Pernah Tak Lulus Tes Perguruan Tinggi, Mahasiswi Berjilbab Ini Kuasai Kultur Jaringan Porang

Pernah Tak Lulus Tes Perguruan Tinggi, Mahasiswi Berjilbab Ini Kuasai Kultur Jaringan Porang Dahlan Iskan

JAKARTA, BANGSAONLINE.comKegigihan dan cara belajar mahasiswi ini layak diteladani. Sempat gagal tes masuk perguruan tinggi tapi tak patah semangat. Ia memanfaatkan “ketidaklulusan”-nya itu justru untuk kursus Bahasa Inggris.

Kini ia masih semester 7. Tapi sudah menguasai . Ia tampil dalam seminar nasional. Penasaran?

Baca Juga: Dituding Murtad, Dahlan Iskan Jawab dengan Shalat

Simak tulisan wartawan kondang, Dahlan Iskan, di HARIAN BANGSA pagi ini, Sabtu 3 September 2022. Atau Anda bisa baca di BANGSAONLINE di bawah ini. Selamat membaca: (PENGANTAR REDAKSI BANGSAONLINE).

PANGGIL dia . Kalau memanggilnyi dengan nama lengkapnyi bisa jadi Anda ragu: laki atau perempuan. "Betul. Banyak yang memanggil saya mas atau pak," ujar Syahrani Dwi Lukmana. Apalagi kakak angkatannyi ada yang bernama Syahrani –laki-laki.

menjadi mahasiswi Disway hari ini.

Baca Juga: Aneh, Baca Syahadat 9 Kali Sehari Semalam, Dahlan Iskan Masih Dituding Murtad

"Saya begitu bangga pada . Cepat menguasai ," ujar Pranowo Singgihsanjoyo.

Saya menghubungi Pranowo kemarin pagi. Saya pun merasa bersalah. Terutama ketika saya tahu ia sedang di mana: Namibia. Itu masih pukul 01.30 di pedalaman Namibia.

Pranowo, dosen Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, itu lagi sebulan di Ogongo. Yakni di Universitas Namibia yang khusus bidang pertanian. Kampusnya seluas 4.300 hektare. Letaknya di dekat perbatasan dengan Anggola. Selisih waktunya lima jam.

Baca Juga: Pemilu Dungu, Pengusaha Wait and See, Ekonomi Tak Menentu

"Nggak perlu minta maaf, Pak. Saya memang sudah bangun," katanya. Kok sepagi itu?

"Saya siap-siap memonitor penampilan . Sebentar lagi," tambahnya.

Dua jam setelah itu memang akan tampil sebagai salah satu pembicara di zoominar pertanian. Dia membawakan topik pembenihan lewat .

Baca Juga: Tiongkok Banjir Mobil Listrik

"Dia mahasiswi saya," ujar Pranowo. "Masih semester 7," tambahnya.

Pembicara lainnya adalah Prof Dr Edi Santoso dari Institut Pertanian Bogor dan Aditya Demi Al Ersyad Fadli, pengusaha benih terkemuka asal Ngawi. Dr Ir Suwardi, dirjen Tanaman Pangan juga memberi paparan.

"Saya bangga ada milenial mau terjun ke pertanian," ujar Pranowo tentang .

Baca Juga: Kapolsek Pare Mendalang di Hadapan Murid TK dengan Tema Ramadhan

Saya jadi tertarik mengikuti seminar itu. Saya juga ingin tahu kebijakan baru soal . Saya pun menelepon –sebelum saya tahu dia itu perempuan.

Ternyata dia asli . Kuliahnyi saja di Politeknik Pembangunan Pertanian Yogyakarya di Magelang. Program D4. Jurusan teknologi benih.

Sebenarnya ingin mengikuti jejak ayahnyi: di dunia perhotelan. Sang ibu melarang. "Kamu kan wanita. Berjilbab pula. Tidak cocok," kata sang ibu rumah tangga, seperti ditirukan .

Baca Juga: Hati Rakyat Sulit Dibeli, Partai Penguasa Gagal Menang

Kebetulan keluarga ini punya famili di Magelang. "Sebenarnya saya tidak ingin merantau. Tapi saya juga ingin menyenangkan orang tua. Saya pun ke Magelang," ujar gadis Bugis ini.

Maka begitu lulus SMAN 3 ikut tes.

Tidak lulus.

Baca Juga: Anak Muda Israel Full Stress

pun belum tahu harus ke mana. Maka dia putuskan untuk ambil kursus bahasa Inggris. Satu tahun. Sambil menunggu tes tahun berikutnya.

Hampir saja tidak lulus lagi.

Tiga gelombang pengumuman tidak menyebutkan namanyi. Baru di gelombang terakhir sejumlah calon mahasiswa yang sulit lulus itu diminta membuat karya tulis. "Saya menulis tentang kelapa sawit. Bahan saya ambil dari internet. Saya diterima," katanyi.

Baca Juga: Lantik PW dan 6 PC Muslimat NU di Sulawesi Selatan, Khofifah Ajak Bangun 4 Ukhuwah

Dari perkuliahan di Magelang tahu salah satu dosennyi ahli : Pranowo. Sampai pun dia tahu Pranowo tidak hanya ahli ilmunya tapi juga ahli membuat uang dari ilmu itu.

Pranowo memang dikenal sebagai pengusaha bibit anggrek berbasis . Pranowo sukses di bisnis itu.

"Kok di Sulsel belum ada pengusaha ya. Saya pun ingin tahu," ujar . Dia pun minta untuk bisa belajar di laboratorium milik dosennyi itu.

"Waktu itu bulan puasa. ingin memulai setelah Lebaran. Saya pikir paling cepat 10 hari setelah Lebaran," kisah Pranowo. "Lima hari setelah Lebaran dia sudah datang," ujar Pranowo. "Berarti anak ini punya kemauan keras," tambahnya.

Kebetulan ada Covid. Perkuliahan berubah ke online. memanfaatkan waktu pandemi untuk tenggelam di lab. "Pernah sampai jam 2 malam," katanyi.

Waktu itu harga lagi gila-gilaan. Minat menanam meluas. Pun sampai Sulsel. Harga bibit melonjak sampai Rp 150.000/kg. Belum ada teknik di . pun masuk ke sana.

"Itulah kali pertama saya dengar nama ," ujar mengenang.

Dua tahun kemudian sudah menguasai . Sudah sering diminta jadi penceramah bidang itu. Termasuk di seminar nasional seperti kemarin.

"Berapa nilai penampilan kemarin?" tanya saya kepada dosennyi itu.

"Sebenarnya saya ingin memberi nilai 9. Tapi saya turunkan jadi 8,5," ujar Pranowo.

"Anak ini rajin. Saya tidak pernah menyuruh ke laboratorium. Tetap saja setiap habis salat Subuh pasti sudah ke laboratorium," kata Pranowo.

Ia tahu itu. Pranowo sendiri biasa ke lab pukul 06.00. Selalu saja sudah ada botol-botol kontaminasi. Lalu ada material yang akan diperiksa di lab.

Kelebihan lain , katanya, dalam hal membaca. Ini jarang dilakukan oleh mahasiswa Polbangtan. Terutama membaca buku dalam bahasa Inggris. "Dia juga membaca buku-buku saya yang dalam bahasa Inggris. Lalu membuat ringkasannya," kata Pranowo.

Itu jelas merupakan hasil pemanfaatan waktu yang baik setelah tidak lulus tes masuk dulu.

masih berniat mendalami satu tanaman pangan lagi: bawang putih. "Lebih sulit tapi menantang," katanyi. "Ternyata sulit sekali untuk mendapatkan embrionya. Embrio itu ada di daging bawang putih," katanyi.

Bibit bawang putih sangat mahal. Bisa antara Rp 40.000 sampai Rp 50.000. Per kilogram. Padahal tiap tahun diperlukan lebih 50 juta bibit bawang putih. Begitu banyak bawang putih yang terpakai untuk bibit.

Kalau saja berhasil lagi, tentu problem nasional bawang putih akan teratasi. Tapi tetaplah yang masih mahasiswi: apakah sudah tepat kalau harus mendapat beban seperti itu.

"Kalau saya, demi anak-anak didik, penginnya mereka nanti jadi pengusaha yang ilmuwan atau ilmuwan yang jadi pengusaha." (Dahlan Iskan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video '3 Mobil dan Becak Motor Tertimpa Pohon Tumbang di Makassar':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO