Presiden Marah, Ahok Disorot Kamera, Peluang Investasi Pertamina-PLN Besar Tapi Gagal Terus

Presiden Marah, Ahok Disorot Kamera, Peluang Investasi Pertamina-PLN Besar Tapi Gagal Terus Dahlan Iskan

SURABAYA, BANGSAONLINE.comPresiden Joko Widodo marah soal investasi dan penugasan pemerintah. Yang menarik, saat presiden marah itu wajah Komut Pertamina: Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) paling lama disorot kamera. O ya? Silakan baca tulisan wartawan terkemuka itu di HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com, Jumat pagi ini, 26 November 2021. Selamat membaca:

INILAH gaya marah Presiden Jokowi yang lain lagi. Lewat video. Yang beredar di Medsos tiga hari terakhir.

Presiden tidak lagi hanya menelepon dari lapangan. Kali ini Presiden Jokowi mengundang mereka ke Istana: jajaran direksi dan komisaris dua BUMN. Pertamina dan .

Diundang juga tiga menteri: , Menteri Investasi, dan Mensesneg.

Terlihat ada BTP di situ. Yang disorot kamera secara khusus. Basuki Tjahaja Purnama adalah Komut Pertamina. Ada juga Dirut Pertamina Nicke Widyawati. Yang hanya kelihatan sekilas. Wajahnyi tidak di-zoom kamera. Demikian juga Dirut Zulkifli Zaini. Dan direksi kedua BUMN itu.

Video itu panjangnya 28 menit. Tidak pakai MC atau pun kata pengantar. Begitu dimulai, presiden sudah terlihat di podium.

Tanpa teks.

Runtut.

Tiga hal yang disampaikan Presiden: perubahan besar dunia energi, penugasan pemerintah, dan investasi. Yang pertama itu jelas: apa yang harus dilakukan Pertamina dan terkait kesepakatan Glasgow. Yang Presiden Jokowi ikut menandatanganinya. Yang penggunaan energi fosil harus diakhiri secara bertahap.

Di antara tiga hal itu, presiden terlihat marah di soal investasi dan penugasan pemerintah.

Hari ini Disway menulis soal investasi. Besok tentang penugasan. Anak Alay bisa libur dua hari.

"Kesempatan investasi di Pertamina dan itu besar sekali," ujar presiden. "Asal Pertamina dan membuka diri."

Yang mau investasi, kata presiden, sampai antre. "Tapi kitanya yang ruwet. Di birokrasi dan di BUMN," ujar presiden.

Presiden memberi contoh di proyek Petrokimia Tuban, Jatim. Yang diinginkan jadi produsen Petrokimia sangat besar. Yang bisa mengganti banyaknya impor.

Proyek itu bukan baru. Sudah lama sekali. Macet terkena krisis moneter 1998.

Empat presiden setelah Pak Harto tidak berhasil menghidupkannya. Rumit sekali.

Ketika Pertamina dipimpin Karen Agustiawan berhasil maju satu langkah: Pertamina berhasil menjadi mayoritas mutlak di situ. Dengan demikian, mestinya, Pertamina bisa lebih mudah untuk menggandeng investor baru. Tidak perlu lagi terbebani masalah lama.

Presiden pun bercerita. Dengan nada gemes. Begitu dilantik di tahun 2014 beliau langsung ke lokasi itu. Tapi ketika ke Tuban lagi presiden masih menerima laporan yang sama. Tidak ada kemajuan. "Sampai Bu dirut saya bentak. Laporan seperti itu sudah pernah saya dengar," ujar presiden.

Rupanya presiden jengkel. Tendernya gagal terus. Sudah diulang dua kali. Belum juga berhasil.

Presiden juga menyebut nama investor Rusia: Rosneft. Yang sudah siap investasi sampai Rp 160 triliun di Tuban. Tapi, kata presiden, sampai sekarang baru masuk Rp 5 miliar.

Begitulah.

Rasanya Anda sudah tahu: Pak Harto merencanakan proyek raksasa Petrokimia itu di Tuban. Hasyim Djojohadikusomo sebagai investor: adiknya Prabowo Subianto itu. Nama proyeknya: Olefin Complex Development Project (OCDP).

Ada dua proyek besar di situ. Yang pertama: proyek Revamping Aromatic. Yang akan meningkatkan produksi Petrokimia berupa Paraxylene. Dari 600 ribu ton menjadi 780 ribu ton per tahun.

Awalnya proyek perluasan ini ditargetkan selesai 2022. Dengan gambaran yang disampaikan presiden itu, target tersebut mustahil tercapai.

Dimulai pun belum. Bahkan siapa investornya masih belum final.

Aromatic tahap pertama itu macet di zaman krismon 1998. Masuk BPPN. Di lakukanlah restrukturisasi.

Tahun 2003 proyek itu selesai. Bisa mulai berproduksi. Yakni di zaman Pertamina dipimpin oleh dirut –mungkin Anda pun sudah lupa namanya: Ariffi Nawawi.

Sejak itu Pertamina punya penghasilan bagus dari situ. Sangat menguntungkan. Lalu akan diperluas menjadi naik 30 persennya. Perluasan inilah yang tidak kunjung jalan. Yang membuat Presiden marah.

Proyek kedua di situ adalah New Olefin. Yang mencakup pembangunan Naphtha Cracker. Termasuk unit-unit downstream-nya. Di dalamnya ada produk Polyethylene (PE). Besar sekali: 1 juta ton per tahun. Juga Polypropylene (PP): 600 ribu ton per tahun.

Ini rencana yang luar biasa. Proyek kedua ini ditargetkan rampung pada 2024. Berarti juga tidak mungkin tercapai.

Dua proyek itu akan menghasilkan ''limbah'' besar sekali. Yang produknya bisa menjadi bahan baku Elpiji. Dalam jumlah sangat besar. Anda sudah tahu manfaat elpiji bagi Anda atau istri Anda. Dan juga bagi negara.

Proyek baru itu sebenarnya sudah cukup lama juga direncanakan. Hanya saja restrukturisasi kepemilikan lamanya sangat rumit. Itulah sebabnya Pertamina, zaman itu, mengambil alih dulu semua kepemilikan di proyek itu.

Maka datanglah raksasa Rosneft. Di awal pemerintahan Presiden Jokowi. Di masa menteri BUMN Rini Suwandi.

Media memberitakannya secara luas: bangga, Indonesia diminati investor raksasa kelas dunia. Yang akan menanam investasi sampai Rp 160 triliun.

Klik Berita Selanjutnya

Lihat juga video 'Emak-emak di Surabaya Kecewa Tak Bisa Foto Bareng Jokowi':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO