JOMBANG, BANGSAONLINE.com – Puncak Temu alumni Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur berlangsung hari ini, Sabtu (4/5/2024). Namun sebelum acara puncak - yang dihadiri para alumni dari seluruh Indonesia - yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Tebuireng (Ikapete) juga digelar berbagai acara. Diantaranya Mimbar Penyair Tebuireng.
Dalam acara Mimbar Penyair itu hadir sastrawan kondang D Zawawi Imron, disamping 15 penyair lainnya. Namun sebelum tampil membaca puisi, penyair celurit emas asal Sumenep Madura itu silaturahim dengan KH Abul Hakim Mahfudz (Gus Kikin), pengasuh Pesantren Tebuireng.
Baca Juga: Pertama di Indonesia, Pentas Wayang Perjuangan Hadratussyaikh, Dalang Ki Cahyo Kuntadi Riset Dulu
Acara silaturahim itu berlangsung di Ndalem Kasepuhan Pesantren Tebuireng. Tampak Nyai Hj Farida Salahuddin Wahid (istri almaghfurlah Gus Sholah) dan Gus Riza (putra KH Yusuf Hasyim, pengasuh Pesantren Tebuireng 1965-2006).
Hadir juga tiga alumni Pesantren Tebuireng, Prof Dr Ridwan Nasir (mantan Rektor UINSA Surabaya), HM Nasruddin Anshoriy Ch (penyair dan pengasuh Pondok Pesantren Imugiri Bantul Yogya) dan M Mas’ud Adnan (CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE).
Dalam acara itu Gus Nas – panggilan Nasruddin Anshoriy Ch – menyerahkan dua buku kepada Gus Kikin. Yaitu buku berjudul Resolusi Jihad NU dan Antologi NU Senyum Hadratussyaikh. Dalam buku Resolusi Jihad NU itu Gus Kikin menulis sekapur sirih.
Baca Juga: Polemik Nasab Tak Penting dan Tak Ada Manfaatnya, Gus Fahmi: Pesantren Tebuireng Tak Terlibat
Acara silaturahim itu penuh gelak tawa tapi membahas masalah serius. Gus Kikin mengungkap sejarah perjuangan Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari, pendiri Pesantren Tebuireng dan Nahdlatul Ulama (NU).
Menurut Gus Kikin, selama ini banyak sekali sejarah perjuangan kiai-kiai NU yang dbelokkan dan dikaburkan. Terutama perjuangan Hadratusyyaikh.
“Sekarang banyak data baru yang selama ini tak terungkap,” kata Gus Kikin.
Baca Juga: Peringati Hari Santri, PWNU Jatim Road Show Seminar Kebangsaan di 16 Kampus
Diantaranya data tentang resolusi jihad yang difatwakan Hadratussyaikh bersama para kiai NU seluruh Jawa dan Madura.
Padahal Resolusi Jihad adalah fakta sejarah. “Kalau tidak ada resolusi jihad, tak akan ada perang 10 Novemper,” kata Gus Kikin mengungkap salah satu data itu sembari menyebut nama Andree Feilard, peneliti asal Prancis yang pernah menulis buku berjudul NU vis-a-vis Negara.
Resolusi jihad adalah tonggak sejarah penting kemerdekaan Indonesia. Resolusi jihad diserukan Hadratussyaikh untuk merespons NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang mencoba menjajah kembali Indonesia.
Baca Juga: Hari Santri Nasional 2024, PCNU Gelar Drama Kolosal Resolusi Jihad di Tugu Pahlawan Surabaya
Gus Kikin juga menceritakan gerakan Hadratussyaikh dalam membangkitkan kesadaran dan kemandirian ekonomi masyarakat kelas bawah. “Seperti ditulis Pak Mas’ud itu,” kata Gus Kikin sembari menunjuk Mas’ud Adnan.
Seperti diberitakan BANGSAONLINE, Gus Kikin sebelumnya mengungkapkan bahwa saat Hadratussyaikh mendirikan Pesantren Tebuireng pada 1899 terjadi ketimpangan sosial luar biasa akibat tindakan pejajah.
Menurut Gus Kikin, saat itu pabrik gula meyewa tanah milik petani dengan harga murah. Akibatnya para petani terus terpuruk dalam kemiskinan.
Baca Juga: Disambut Antusias Warga Blitar, Khofifah: Pekik Allahu Akbar Bung Tomo Dawuh Hadratussyaikh
Hadratusssyaikh kemudian membeli sebagian tanah mereka. Bukan untuk kepentingan pribadi tapi untuk kepentingan petani.
Tanah itu dibeli Hadratussyaikh untuk lahan mengajarkan ilmu pertanian pada masyarakat secara baik dan mandiri, sehingga mereka tidak lagi menyewakan tanahnya kepada pabrik gula dengan harga murah.
“Tiap hari Selasa, Hadratussyaikh turun ke desa, mengajari masyarakat untuk bertani,” jelas Gus Kikin. Saking semangatnya Hadratussyaikh mengajari masyarakat bercocok tanam sampai meliburkan ngaji santrinya tiap hari Selasa.
Baca Juga: Terima Dubes Jepang untuk Indonesia, Pj Gubernur Jatim Bahas Pengembangan Kerja Sama
Jadi itulah sejarahnya kenapa Pesantren Tebuireng meliburkan ngaji santrinya tiap hari Selasa.
Senada dengan Gus Kikin, Gus Nas juga mengungkapkan bahwa rejim Orde Lama dan Orde Baru banyak membelokkan sejarah yang sangat merugikan umat Islam.
“Indonesia mengalami pembelokan sejarah luar biasa pada setiap rejim dengan bukti sangat faktual,” katanya.
Baca Juga: Silaturahmi ke Keluarga Pendiri NU, Mundjidah-Sumrambah Minta Restu
Gus Nas memberi contoh Bung Karno. Menurut dia, melalui Muhamamd Yamin – Bung Karno membuat glorifkasi terhadap tokoh-tokoh Majapahit. “Dengan menghadirkan Gajah Mada dalam konteks sumpah palapa, pemersatu bangsa. Tapi mengecilkan kerajaan Sriwijaya, Mataram, Kediri, dan kerajaan besar lainnya. Seolah-olah hanya Majapahit kerajaan yang besar,” kata Gus Nas yang juga sutradara film.
Kini, tegas dia, glorifikasi itu mulai terbongkar. “Hari ini para arkeolog, para sejarawan kesulitan untuk menemukan bukti. Yang ditemukan hanya kitab atau manuskrip berupa Negara Kertagama. Dan itu tidak menceritakan secara utuh tentang kebesaran Majapahit itu sendiri,” kata Gus Nas.
Ia juga menyebut berdirinya PKI pada 1930. Menurut dia, PKI telah mengubah sejarah luar biasa. “Kebencian terhadap monarki dan kebencian terhadap Islam kemudian menciptakan narasi-narasi barum yang tak ada dalam Babat Tanah Jawa, nggak ada di dokumen-dokumen Leiden, maupun di kronik China nggak ada. Kemudian peristiwa Madiun dan pemberontakan G 30 PKI,” katanya.
Baca Juga: Sah, Gus Kikin Terpilih jadi Ketua PWNU Jatim dengan Dukungan 88 Persen
Narasi-narasi baru yang tak didasarkan fakta sejarah itu juga disuarakan kalangan seniman.
“Termasuk cara pandang sastrawan Pramoedya Ananta Toer itu. Versi Istana dibalik menjadi versi rakyat. Bagus secara metodologi, tapi tanpa kesaksian itu kemudian membangun narasi-baru untuk penyeimbang,” katanya.
Begitu juga Orde Baru. Menurut Gus Nas, Soeharto memberi mandat kepada Nugroho Notosusanto yang mengglorifikasi tentang kehebatan Soeharto. “
Ia juga menyebut glorifikasi terhadap Ki Hajar Dewantoro yang kemudian dikukuhkan sebagai bapak pendidikan Indonesia.
Padahal secara head to head, tegas Gus Nas, Kiai Hajar Dewantoro kalah jauh dibanding prestasi dan reputasi Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.
“Hari ini dari 300 sekolah (yang didirikan Kia Hajar Dewantoro) pada saat kejayaan Taman Siswa tinggal tak lebih dari 30 sekolah. Bandingkan dengan (sekolah) peninggalan Ahmad Dahlan. Hari ini tiap hari Muhammadiyah bisa mendirikan sekolah baru, SD, TK, SMP. Aset terbesar dimiliki Muhammadiyah,” kata Gus Nas sembari mengatakan bahwa ada distorsi yang bisa dilihat dengan kasat mata.
Seperti diberitakan BANGSAONLINE, acara temu alumni Pesantren Tebuireng yang terhimpun dalam Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Tebuireng (IKAPETE) dimeriahkan berbagai acara. Selain Mimbar Penyair Tebuireng juga Workshop Theater, Pemutaran Film, Alumni Award, Meet and Great dengan Aktor, dan Khotmil Qur'an.
Juga Bazar Produk Santri & Alumni, Orientasi Jurnalistik dan Pentingnya Media Digital, MQK Bimakna Injiliziyah untuk SLTP & SLTA, Tali Asih Bagimu Guru, Umroh untuk Guru Senior, Santri Bisnis Forum, Sholat Jum'at Bersama Pengasuh, Santunan Anak Yatim, Ngopi Bersama Alumni, Halal Bi Halal & Temu Alumni Internasional dan Haul Masyayikh Tebuireng dan Peletakan Batu Pertama Graha IKAPETE Hasyim Asy’ari
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News