Rencana Nikah Saya Batal Karena Hitungan Weton Orang Tua | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Rencana Nikah Saya Batal Karena Hitungan Weton Orang Tua

Editor: Nur Syaifudin
Wartawan: .
Sabtu, 03 September 2022 10:02 WIB

Dr. KH Imam Ghazali Said

>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Dr. KH. Imam Ghazali Said. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<

Pertanyaan:

Assalamualaikum Wr. Wb. Kiai Said yang saya hormati, mohon pencerahannya atas problem yang saya alami. Saya dan pacar saya sudah saling mencintai dan rencana nikah pun sudah pasti. Namun tiba-tiba orang tua saya tidak setuju dengan alasan " rel="tag">hitungan tidak cocok. Jika pernikahan diteruskan, salah satu pasti akan ada yang mati.

Saya dan pacar saya sangat terpukul mendengar putusan orang tua. Calon istri sangat depresi.

Apakah saya harus percaya dengan seperti itu? Kalau saya tetap menikah saya kuatir disebut anak tak berbakti. Terima kasih jawabannya.

(Firman - Surabaya)

Jawaban:

Inti dari permasalahan yang Mas Firman hadapi adalah masih adanya sebuah kepercayaan terhadap pengaruh atau hitungan jawa terhadap baik buruknya kehidupan Bapak di masa yang akan datang. Hal demikian itu termasuk bagian dari bentuk syirik kecil, yang mempercayai baik buruknya seseorang atau kehidupan ini didasarkan bukan kepada Allah. Padahal, hanya Allah lah yang mengetahui segala bentuk kebaikan dan keburukan di masa yang akan datang.

Sesuatu yang hubungannya dengan masa depan adalah ghaib dan hal yang ghaib hanya Allah jua yang mengetahui. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt yang berbunyi:

“Katakanlah: "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah". (Qs. An-Naml:65).

Begitu juga percaya dengan nasib buruk karena sesuatu hal seperti, , panjang pendeknya nama, hari lahir, dan hitungan-hitungan jawa itu dilarang oleh Rasulullah saw. Sebuah hadis laporan dari Abu Hurairah yang menyatakan :

لَا طِيَرَةَ وَخَيْرُهَا الْفَأْلُ قَالَ وَمَا الْفَأْلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْكَلِمَةُ الصَّالِحَةُ يَسْمَعُهَا أَحَدُكُمْ

“Tidak boleh ada Tiyaroh (pesimis/memprediksi bernasib buruk), yang baik adalah optimis. Para sahabat bertanya: “Apa itu optimis Ya Rasul?”. Beliau bersabda: “kata-kata yang baik dalam kesuksesan untuk diperdengarkan”. (Hr. Bukhari:5755)

Maka, mendasarkan nasib baik dan buruk kepada hal-hal di atas itu bentuk kecil dari mempersekutukan Allah. Oleh sebab itu kepercayaan seperti ini harus dihilangkan.

Dalam hal ini, bisa saja Bapak tetap memaksa pernikahan itu terjadi dan tidak mematuhi orang tua. Sebab taat itu hanya dalam hal kebaikan, bukan maksiat apalagi sesuatu yang menyekutukan Allah. Hal ini sebagaimana hadis laporan sahabat Ali ra yang menyatakan :

لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوف

“Tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan, taat itu hanya ada pada kebaikan”. (Hr. Bukhari:7257)

Namun, karena ini adalah masalah keluarga dan agar tidak memutuskan tali silaturahmi di antara keluarga Bapak, maka langkah yang paling tepat adalah Bapak minta bantuan kiai atau ustadz agar bisa membantu memberikan pemahaman yang benar menurut agama tentang nasib baik dan buruk. Terutama hal yang berkenaan dengan dan hitungan jawa.

Semoga langkah ini dapat membuka pandangan masyarakat jawa yang turun temurun tentang nasib berdasarkan . Amin. Wallahu a’lam.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video