Mendiskusikan Kembali Slogan Gresik sebagai Kota Wali dan Santri
Wartawan: M. Syuhud Almanfaluty
Sabtu, 30 September 2017 18:00 WIB
"Untuk bisa merubah itu harus dilakukan penataan. Tidak boleh orang per orang, semua harus terlibat. Terlebih pemerintah selaku pemegang regulasi," katanya.
"Untuk menuju ke sana, kuncinya bagaimana harus diperjuangkan. Ya harus dengan keikhlasan dan tawakal. Nantinya hasilnya urusan Allah. Yang penting prosesnya diperjuangkan," ajaknya.
KH Robbach menegaskan, dalam mewujudkan Kota Wali dan Santri, yang lebih besar adalah peran pemerintah selaku pengambil kebijakan. "Caranya, pemerintah bisa melarang praktik rentenir, meminta perusahaan tidak melarang karyawan atau buruh berjilbab, melarang warung pangkon dan lainnya. Pemerintah harus memberikan contoh," katanya.
Ia juga menyinggung soal pemerintahan di Gresik yang menurutnya sarat akan praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). "Itu yang saya rasakan saat menjadi bupati. Seperti tradisi fee proyek dengan alasan untuk ini dan itu. Kuncinya MUI berani apa nggak ndandani (memperbaiki) itu semua," pungkasnya.
Sementara Ketua MUI Gresik KH. Mansoer Shodiq menyatakan dialog ini digelar setelah banyak masyarakat yang mempertanyakan predikat Kota Wali dan Santri. "Jadi, banyak sekali masyarakat yang mempertanyakan masih layakkah Gresik menyandang slogan Kota Wali dan Santri. Makanya, dengan hasil dialog ini akan diberikan kepada Bupati Sambari Halim Radianto untuk menyusun konsep atau program untuk mewujudkan Gresik dengan slogan Kota Wali dan Santri. MUI akan terus memperjuangkan agar predikat Gresik sebagai Kota Wali dan Santri tetap melekat," terangnya. (hud/rev)