IKN Tak Pakai Tanah Prabowo, Tapi Tanah Sukanto Tanoto dan Bukit Soeharto

IKN Tak Pakai Tanah Prabowo, Tapi Tanah Sukanto Tanoto dan Bukit Soeharto Dahlan Iskan

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Inilah poho-pohon yang pernah jadi ''emas hijau'' di Kaltim. Yang meski tidak banyak menghasilkan pembangunan di daerah tapi telah menciptakan banyak orang kaya di Jakarta dan Surabaya. Juga di Singapura. Dan di Malaysia.

Pohon apa saja. Apa usul Dahlan Iskan terhadap pemerintah untuk Ibu Kota Nusantara ()?

Baca Juga: Aksi Heroik Relawan Jalan Kaki ke IKN, Khofifah Titipkan Udeng Madura

Silakan baca tulisan wartawan koondang itu di BANGSAONELINE.com di bahwa ini:

LALU soal pohon Pasak Bumi itu. Yang harus ada di hutan masa depan

Sabar.

Baca Juga: Menuju IKN, AHY Hadiri Peresmian dan Penyerahan Sertifikat Istana Garuda

Dari exit tol km 36 itu, ternyata perlu waktu lebih lama dari yang saya perkirakan: 1 jam 10 menit. Berarti dua jam dari jembatan Mahakam Samarinda. Atau 2 jam 40 menit. Kalau dari Bandara Samarinda.

Pun dari Bandara Balikpapan. Masih perlu waktu 1 jam 40 menit. Berarti memakan waktu lebih lama daripada Bandara Narita ke Tokyo. Meski jaraknya lebih dekat. Yang penting saya tiba di pintu gerbang Ibu kota Negara yang baru. Teman saya turun dari mobil. Ke pos penjagaan. Gerbang ini dipasangi portal. Kelihatannya itu portal lama. Yang dibangun perusahaan. Agar truk yang keluar masuk terkontrol.

Truk-truk itu mengangkut kayu. Hasil hutan. Besar-besar. Sejenis trailer. Karena itu jalan masuk ke ini lebar sekali. Itulah jalan yang amat bersejarah. Para pelestari lingkungan menyebut "itulah jalan yang menghancurkan hutan".

Baca Juga: Menparekraf Sebut Investasi IKN dari Luar Negeri Sentuh Angka Rp1 Triliun

Di masa lalu.

Jalan lebar masa lalu itu masih utuh sampai sekarang. Dulu untuk angkut kayu gelondongan yang ditanam Tuhan. Kini untuk truk pengangkut hasil hutan industri. Yakni hutan yang sengaja ditanam untuk dipanen.

Dan kini, tahun ini, jalan itu sekalian menjadi akses masuk ke ibu kota negara yang baru. Tanpa melarang truk-truk raksasa itu mondar-mandir di situ.

Baca Juga: Menteri AHY Siapkan Baseline Program Pertanahan dan Tata Ruang Untuk Transisi Kepemimpinan

Untuk memasuki , portal PT ITCI itu harus dibuka. Berarti ada prosedur administrasi di pos depan ini. Hanya 3 menit. Setelah proses administrasi selesai, portal dibuka. Posisi portal itu kira-kira 50 meter dari pinggir jalan raya Samarinda-Banjarmasin.

Ada ''halaman'' yang cukup luas di depan pos jaga itu. Untuk mobil yang antre melewati portal. Terlihat juga sebuah bus wisata ikut antre di situ.

Tidak ada gerbang khusus yang dibangun untuk menandai bahwa Anda memasuki . Mungkin belum. Siapa tahu, kelak, gerbangnya tidak di sini. Bisa saja ini gerbang sementara. Memanfaatkan gerbang perusahaan pemilik lahan di sana.

Baca Juga: Menteri AHY Terbang ke IKN Hadiri Renungan Suci HUT RI ke-79

Memang begitu.

Ini adalah jalan masuk ke kompleks HTI. Luas sekali. Hutan tanaman industri ini, Anda sudah tahu, milik konglomerat Sukanto Tanoto.

Baca Juga: Usai Sidang Tahunan DPR RI, Menteri AHY Bertolak ke Kaltim Hadiri Upacara HUT RI ke-79

Truk-truk besar keluar masuk portal itu. Mengangkut kayu. HTI di ini milik PT ITCI Hutani Manunggal. Sukanto Tanoto hanyalah pemiliknya.

Inilah kawasan HTI yang luasnya lebih 160.000 hektare. ITCI, ketika masih dimiliki oleh pengusaha Amerika, melakukan pembabatan hutan di kawasan itu. Tapi ITCI juga melakukan reboisasi.

Saya tidak tahu proses yang terjadi. Belakangan areal ITCI itu menjadi milik Sukanto Tanoto dan Prabowo Subianto. Keduanya meneruskan menanam kayu hutan di situ. Untuk bahan baku pabrik kertas.

Baca Juga: Kenakan Pakaian Adat Sulsel, Menteri AHY Hadiri Upacara Penurunan Bendera Merah Putih di IKN

Jalan masuk yang lebar ini masih berupa tanah. Dilapisi sirtu. Tidak diaspal. Truk-truk besar akan menghancurkannya.

Saya menyusuri jalan masuk itu. Kanan-kirinya penuh pepohonan. Tumbuhnya rapi. Batangnya kecil-kecil. Tinggi-tinggi. Lurus-lurus. Daunnya tidak banyak.

Itulah pohon eucalyptus. Yang sengaja ditanam. Untuk dijadikan bubur pulp. Bahan baku kertas.

Baca Juga: SIG Pamerkan Aplikasi Semen Hijau dan Solusi Beton Berkelanjutan di IKN

Melihat tingginya, pohon eucalyptus di jalan masuk ini sudah berumur sekitar 4 tahun. Ia akan ditebang di umur 6 tahun. Dipanen. Kayunya diangkut ke Palalawan di Riau. Di situlah Tanoto punya pabrik pulp dan pabrik kertas yang sangat besar –bersaing besar dengan pabrik pulp dan kertas milik Sinar Mas.

Deretan pohon tinggi itu pun lewat. Pemandangan berikutnya adalah pohon-pohon muda. Baru berumur sekitar 2 tahun. Berarti pohon yang lama sudah dipanen.

Di area berikutnya terlihat tanaman eucalyptus yang sudah lebih besar. Sudah berumur 3 tahun. Begitulah. Selalu ada yang ditebang, selalu pula ada yang baru ditanam.

Perjalanan di dalam kompleks inti ini pun mencapai 10 menit. Sampailah saya di "menara Eiffel". Yakni tower kerangka besi yang tingginya melebihi pohon. Tower itu mencolok. Menjulang. Warnanya kuning. Sudah vintage. Sejak Orba. Yang meresmikan dulu adalah Mensesneg Soedarmono yang juga ketua umum Golkar.

Berarti tower itu sudah sangat tua. "Sudah tidak boleh lagi dinaiki," ujar petugas di situ. Dulunya tower tersebut untuk petugas pengawas: untuk mendeteksi kebakaran hutan.

Saya berhenti di bawah tower itu –yang kini juga termasuk kawasan inti . Tower ini bisa jadi ikon darurat .

Ketika kami berhenti di situ, terlihat dua tronton besar datang dari arah depan nan jauh. Mereka mengangkut kayu tebangan. Berarti jalan besar ini masih berlanjut sampai jauh di sana. Jauh sekali.

"Kalau saya terus ke sana, jalan ini sampai di mana?" tanya saya.

"Sampai di kawasan HTI-nya Pak Prabowo," ujar petugas itu.

Apakah mencakup kawasan milik Pak Prabowo?

"Tidak," katanya. Berarti benar, tidak menggunakan tanah Prabowo.

Tanah Tanoto pun tidak diambil semua. ''Hanya'' diambil 42.000 hektare. Tidak sampai sepertiganya.

Yang diambil lebih besar adalah kawasan hutan milik negara: Tahura Bukit Soeharto. Hanya saja Tahura itu tidak masuk kawasan inti. Kawasan inti ya di HTI-nya Sukanto Tanoto itu.

Saya sengaja tidak langsung ke Titik Nol. Saya ingin melihat kawasan yang lebih luas. Titik Nol-nya sendiri sudah lewat. Lebih dekat dengan portal di pintu masuk tadi.

Maka setelah meninjau langsung ini kesan saya banyak berubah. Kenyataannya ternyata jauh berbeda dengan yang saya bayangkan.

Pertama, ternyata tidak di pedalaman hutan. Ia di pinggir jalan raya Samarinda-Banjarmasin. Yang sudah cukup padat dengan lalu-lintas truk pengangkut kelapa sawit.

Kedua, ternyata bukan di tengah hutan alam. Ia ''hanya'' di tengah hutan tanaman industri. Hutannya mono kultur. Yang variasi umur pohonnya antara 0 tahun sampai maksimum 6 tahun. Dengan demikian tidak ada pohon-pohon besar, tinggi dan liar.

Maka tidak perlu ada hutan yang harus dilestarikan oleh . Saya justru berpikir harus menciptakan hutan baru. Yang didesain secara khusus.

Berarti biaya akan lebih besar lagi: menciptakan hutan baru. Hutan yang ada sama sekali tidak bisa dipertahankan. Karena itu sampai sekarang pun belum ada larangan menebang kayu di HTI di situ.

Berarti akan ada pergantian jenis hutan di . Atau cukup diganti dengan taman kota. Entahlah.

Rasanya sudah waktunya universitas setempat –Universitas Mulawarman– mengajukan konsep menghutankan secara benar. Unmul memiliki fakultas kehutanan yang sangat kuat. Kehutanan adalah unggulan Unmul sejak pertama didirikan.

Itu kalau belum keduluan usulan dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Terserah. Bisa dulu-duluan. Bisa juga kerja bersama.

Rasanya benar-benar tidak mungkin mempertahankan hutan yang ada sekarang –yang monoton itu. Alangkah idealnya kalau Unmul mengusulkan hutan campuran tanaman asli Kalimantan Timur: kayu Ulin, Bengkirai, Meranti Merah, Meranti Putih, Kruing dan... jangan lupa pohon Pasak Bumi.

Semua jenis pohon itu pernah jadi ''emas hijau'' di Kaltim. Yang meski tidak banyak menghasilkan pembangunan di daerah tapi telah menciptakan banyak orang kaya di Jakarta dan Surabaya. Juga di Singapura. Dan di Malaysia.

Kayu-kayu itu kini mulai langka. Siapa tahu Unmul bisa dipercaya menghutankan dengan kenangan masa nan lalu. Jangan lupa diperbanyak yang jenis Pasak Bumi –siapa tahu penghuni kelak perlu lebih banyak obat kuat. (Dahlan Iskan)

Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Minta Pemindahan Ibu Kota Negara Ditunda, Ini Alasan Prof Kiai Asep Saifuddin Chalim':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO