Jadi Kapolri, Tito Diminta Berantas Teroris Tak Langgar HAM

Jadi Kapolri, Tito Diminta Berantas Teroris Tak Langgar HAM Calon tunggal Kapolri Komjen Pol Tito Karnavian saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR RI, Kamis (23/6).

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Anggota Komisi III DPR Abdul Kadir Karding mengakui bahwa calon tunggal yaitu Kepala BNPT Komjen sangat berpengalaman di bidang terorisme. Namun menurutnya memberantas terorisme seharusnya tanpa mengacuhkan HAM.

"Untuk masalah terorisme, kita tak perlu menggarami lautan, Pak Tito expert di bidang itu. Tapi yang jadi catatan kritis kita, bagaimana penanganan radikalisme terorisme itu mengakomodasi kebutuhan akan HAM. Saya kira ini pekerjaan sulit. Di satu sisi terorisme berbahaya, di satu sisi polisi diminta sesuai dengan HAM. Ini tantangan di lapangan. Kalau ngomong di DPR ini gampang. Kalau kita di lapangan sangat sulit. Kita butuh strategi luar biasa," kata Karding dalam fit and proper test di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/6).

Selain itu, Politikus PKB juga menyoroti persoalan penanganan kasus narkoba. Menurutnya peningkatan kasus narkoba dari tahun ke tahun mengalami eksalasi luar biasa.

"Hari ini di kampung-kampung sudah menjadi hal biasa, bukan tabu. Kami tidak melihat peran yang signifikan terkait hal ini," tuturnya.

Bahkan Karding menyayangkan ada anggota polisi yang justru menjadi pemakai dan pengedar narkoba. Bahkan lebih dari itu menurutnya jika ada anggota polisi menjadi backing kasus tersebut harus diberantas juga.

"Banyak di antara teman polisi yang ikut jadi pemain dalam narkoba ini. Kita akan support total full untuk lawan narkoba ini secara jelas. Jangan hanya omongan, tapi ada langkah terukur bahwa narkoba ini hanya bisa dibandingkan bahaya-bahaya subjek lain," pungkasnya.

Seperti diketahui, Tito tak sendiri saat mengikuti uji kompetensi dan kelayakan di DPR ini. Ada sejumlah jenderal yang mendampinginya, duduk berjajar di belakang Tito.

Beberapa di antara mereka ialah Kabarharkam Komjen Putut Eko Bayuseno Akpol '84, Kalemdikpol Komjen Syafrudin Akpol '85, Kapolda Metro Irjen Moechgiyarto Akpol '86, Kapolda Sulsel Irjen Anton Charliyan Akpol '84, Kadiv Propam Irjen M Iriawan, Asrena Irjen Arif Wachyunadi Akpol '84, Kakorlantas Irjen Agung Budi Maryoto Akpol '87, Kadiv Humas Irjen Boy Rafli Amar Akpol '88, dan sebagainya.

Usai lolos tes di DPR menjadi calon , Komjen berjanji akan memperluas wacana aparat penindak terorisme dengan pelajaran HAM. Hal tersebut agar penindakan di lapangan tak kebablasan melanggar hukum.

"Anggota-anggota petugas, ini kita harus berikan pemahaman tentang HAM. Bekerjasama dengan Komnas HAM, Dikkum, dan lain-lain. Itu yang pertama. Kemudian nanti saya memberikan briefing khusus kepada mereka, senior-seniornya Densus, saya kira saya mantan Kadensus ya," kata Tito.

"Supaya mereka lebih hati-hati dalam menggunakan kekuatan yang kekerasan," imbuhnya.

Namun Tito menegaskan, upaya perlindungan HAM jangan sampai mengorbankan prajuritnya. "Jangan sampai mereka menjadi takut. Kalau takut bisa bahaya lagi. Kita larang mereka menggunakan kekerasan, lawannya menggunakan kekerasan. Akhirnya mereka menjadi patah hati. Itu akan lebih berbahaya, nanti kelompok ini bisa lebih bebas melakukan aksinya," tuturnya.

Selain itu menurut Tito, setiap ada korban meninggal pada saat penindakan, maka harus dilakukan pemeriksaan internal. Sebab menurutnya kemungkinan besar terindikasi pelanggaran prosedur.

"Santoso di gunung itu kan mereka ketemu maunya tembak-menembak. Prinsipnya, sepanjang mereka mengancam keselamatan petugas dan masyarakat dengan senjata yang mematikan, bom atau senjata, maka mereka harus mengambil resiko juga untuk berhadapan dengan aparat negara yang terpaksa harus melumpuhkan mereka," pungkasnya.

Di sisi lain, Ketua Dewan Pembina Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Busyro Muqqodas menilai perlu adanya Dewan Pengawas Datasemen Khusus (Densus) 88. Sebab, pada Densus 88 sangat rentan penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan. Belum lagi, panduan dalam penanganan terorisme dalam RUU Antiterorisme yang masih kabur pengertiannya.

Busyro menilai, Dewan Pengawas Densus akan berfungsi melakukan chek and balance dalam melihat fungsi Densus dalam memberantas terorisme. Sejarah menyatakan, apa yang sudah dilakukan Densus 88 kerap kali salah kaprah. Sederet kasus salah tangkap dan salah tembak menjadi salah satu bukti bahwa kinerja Densus harus diawasi.

"163 (terduga teroris) ditangkap dan ada yang ditembak. Tapi belum bisa terbukti bahwa mereka tergabung dalam jaringan terorisme. Kinerja Densus sangat sensitif, maka harus berhati-hati. Dalam hal ini, perlu ada lembaga pengawas," ujar Busyro seperti dilansir Republika.

Busyro kecewa dengan sikap Calon , Komjen , yang menyatakan tak perlu adanya pengawasan tersebut. Padahal, kata Busyro, Tito merupakan sosok yang bisa menjadi angin segar dan aktor pembaru di tubuh .

Dengan sikap Tito yang antipati atas pengawasan membuat citra Tito menjadi buruk. Awalnya Busyro berharap, Tito sebagai tokoh muda di bisa membawa perubahan dan independensi .

"Tito itu tokoh muda, harusnya bisa menjadi pemimpin yang jujur, independen dan membawa perubahan. Kami siap ada di belakang Tito dan mendukung Tito kalau ia bisa bekerja secara jujur dan terbuka," ujar Busyro.

Lebih jauh dari itu, Busyro melihat Tito mempunyai tantangan besar untuk bisa membawa perubahan pada Densus. Jangan sampai, kinerja Densus malah akan membuat umat Muslim menjadi korban dan membuat masyarakat jadi tak bisa bergerak.

Busyro berharap dengan naiknya Tito menjadi , maka pemikiran dan dasar kerja dilandasi oleh pemikiran intelektual. Juga terbuka dan menjunjung tinggi demokrasi. Pada Densus sendiri, Busyro berharap Tito bisa membuka diri agar fungsi dan kerja Densus bisa diawasi. (rol/tic/mer/lan)

Sumber: republika.co.id/detik.com/merdeka.com

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO