Menurut Kiai Malik Madani, saat itu Kiai Miftah sebagai Rais Syuriah PWNU Jatim datang sendiri ke kantor PBNU Jakarta.
“Membujuk saya untuk mau mengesahkan PCNU Babat. Tentu saja saya - apalagi Mbah Sahal sebagai Rais Aam yang sangat taat azas - menolak mentah2 bujukan itu,” tutur Kiai Malik Madani.
“Begitulah, keinginan adanya PCNU Babat tidak terwujud semasa Mbah Sahal menjabat Rais Aam,” lanjut Kiai Malik Madani.
Sayang, tutur Kiai Malik Madani, setelah Mbah Sahal wafat, peggantinya sebagai Pj. Rais Aam mengambil kebijakan lain. Yaitu memerintahkan Kiai Malik Madani sebagai Katib Aam untuk mengesahkan PCNU Babat guna menghindari kegaduhan.
“Akhirnya, dengaan berat hati dan karena tradisi ketaatan santri kepada kiai, Katib Aam ikut menandatangani SK yang aneh itu. Itulah fakta pengalaman saya berhubungan dengan Kiai Miftah dalam urusan organisasi,” kata Kiai Malik Madani.
Kiai Malik Madani kemudian menambahkan. “Sebenarnya Kiai Miftah hanya berani merayu saya sebagai Katib Aam. Dia tidak berani menghadap Mbah Sahal. Tapi, harapannya dengan berhasil membujuk saya untuk tanda tangan, pasti Mbah Sahal tidak sulit untuk ikut tanda tangan. Karena keyakinan beliau (Mbah Sahal) bahwa saya sudah menelaah dengaan teliti surat yang akan beliau tandatangani. Sebelumnya surat itu sudah ditandatangani oleh Ketum (Said Aqil Siroj) dan Sekjen, tapi mentok di meja Syuriah. Begitu ceritanya,” tutur Kiai Malik Madani.
Menurut Kiai Malik Madani, pada masa-masa itu sudah biasa surat-surat yang lolos di meja Tanfidziyah harus mentok di meja Katib Aam, sebelum maju ke meja Rais Aam.
"Saya berusaha sekuat tenaga untuk tidak menyajikan "racun" kepada Rais Aam," kata Kiai Malik Madani.
Ia berharap kebiasaan aneh Kiai Miftahul Akhyar itu tidak dibawa ke MUI. “Semoga kebiasaan "aneh" dalam berorganisasi ini tidak dibawa ke MUI tempat yang bersangkutan menjabat sebagai Ketua Umum, supaya tidak membuat malu kita semua di mata umat dan bangsa. Semoga pengalaman saya ini bisa menjadi 'ibrah bagi kita, terutama dalam menyikapi gonjang-ganjing NU saat ini!,” harapnya.
Sementara KH A Wahid Asa merespons tulisan Kiai Malik Madani tersebut. Menurut dia, apa yang disampaikan Kiai Miftah ke PBNU itu hasil musyawarah PWNU Jatim untuk mengatasi perpecahan di Lamongan.
"Bukan pelanggaran. Ketika itu saya sebagai Wakil Ketua PWNU Jatim. Waktu itu saya ditunjuk Pjs PCNU Lamongan. Bersama Abah Jono," tulisnya. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News