Temu Alumi Tebuireng, Gus Kikin: Kalau Tak Ada Resolusi Jihad Tak Ada Perang 10 November

Temu Alumi Tebuireng, Gus Kikin: Kalau Tak Ada Resolusi Jihad Tak Ada Perang 10 November Usai silaturahim, KH Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin), Pengasuh Pesanntren Tebuireng, foto bersama di Ndalem Kasepuhan Pesantren Tebuireng, Jumat (3/6/2024). Foto: BANGSAONLINE

JOMBANG, BANGSAONLINE.com – Puncak Temu alumni Jombang Jawa Timur berlangsung hari ini, Sabtu (4/5/2024). Namun sebelum acara puncak - yang dihadiri para alumni dari seluruh Indonesia - yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Alumni (Ikapete) juga digelar berbagai acara. Diantaranya Mimbar Penyair Tebuireng.

Dalam acara Mimbar Penyair itu hadir sastrawan kondang D Zawawi Imron, disamping 15 lainnya. Namun sebelum tampil membaca puisi, celurit emas asal Sumenep Madura itu silaturahim dengan KH Abul Hakim Mahfudz (), pengasuh .

Baca Juga: Pertama di Indonesia, Pentas Wayang Perjuangan Hadratussyaikh, Dalang Ki Cahyo Kuntadi Riset Dulu

Acara silaturahim itu berlangsung di Ndalem Kasepuhan . Tampak Nyai Hj Farida Salahuddin Wahid (istri almaghfurlah Gus Sholah) dan Gus Riza (putra KH Yusuf Hasyim, pengasuh 1965-2006).

Hadir juga tiga alumni , Prof Dr Ridwan Nasir (mantan Rektor UINSA Surabaya), HM Nasruddin Anshoriy Ch ( dan pengasuh Pondok Pesantren Imugiri Bantul Yogya) dan M Mas’ud Adnan (CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE).

Dalam acara itu Gus Nas – panggilan Nasruddin Anshoriy Ch – menyerahkan dua buku kepada . Yaitu buku berjudul NU dan Antologi NU Senyum Hadratussyaikh. Dalam buku NU itu menulis sekapur sirih.

Baca Juga: Polemik Nasab Tak Penting dan Tak Ada Manfaatnya, Gus Fahmi: Pesantren Tebuireng Tak Terlibat

Acara silaturahim itu penuh gelak tawa tapi membahas masalah serius. mengungkap sejarah perjuangan Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari, pendiri dan Nahdlatul Ulama (NU).

Menurut , selama ini banyak sekali sejarah perjuangan kiai-kiai NU yang dbelokkan dan dikaburkan. Terutama perjuangan Hadratusyyaikh.

“Sekarang banyak data baru yang selama ini tak terungkap,” kata .

Baca Juga: Peringati Hari Santri, PWNU Jatim Road Show Seminar Kebangsaan di 16 Kampus

Diantaranya data tentang resolusi jihad yang difatwakan Hadratussyaikh bersama para kiai NU seluruh Jawa dan Madura.

Padahal adalah fakta sejarah. “Kalau tidak ada resolusi jihad, tak akan ada perang 10 Novemper,” kata mengungkap salah satu data itu sembari menyebut nama Andree Feilard, peneliti asal Prancis yang pernah menulis buku berjudul NU vis-a-vis Negara.

Resolusi jihad adalah tonggak sejarah penting kemerdekaan Indonesia. Resolusi jihad diserukan Hadratussyaikh untuk merespons NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang mencoba menjajah kembali Indonesia.

Baca Juga: Hari Santri Nasional 2024, PCNU Gelar Drama Kolosal Resolusi Jihad di Tugu Pahlawan Surabaya

juga menceritakan gerakan Hadratussyaikh dalam membangkitkan kesadaran dan kemandirian ekonomi masyarakat kelas bawah. “Seperti ditulis Pak Mas’ud itu,” kata sembari menunjuk Mas’ud Adnan.

Seperti diberitakan BANGSAONLINE, sebelumnya mengungkapkan bahwa saat Hadratussyaikh mendirikan pada 1899 terjadi ketimpangan sosial luar biasa akibat tindakan pejajah.

Menurut , saat itu pabrik gula meyewa tanah milik petani dengan harga murah. Akibatnya para petani terus terpuruk dalam kemiskinan.

Baca Juga: Disambut Antusias Warga Blitar, Khofifah: Pekik Allahu Akbar Bung Tomo Dawuh Hadratussyaikh

Hadratusssyaikh kemudian membeli sebagian tanah mereka. Bukan untuk kepentingan pribadi tapi untuk kepentingan petani.

Tanah itu dibeli Hadratussyaikh untuk lahan mengajarkan ilmu pertanian pada masyarakat secara baik dan mandiri, sehingga mereka tidak lagi menyewakan tanahnya kepada pabrik gula dengan harga murah.

“Tiap hari Selasa, Hadratussyaikh turun ke desa, mengajari masyarakat untuk bertani,” jelas . Saking semangatnya Hadratussyaikh mengajari masyarakat bercocok tanam sampai meliburkan ngaji santrinya tiap hari Selasa.

Baca Juga: Terima Dubes Jepang untuk Indonesia, Pj Gubernur Jatim Bahas Pengembangan Kerja Sama

Jadi itulah sejarahnya kenapa meliburkan ngaji santrinya tiap hari Selasa.

Senada dengan , Gus Nas juga mengungkapkan bahwa rejim Orde Lama dan Orde Baru banyak membelokkan sejarah yang sangat merugikan umat Islam.

“Indonesia mengalami pembelokan sejarah luar biasa pada setiap rejim dengan bukti sangat faktual,” katanya.

Baca Juga: Silaturahmi ke Keluarga Pendiri NU, Mundjidah-Sumrambah Minta Restu

Gus Nas memberi contoh Bung Karno. Menurut dia, melalui Muhamamd Yamin – Bung Karno membuat glorifkasi terhadap tokoh-tokoh Majapahit. “Dengan menghadirkan Gajah Mada dalam konteks sumpah palapa, pemersatu bangsa. Tapi mengecilkan kerajaan Sriwijaya, Mataram, Kediri, dan kerajaan besar lainnya. Seolah-olah hanya Majapahit kerajaan yang besar,” kata Gus Nas yang juga sutradara film.

Kini, tegas dia, glorifikasi itu mulai terbongkar. “Hari ini para arkeolog, para sejarawan kesulitan untuk menemukan bukti. Yang ditemukan hanya kitab atau manuskrip berupa Negara Kertagama. Dan itu tidak menceritakan secara utuh tentang kebesaran Majapahit itu sendiri,” kata Gus Nas.

Ia juga menyebut berdirinya PKI pada 1930. Menurut dia, PKI telah mengubah sejarah luar biasa. “Kebencian terhadap monarki dan kebencian terhadap Islam kemudian menciptakan narasi-narasi barum yang tak ada dalam Babat Tanah Jawa, nggak ada di dokumen-dokumen Leiden, maupun di kronik China nggak ada. Kemudian peristiwa Madiun dan pemberontakan G 30 PKI,” katanya.

Baca Juga: Sah, Gus Kikin Terpilih jadi Ketua PWNU Jatim dengan Dukungan 88 Persen

Narasi-narasi baru yang tak didasarkan fakta sejarah itu juga disuarakan kalangan seniman.

“Termasuk cara pandang sastrawan Pramoedya Ananta Toer itu. Versi Istana dibalik menjadi versi rakyat. Bagus secara metodologi, tapi tanpa kesaksian itu kemudian membangun narasi-baru untuk penyeimbang,” katanya.

Begitu juga Orde Baru. Menurut Gus Nas, Soeharto memberi mandat kepada Nugroho Notosusanto yang mengglorifikasi tentang kehebatan Soeharto. “

Ia juga menyebut glorifikasi terhadap Ki Hajar Dewantoro yang kemudian dikukuhkan sebagai bapak pendidikan Indonesia.

Padahal secara head to head, tegas Gus Nas, Kiai Hajar Dewantoro kalah jauh dibanding prestasi dan reputasi Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.

“Hari ini dari 300 sekolah (yang didirikan Kia Hajar Dewantoro) pada saat kejayaan Taman Siswa tinggal tak lebih dari 30 sekolah. Bandingkan dengan (sekolah) peninggalan Ahmad Dahlan. Hari ini tiap hari Muhammadiyah bisa mendirikan sekolah baru, SD, TK, SMP. Aset terbesar dimiliki Muhammadiyah,” kata Gus Nas sembari mengatakan bahwa ada distorsi yang bisa dilihat dengan kasat mata.

Seperti diberitakan BANGSAONLINE, acara temu alumni yang terhimpun dalam Ikatan Keluarga Alumni (IKAPETE) dimeriahkan berbagai acara. Selain Mimbar Penyair Tebuireng juga Workshop Theater, Pemutaran Film, Alumni Award, Meet and Great dengan Aktor, dan Khotmil Qur'an.

Juga Bazar Produk Santri & Alumni, Orientasi Jurnalistik dan Pentingnya Media Digital, MQK Bimakna Injiliziyah untuk SLTP & SLTA, Tali Asih Bagimu Guru, Umroh untuk Guru Senior, Santri Bisnis Forum, Sholat Jum'at Bersama Pengasuh, Santunan Anak Yatim, Ngopi Bersama Alumni, Halal Bi Halal & Temu Alumni Internasional dan Haul Masyayikh Tebuireng dan Peletakan Batu Pertama Graha IKAPETE Hasyim Asy’ari

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO