Santri yang Mampu Padukan Islam-Pancasila | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Santri yang Mampu Padukan Islam-Pancasila

Rabu, 13 Januari 2016 18:10 WIB

Oleh: Salahuddin Wahid

Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng

20. Peran pesantren dan ulama amat besar termasuk dalam perjuangan kemerdekaan dan mempertahankannya. Peran ulama dan pesantren yang tidak banyak diketahui ialah dukungan terhadap program KB. Yang mampu membuat pemikiran memadukan Islam dan Pancasila bukanlah profesor dari universitas terkemuka, tetapi KH Achmad Siddiq santri KH Hasyim Asy'ari di Pesantren Tebuireng. Sebagai penghargaan terhadap peran pesantren itu, maka Pemerintah menetapkan adanya Hari Santri yang dipilih pada 22 Oktober sesuai dengan saat dikeluarkannya fatwa Resolusi Jihad. Penghargaan itu bagus tetapi hanya akan terasa seremonial belaka apabila tidak ada kebijakan nyata dari Pemerintah untuk membantu peningkatan mutu pesantren yang berjumlah sekitar 28.000. Kebijakan semacam itu sebenarnya adalah suatu "affirmative action" untuk warga yang terlupakan yang kebanyakan berada di pelosok-pelosok. Program pemerintah harus ikut blusukan, bukan hanya Sang Presiden.

21. Cukup banyak pesantren yang sudah mendirikan Sekolah Tinggi Agama Islam atau Institut Agama Islam dan hanya beberapa yang sudah mendirikan universitas. Ideal sekali bila pesantren yang mendirikan universitas ini, terutama yang berada di daerah pedalaman (rural areas), mendapat bantuan anggaran yang memadai dari Pemerintah supaya bisa menyelenggarakan pendidikan tinggi yang bermutu. Jumlah anak usia kuliah di pedalaman yang bisa masuk kuliah di kota besar hanya 6-7%, angka yang kecil bila dibandingkan dengan yang tinggal di kota besar (sekitar 27%). Keberadaan universitas di daerah pedalaman akan mengurangi ketimpangan desa-kota dan mengurangi urbanisasi. Juga akan mendinamisasi para pemuda sehingga bisa lebih bersaing.

Islam Nusantara

22. Salah satu masalah yang menjadi pertanyaan dalam diri saya ialah adanya program atau proyek yang mencantumkan nama Islam Nusantara didalam lingkungan Kementerian Agama. Saya tidak tahu sejak kapan Islam Nusantara menjadi program didalam , setelah dikumandangkan oleh NU atau sebelumnya? Kalau dilakukan sebelum NU memakai nama Islam Nusantara, dipastikan bahwa tidak mengikuti NU. Kalau dilakukan setelahnya, apapun keadaan sebenarnya, masyarakat akan menilai bahwa mengikuti NU.

23. Setelah NU mengumandangkan nama Islam Nusantara menjelang, selama dan setelah Muktamar ke-33, timbul banyak suara menentangnya, baik dari dalam kalangan NU apalagi dari kalangan luar. Saya membaca bahwa KH Hasyim Muzadi mengatakan bahwa istilah "Islam Nusantara" itu kurang tepat, lebih tepat istilah "Islam di Nusantara".

24. Saya ingin memberi komentar bukan pada substansi Islam Nusantara, tetapi pada aspek lain. Saya mengambil misal bahwa produk apapun (barang, makanan, ajaran) yang sudah diminati orang banyak dengan nama tertentu, tidak ada kebutuhan untuk mengganti nama. Jadi akan timbul pertanyaan, apakah ada perubahan dalam ajaran Islam sehingga kita harus mengganti nama? Islam yang kita kenal selama ini di Indonesia adalah Islam yang dikenal sebagai Islam yang disebarkan tanpa adanya dukungan kekuatan militer, kekuatan politik atau kekuatan dana. Islam itu dikenal sebagai Islam Ahlus Sunnah wal Jama'ah atau Islam Rahmatan lil alamin. Istilah itu sudah memberi gambaran yang jelas tentang Islam di Nusantara sehingga tidak ada kebutuhan untuk mencari nama baru, apapun nama itu.

Masa Depan

1. Wajar dan relevan kalau timbul pertanyaan bagaimana keberadaan Kementerian Agama di masa depan? Apakah struktur dan ruang lingkup tugasnya tetap seperti sekarang? Apa tetap menjadi kementerian teknis yang operasional atau menjadi kementerian negara yang hanya merumuskan kebijakan?

2. Dulu ada Direktorat Jenderal Peradilan Agama. Setelah UU Peradilan Agama diundangkan (1989) maka masalah peradilan agama menjadi wewenang Mahkamah Agung. Kini Peradilan Agama menjadi peradilan kedua terbesar setelah Peradilan Umum. Berarti perpindahan itu membawa perbaikan terhadap kegiatan pelayanan peradilan agama.

3. Pada saat membahas RUU Sisdiknas, ada usulan untuk menggabungkan ditjen pendidikan Islam kedalam Depertemen Pendidikan, tetapi tidak disetujui DPR. Para anggota DPR dari ormas Islam yaitu NU, HMI, Muhammadiyah dan lain-lain, menolak usulan tersebut. Jadi mungkin saja di masa depan akan muncul usul untuk menggabungkan ditjen Pendidikan Islam kedalam Kementerian Pendidikan.

4. Pada saat ini tidak ada kebutuhan untuk melakukan hal itu. Lebih baik kita fokus pada kerja keras membantu madrasah yang sebagian besar swasta dalam meningkatkan mutu guru madrasah dan kesejahteraannya. Juga membantu pesantren yang nyaris terabaikan oleh Pemerintah. Harus dibuktikan bahwa penetapan 22 0ktober sebagai Hari Santri tidak hanya seremonial belaka.

5. Sudah sejak lama muncul gagasan supaya penyelenggaraan haji diserahkan secara bertahap kepada swasta dan semacam Badan semi pemerintah yang bertanggungjawab pada Presiden. Kini tengah dilakukan proses membentuk Badan Pengelola Keuangan Haji. Apakah di masa depan pengelolaan haji itu akan tetap ditangani oleh Kementerian Agama atau oleh Badan seperti di atas. Kalau ada Badan tersebut, maka Kementerian Agama akan menjadi regulator dan Badan itu menjadi operator.

6. Apapun pilihannya, yang terpenting pelayanan terhadap siswa/santri dan terhadap jemaah haji adalah yang paling utama. Saya teringat penuturan LHS saat ditanya oleh Najwa Shihab dalam acara Mata Najwa, apakah yang terlintas dalam pikirannya saat diangkat menjadi menteri agama? LHS teringat pada ucapan Gus Dur bahwa didalam departemen agama segala hal ada, kecuali agama.

7. Ucapan Gus Dur itu amat ekstrim. Saya pernah menyatakan dalam berbagai kesempatan bahwa kementerian agama adalah kementerian, bukan agama. Artinya yang lebih berperan adalah kaidah dan norma kementerian, bukan kaidah dan norma agama. Jangan sampai kaidah kementerian (yang bernuansa negatif) terlalu mendominasi kaidah agama (yang bernuansa positif).

8. Kita harus berani mengakui bahwa di kementerian agama, kaidah kementerian masih terlalu dominan dibanding kaidah agama. Banyak kasus menimpa pejabat termasuk dua menteri. Saya tahu betul bahwa LHS itu bersih, tidak ada niat memanfaatkan jabatan, tapi masih perlu membuktikan bahwa dia juga membersihkan. LHS harus punya banyak mata dan banyak telinga yang bisa dipercaya dalam perjuangan membuat kementerian agama lebih bernuansa agama.

 

 Tag:   Opini gus-solah Kemenag

Berita Terkait

Bangsaonline Video