KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Wisata Alam Alaska di Kawasan Lindung Sumber Pawon, Desa Tempurejo, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, sangat viral dan terkenal sebagai salah satu tujuan wisata alam yang sangat murah pada 2019-2020.
Saat Sabtu dan Minggu, kawasan hutan yang berada di sisi timur Kabupaten Kediri itu selalu dipadati pengunjung. Mereka berasal dari pelbagai daerah di Jawa Timur, tak hanya dari Kabupaten Kediri.
Baca Juga: Jaring Atlet untuk Porprov, Pordasi Kediri Gelar Kejurprov Berkuda di Lapangan Desa Wates
Saking terkenalnya, pengunjung yang ingin masuk dan menikmati indahnya Alaska harus berjalan berdesakan dengan wisatawan lain. Pun begitu dengan pengunjung yang hendak membeli kuliner di sana.
"Dulu pengunjung yang datang di Alaska ini memang banyak. Saking banyaknya, mereka harus berjalan berdesakan dengan pengunjung lainnya. Dulu, untuk mencari tempat untuk duduk saja sulit," kata Wati (60), salah satu pedagang jajanan tradisional yang masih bertahan di Alaska, Minggu (3/9/2023).
Ia menyatakan bahwa pedagang makanan dan minuman di Alaska dulu ada sekitar 40 orang, belum penjual dari luar.
Baca Juga: Buka Rakerda Kejati Jatim 2024 di Kediri, Kajati: Pentingnya Penegakan Hukum Humanis dan Profesional
"Pokoknya waktu itu sangat ramai, dan kami para pedagang sangat senang karena selalu laris," ujarnya.
Wati menjelaskan, petaka bagi pedagang mulai datang pada awal 2021 saat pengurus Alaska terlibat konflik dengan pihak lain. Para pedagang dipaksa meninggalkan lokasi dalam Alaska.
Baca Juga: Gandeng Peradi, Fakultas Hukum Uniska Adakan Ujian Profesi Advokat
"Kalau tidak salah waktu itu ada konflik, katanya pengurus Alaska merusak pohon dan merusak alam. Kami dipaksa untuk keluar dari kawasan Alaska. Kami harus membongkar warung yang sudah dibangun. Padahal untuk membangun warung, waktu itu, beberapa dari kami banyak yang berhutang di Bank," paparnya.
Setelah melalui sejumlah perundingan, akhirnya para pedagang boleh berjualan lagi, tapi harus di luar kawasan Alaska. Karena tidak seramai pada awal-awal Alaska dibangun, akhirnya banyak pedagang yang memilih menutup warungnya karena sepi pengunjung.
Setelah itu, lanjut Wati, para pedagang mulai boleh berjualan di dalam kawasan hutan Alaska sekitar setahun lalu. Namun, mereka dilarang membangun warung secara permanen.
Baca Juga: Uniska dan ID Consulting Jepang Teken MoU Strategis untuk Penyerapan Tenaga Kerja
Dengan berkurangnya pedagang dari 40 orang, ia memperkirakan sebanyak 16 pedagang yang masih bertahan dengan kondisi sepi pengunjung.
"Kalau saya dari dulu selalu berjualan makanan tradisional seperti nasi tiwul, ketan, cenil, klepon dan kerupuk pecel serta minuman kemasan," pungkasnya seraya berharap Alaska bisa ramai lagi seperti dulu.
Sementara itu, salah satu pengurus Alaska, Dwijo, membenarkan bahwa dulu sempat ada konflik terkait pengelolaan dengan kelompok pecinta lingkungan. Tapi, sekarang konflik itu sudah mereda dan Alaska mulai berbenah kembali.
Baca Juga: Sempu Exotic Park di Kediri, Tempat Wisata yang Patut Dikunjungi
"Alhamdulillah, sudah setahun ini, kami sudah bisa membuka Alaska lagi untuk para pengunjung. Tapi harus kami akui, jumlah pengunjung tidak seramai dulu lagi, mungkin ini dampak dari pandemi Corona dulu dan dampak adanya konflik pengelolaan wisata Alaska dulu," ucapnya.
Ia berharap, pengunjung Alaska bisa kembali ramai seperti dulu. Dengan ramainya pengunjung, tentunya pendapatan pedagang makanan dan minuman bisa kembali normal.
"Untuk masuk Alaska, pengunjung hanya ditarik uang parkir Rp3 ribu untuk sepeda motor dan Rp5 ribu untuk kendaraan roda empat. Sedangkan untuk masuk kawasan wisata Alaska, pengunjung boleh memberi uang secara sukarela. Tidak memberi-pun, juga tidak apa-apa," tuturnya. (uji/mar)
Baca Juga: Peringatan Hari Disabilitas Internasional, Mbak Chicha Berkomitmen Setarakan Hak Penyandang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News