Kisah Penderita HIV/AIDS di Bojonegoro yang Diasingkan Warga | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Kisah Penderita HIV/AIDS di Bojonegoro yang Diasingkan Warga

Editor: Revol
Wartawan: Eky Nurhadi
Minggu, 29 Maret 2015 18:12 WIB

MA, penderita HIV/AIDS yang dikucilkan warga. (Eky Nur Hadi/BANGSAONLINE)

BOJONEGORO (BangsaOnline) - Siang kemarin (28/3), di salah satu Desa di Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro cuacanya cukup panas. Sinar matahari terasa menyengat ditubuh, saat wartawan BangsaOnline.com mencoba menyambangi salah satu rumah penderita HIV/Aids yang dikucilkan oleh keluarga dan warga sekitar.

Tepat pukul 13.25 WIB wartawan koran ini tiba dirumah MA, nama inisial (44). MA tinggal di rumah berukuran sekitar 4x6 meter berdinding anyaman bambu yang letaknya jauh dari pemukiman warga. MA diasingkan warga sekitar karena menderita penyakit HIV/AIDS, letaknya tidak jauh dari aliran Sungai Bengawan Solo, yang melintas di Kabupaten Bojonegoro.

Sambutan ramah diberikan MA. Saat itu ia sedang berada di ruang belakang. Rumah tersebut hanya memiliki dua ruang, ruang depan dan belakang. Ruang depan menjadi ruang tamu juga sekaligus sebagai tempat tidur dan ruang keluarga. Sedang ruang belakang merupakan dapur.

Diruang depan terdapat satu buah televisi, almari pakaian dan kasur lantai yang sudah tampak lusuh. Diruang tamu juga terdapat beberapa kardus yang berisikan pakaian bekas serta mie instan, bantuan dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur dan organisasi masyarakat lain.

MA merupakan salah satu pasien HIV/Aids yang masih dalam proses penyembuhan. Sehingga masih perlu mendapat pendampingan dari instansi terkait dalam bidangnya. Diagnosa dokter menyebutkan MA positif menderita HIV/AIDS.

MA mengaku awal perjalanannya untuk sembuh karena inisiatif diri sendiri untuk berobat. Seiring berjalannya waktu, kemudian dia mendapat dukungan dan pendampingan dari berbagai komunitas, maupun Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Bojonegoro. Sejalannya waktu, MA tidak mendapat bantuan secara terus-menerus, justru ia diasingkan oleh warga yang jauh dari perkampungan warga di desa setempat.

"Dulu rumah saya campur dengan warga lainnya, tetapi setelah tahu kalau saya menderita HIV disuruh pindah yang jauh," ujarnya.

Dia menceritakan, penyakit yang derita itu baru diketahui pada bulan Agustus 2014 lalu. Ceritanya, saat itu dia sedang berjalan sambil menggendong anaknya yang sekarang berusia lima tahun di Jalan wilayah Kermil, Surabaya. Kebetulan, saat itu di jalan tersebut sedang ada razia Pekerja Seks Komersial (PSK), sehingga ia ikut diciduk petugas.

"Tahunya menderita HIV/AIDS pas selesai terjaring razia itu. Saat itu dilakukan tes kesehatan di Lembaga Pondok Sosial (Leponsos), Surabaya, ternyata dikasih tahu petugas, saya positif menderita penyakit itu," ceritanya.

Setelah divonis menderita penyakit mematikan itu, kemudian dia menjalani masa rehabilitasi di Kabupaten Kediri. Setelah menjalani masa rehabilitasi kemudian pada tanggal 17 November 2014 dia kembali ke Bojonegoro. Disitu kemudian pihak keluarga maupun warga sekitar mengetahui penyakit yang diderita MA. Alhasil, perlakuan asing oleh warga dilakukan kepada MA, bahkan pihak keluarga pun seolah mengusirnya.

"Setelah keluarga tahu saya langsung disuruh pindah dari desa sini, warga lain juga nyuruh pindah. Tapi oleh perangkat desa tidak boleh dan disuruh tinggal disini saja (jauh dari pemukiman warga,red)," terangnya.

Ia mengakui jika saat di Surabaya itu menjadi pekerja seks komersil (PSK). Bahkan dia sudah lima tahun menjadi PSK tersebut. Sehingga penyakit yang dideritanya itu diduga tertular dari lelaki hidung belang yang pernah dilayaninya.

"Tinggal di Surabaya sekitar lima tahun, kemudian saya memiliki suami dan memiliki empat orang anak," katanya.

MA menceritakan kembali ke Bojonegoro ini dengan harapan bisa mendapat perhatian lebih baik dari Pemerintah setempat maupun dari pihak keluarga. Namun selama di rumah, dia justru kerap menjadi gunjingan warga. Sehingga dia jarang keluar rumah untuk berinteraksi dengan warga sekitar.

"Kalau keluar hanya mengantar anak bungsu saya ke sekolah PAUD, itupun saya menyendiri, karena warga takut," terangnya.

Berbagai usaha untuk bersosial dengan masyarakat sudah pernah dilakukan. Namun justru hal itu menjadi cambuk bagi dirinya. Bahkan saat ia mengajak berbicara dengan tetangganya tak pernah digubris. "Saya sadar diri, kemudian sekarang jarang keluar rumah," ujarnya lirih.

Untuk kehidupan sehari-hari, dia hanya bertumpu pada suaminya yang masih rutin mengirim uang sebesar Rp100.000 dua minggu sekali. Menurut MA, suaminya itu saat ini menjadi supir di daerah luar jawa.

Terpisah, Sekretaris KPA Bojonegoro, Jhony Nur Harianto mengatakan, penularan penyakit HIV/AIDS hanya bisa terjadi jika penderita melakukan hubungan seksual, kemudian bergantian memakai jarum suntik. Sehingga dia memastikan jika penyakit yang diderita MA itu tidak menular kepada warga lain kalau hanya bertatap muka maupun berbicara kepada MA.

"Kalau hanya interaksi biasa itu tidak bisa menular, kecuali berhubungan badan baru bisa menular. Saya harap masyarakat mengerti tentang ini agar korban (MA) tidak diperlakukan seperti ini (diasingkan,red) soalnya kasihan," terangnya.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video