​Gus Im Mukasyafah? Tahu Saat Bu Sinta Mau Kecelakaan | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

​Gus Im Mukasyafah? Tahu Saat Bu Sinta Nuriyah Mau Kecelakaan

Editor: MMA
Selasa, 04 Agustus 2020 19:36 WIB

KH. Hasyim Wahid (Gus Im). foto: ist.

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Ketokohan KH. Hasyim Wahid (Gus Im) baru terungkap ke publik setelah cucu pendiri NU Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari itu wafat,  Sabtu (1/8/2020) lalu. Maklum, Gus Im dikenal sebagai tokoh di balik layar, bahkan misterius. Sehingga hanya kalangan terbatas dan orang tertentu saja yang tahu sepak terjang Gus Im dalam pentas nasional, termasuk dalam pergerakan anak-anak muda NU.

Padahal banyak sekali peran strategis Gus Im dalam pentas nasional. Di antaranya, Gus Im mampu menarik para debitur bandel ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) saat ia menjadi konsultan ketika jadi presiden. Mereka, antara lain, Tommy Winata, Bambang Trihatmodjo, dan Tommy Soeharto.

“Mungkin karena saya sudah lama kenal mereka, sejak 1980-an,” kata Gus Im dalam petikan wawancaranya dengan Majalah Tempo, pada tahun 2000.

Yang menarik, di balik kiprah strategisnya itu ternyata Gus Im dikenal sebagai sosok mukasyafah. Apa itu mukasyafah?

Mukasyafah berasal dari kata bahasa Arab kasyafa yang berarti tersingkap. Artinya, bisa mengetahui sesuatu yang tersembunyi, termasuk yang ghaib. Dalam bahasa Jawa, werruh sa’durungi winarah.

Imam Ghazali menyebut mukasyafah sebagai ilmu fauqa thuril aqli, ilmu di atas puncak akal dan pengetahuan. Mukasyafah memang cenderung bermakna supranatural, baik dalam perspektif Rubbiyah (ketuhanan), maupun ghaibiyah (tentang hal-hal ghaib) berdasarkan kemampuan personal yang diraih lewat riyadlah untuk mempertajam mata batin.

Namun, mukasyafah tidak bersifat permanen, tapi tergantung kondisi spiritual. Jika kondisi spiritual prima, ia berpeluang mendapat mukasyafah. Sebaliknya, jika kondisi spiritualnya drop, ia kembali tidak merasakan apa-apa.

Tapi benarkah Gus Im mukasyafah? “Sepertinya begitu,” kata KH Fahmi Amrullah (Gus Fahmi), cucu Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari kepada BANGSAONLINE.COM, Selasa (4/8/2020).

Sebelumnya, Gus Fahmi, Kepala Pondok Putri Tebuireng Jombang itu, memposting isi WA , putri di Grup WA para alumni Pesantren Tebuireng.

Dalam WA itu Yenny bercerita tentang keistimewaan Gus Im. Menurut Yenny, Gus Im pernah tinggal lama bersama keluarga di Ciganjur.

“Om Iim memang istimewa. Beliau sempat tinggal lama bersama kami di rumah Ciganjur,” tutur .

Suatu hari, tutur Yenny, sepulang sekolah, Gus Im tiba-tiba keluar kamar dengan wajah panik. Gus Im bertanya keberadaan Nyai Hj Sinta Nuriyah Wahid, ibunda .

“Mama di mana,” tanya Gus Im mencari tahu keberadaan Bu Sinta, seperti ditirukan Yenny.

“Saya jawab bahwa Mama sudah berangkat keluar rumah. Om Iim langsung berucap: waduh! dengan wajah sedih,” kata Yenny.

Ternyata kepanikan dan kesedihan Gus Im itu suatu isyarat bahwa Bu Sinta bakal mengalami kecelakaan.

“Siangnya kami mendengar kabar Mama dan Eyang Solichah kecelakaan mobil yang akhirnya membuat Mama lumpuh sampai sekarang,” tutur Yenny. 

Misteri Gus Im juga diceritakan Jimmy S Harianto, mantan Redaktur Kompas. Gus Im dan Jimmy sama-sama penggemar dunia perkerisan. Menurut Jimmy, suatu saat Gus Im tiba-tiba datang ke kantornya. Gus Im “memaksa” membeli Tombak Nenggala milik Jimmy. Ternyata Tombak itu menjadi cermin pemimpin negeri ini.

yang partainya PKB hanya meraih 12 persen pada Pemilu 1999, mengalahkan Megawati di Pilpres. Padahal pemimpin partai pemenang pemilu (PDIP Perjuangan) ini menang di pemilu 33 persen. Lha kok di sidang MPR, yang didaulat Poros Tengah ini menang 60 suara, 373 lawan Megawati 313 suara!,” tulis Jimmy.

Begitu juga ketika akan jatuh. Gus Im sudah tahu. “Suatu ketika Gus Im bermuka muram, mendung dan bertutur, “sedang tidak sependapat dengan “suheng” nih..,” gerutu Gus Im. Menurut Jimmy, suheng atau Guru Besar adalah sebutan jika Gus Im menunjuk , abangnya.

Ternyata jatuh dan diganti Megawati.

Begitu juga tentang prahara Mei 1998. Menurut Jimmy, sebelum tahun 1988, tiba-tiba Gus Im menitipkan banyak sekali senjata tradisional: anak panah dari Papua, pedang, tombak dan segala macam senjata tajam di sebuah pojokan ruang tamu rumah kontrakan Zainal, ahli warangan asal Madura.

“Kebiasaan. Gus Im selalu “meramalkan” situasi politik melalui tosan aji, kepada teman-teman perkerisan, tidaklah asing,” tulis Jimmy di Kompasiana.

Dan ternyata, tulis Jimmy, “….beberapa bulan setelah titipan berbagai senjata itu, terjadilah kerusuhan Mei 1998 yang mengerikan itu.” (MMA)  

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video