijaya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Video Detik-Detik Banjir Bandang di Wonosoco Kudus':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO