DEPOK, BANGSAONLINE.com - Legitimasi KHA Hasyim Muzadi sebagai calon Rais Am Syuriah PBNU makin kokoh. Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang Jawa Timur dan Depok Jawa Barat itu selain mendapat dukungan luas dari PWNU dan PCNU seluruh Indonesia, juga mendapat legitimasi kuat dari para masayikh dan kiai. Bahkan para kiai dan habib yang mimpin Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Al Mu’tabarah an-Nahdliyyah (Silatnas JATMAN) secara bulat mendukung Kiai Hasyim Muzadi sebagai Rais Am PBNU.
Dukungan itu disampaikan langsung dalam acara Silaturahim Nasional (Silatnas) JATMAN yang berlangsung selama dua hari di Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Depok Jawa Barat.
Baca Juga: PWNU se-Indonesia Rakor di Surabaya, Dukung PBNU Selalu Bersama Prabowo
Para kiai yang hadir dari seluruh Indonesia itu menyampaikan beberapa rekomendasi. Pertama, minta NU betul betul-betul menjaga Aqidah Islam Ahlussunah wal Jama'ah (Aswaja) dan keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,
Kedua, dalam pemilihan Rais Am dan Ketua Umum PBNU pada Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang agar dilaksanakan secara langsung, bukan lewat mekanisme pemilihan Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA).
Ketiga, Muktamar NU diharapkan bisa memilih KHA. Hasyim Muzadi sebagai Rais Am PBNU agar NU bisa dikembalikan pada relnya. Dan masih banyak rekomendasi lainnya.
Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
Rekomendasi itu ditandatangani oleh Rais Am JATMAN Habib Lufi bin Ali bin Yahya dan pengurus lainnya serta peserta dari perwakilan Jatman seluruh Indonesia yang notabene adalah pengasuh pondok pesantren dan memiliki ribuan jamaah.
Seperti diberitakan BANGSAONLINE.com, JATMAN menggelar silatnas pada Rabu – Jumat (10 – 12/6/2015) di Pondok Pesantren Mahasiswa Al Hikam Depok Jawa Barat. ”Acara ini dihadiri para pengurus dari 33 wilayah seluruh Indonesia,” tutur Mudir Am Jatman, KH Abdul Mu’thy Nurhadi kepada BANGSAONLINE.com (Minggu, 7/6/2015).
Selain mereka, kata Kiai Abdul Mu’thy, juga hadir para Idarah Aliyah (pengurus pusat Jatman) dan para masayikh. ”Para masayikh ini merupakan para muhibbin (pecinta thoriqoh-red),” kata Kiai Abdul Mu’thy lagi.
Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU
Rais Am Jatman KH Habib M Luthfy Ali bin Yahya memberi taushiyah dalam acara tersebut. Ia menjelaskan kenapa acara penting para kiai dan ulama ini ditempatkan di Pesantren Al Hikam yang diasuh Kiai Hasyim Muzadi. ”Karena Kiai Hasyim selama ini tokoh NU paling peduli terhadap thoriqoh,” katanya memberi alasan.
”Kiai Hasyim Muzadi yang selalu bisa diajak bicara kalau masalah Thoriqoh,” tambahnya. Menurut dia, tak semua tokoh NU peduli terhadap thoriqoh. Padahal thoriqoh ini adalah bagian dari ruh dan jati diri NU, terutama dalam masalah spiritual keagamaan.
Dalam catatan BANGSAONLINE.com, Kiai Hasyim Muzadi adalah tokoh NU yang memelopori istighatsah saat jadi Ketua Tanfidziah PWNU Jawa Timur. Awalnya PWNU Jatim menggelar istighatsah di alun-alun Sidoarjo. Massa membludak dan jadi wacana nasional yang kontroversial. Banyak tokoh agama di luar NU saat itu mempertanyakan kesahihan dalil istighatsah. Namun Kiai Hasyim Muzadi yang saat itu didukung penuh Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terus menyososialisasikan istighatsah. ”Istighatsah harus dilakukan di semua cabang dan ranting NU,” kata Kiai Hasyim memberikan instruksi saat itu.
Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?
PWNU Jatim pimpinan Kiai Hasyim Muzadi kemudian menggelar istighatsah lagi di Stadion Gelora 10 Nopember Tambaksari Surabaya. Saat itu Gus Dur hadir bersama jajaran PBNU. Semua kiai dan warga NU yang hadir diinstruksikan memakai pakaian putih-putih. Hampir 100 ribu warga NU memenuhi stadion terbesar di Jawa Timur itu. Bahkan bumi seolah berguncang saat gemuruh istighatsah itu menggema.
Baik Gus Dur, Kiai Hasyim maupun para kiai serta warga NU sesenggukan nangis sambil mengalunkan asma Allah. Panggung besar yang disediakan untuk Gus Dur dan para masayikh bajir air mata. Acara spiritual keagamaan massal dan terbesar ini seolah menjadi mementum spiritual untuk perbaikan negeri Indonesia yang saat itu dipimpin Soeharto yang dianggap diktator. Media massa memberitakan besar-besaran acara doa bersama ini disertai foto para jemaah NU yang menyemut.
Sejak itu istighatsah lalu populer dan jadi tradisi dan budaya nasional. Bahkan istighatsah tidak hanya digelar NU struktural tapi digelar NU kultural di kantor-kantor dan di hotel berbintang, disamping acara-acara keagamaan lain. (tim)
Baca Juga: Emil Dardak Dukung Muktamar NU ke-35 di Surabaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News