GRESIK, BANGSAONLINE.com - Wakil Ketua Bidang Hukum & HAM DPD Partai Golkar Gresik, Andi Fajar Yulianto, angkat bicara terkait sidang Majelsi Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang putusannya bakal diumumkan Selasa (7/11/2023) besok.
Ia menegaskan hasil sidang MKMK tidak akan bisa membatalkan putusan perkara nomor 90/PUU-XX/2023 yang diajukan Almas Tsaqibbiru terkait syarat batas usia capres-cawapres, meskipun nantinya terbukti ada pelanggaran etik hakim.
Baca Juga: Elemen Masyarakat Jatim Dukung Putusan MK soal Netralitas ASN dan Polisi dalam Pilkada 2024
"Semisal terbukti atas pemeriksaan MKMK, dan salah satu atau beberapa hakim MK yang menyidangkan perkara ini, dalam pemeriksa MKMK terbukti melanggar etik, maka hal ini sama sekali tidak dapat serta merta menganulir, menggugurkan, dan/atau membatalkan putusan MK," bebernya.
Fajar lantas membeberkan Undang-Undang (UU) nomor 8 tahun 2011 tentang perubahan atas UU nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK).
"Terkait kewenangan MK dalam perkara ini berdasarkan pasal 10 ayat 1 putusan MK bersifat final. Yakni, putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh," ucap Fajar kepada BANGSAONLINE.com, Senin (6/11/2023).
Baca Juga: Kapolri dan Panglima TNI Luncurkan Gugus Tugas Polri Mendukung Program Ketahanan Pangan di Sidoarjo
"Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam UU ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding)," imbuh Fajar.
Menurut Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Fajar Trilaksana tersebut, putusan MK juga langsung dapat dilaksanakan, serta tidak ada upaya hukum lagi bagi para yustisiabel.
"Apabila adanya dugaan dan disinyalir adanya proses pemeriksaan perkara dimaksud penuh dengan konflik interest, hal ini adalah sebuah asumsi persepsi yang sangat subyektif dan politis," katanya.
Baca Juga: Dukung Program Ketahanan Pangan, Polsek Kabuh Manfaatkan 4 Hektare Lahan Kosong
Ia menjelaskan, yang bisa dilakukan MK adalah sebatas koreksi atas redaksi yang salah, namun tidak boleh merubah secara substantif akibat adanya 'misconduct' hakim berupa ketidaktelitian dan ketidakcermatan dan disimpulkan memang benar adanya 'clerical error' dari salah satu hakim pemeriksa.
"Itupun hanya dapat dikoreksi dengan jalan 'renvoi' melalui proses sesuai kelaziman tata naskah atau 'standard operating procedure' yang ada," ucapnya.
"Forum Majelis Kehormatan MK berdasarkan tugas pokok, fungsinya tidak ada kewenangan untuk membatalkan putusan dari hasil pemeriksaan persidangan yang telah diputus dan berkekuatan hukum," urai Fajar.
Baca Juga: Syafiuddin Minta Menteri PU dan Presiden Prabowo Perhatikan Tangkis Laut di Bangkalan
Sebab, lanjut Fajar, MK hanya memutus terkait ada atau tidaknya pelanggaran yang dilakukan hakim. Baik itu pelanggaran ringan maupun berat.
"Selebihnya, Majelis Kehormatan MK hanya sebatas memberikan rekomendasi yang tentu tidak dapat diartikan sebagai sebuah perintah secara eksekutorial layaknya putusan pengadilan," pungkas Fajar. (hud/git)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News