JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) baru berhasil menyidangkan kasus dugaan kartel daging sapi yang dilakukan 32 perusahaan penggemukan sapi (feedloter). Namun lembaga ini masih punya banyak pekerjaan rumah yakni mengusut dugaan kartel garam, daging ayam, sepeda motor hingga premi asuransi.
"Masih banyak setelah kartel daging sapi. Masih ada dugaan kartel ayam, belum kartel garam, kartel industri motor, harga gula, hingga masalah tarif asuransi. Harus diselesaikan satu per satu," kata Ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf, saat berbincang dengan media di Tamani Kafe, Jalan Hayam Wuruk, Jakarta, Jumat (18/9).
Baca Juga: Komitmen Wujudkan Hilirisasi Dalam Negeri, Antam Borong 30 Ton Emas Batangan Freeport
Hingga akhir tahun ini, kata Syarkawi, pihaknya masih fokus menyelesaikan penyelidikan dan pembuktian dugaan kartel pada komoditas garam dan daging sapi. "Daging ayam sama motor lagi diteliti, kalau sapi kan lagi proses persidangan, kita sedang tunggu pembelaan dari feedloter," tutur dia.
Sementara, untuk kasus premi asuransi, KPPU mencium praktik penetapan tarif bawah yang dinilai tak sehat dalam industri asuransi. "Premi asuransi menurut kita di KPPU, kebijakan tidak pas, bukan dipersoalan asuransinya, tapi di pasarnya. Asuransi besar itu terafiliasi dengan grup besar, asuransi kecil tidak punya. Mereka yang besar sudah punya captive market sendiri," jelas dia.
Kondisi yang tidak sehat, menurut Syarkawi, adalah penetapan tarif bawah oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dianggap tidak menyelesaikan masalah.
Baca Juga: Fungsi Kalkulator Forex Lanjutan: Melampaui Perhitungan Dasar
"Karena asuransi kecil sulit dapat pasar, mereka jor-joran dengan premi murah, kalau ada klaim bisa susah, makanya dibuat tarif bawah, tapi itu salah. Kita usul ke OJK lebih baik perusahaan asuransi yang kecil dikonsolidasikan saja," ujar Syarkawi.
Selain memperkarakan pelaku kartel di dalam negeri, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berharap dalam waktu dekat bisa menyeret pelaku kartel luar negeri yang menjalankan bisnis tak sehat di Indonesia. Apalagi, potensi kartel lintas negara semakin besar pasca diberlakukannya pasar bebas masyarakat ekonomi ASEAN (MEA).
"Kita ingin cegah cross-border klartel. Badan usaha luar negeri, tapi melakukan praktek kartel di Indonesia. Apalagi nanti setelah ada perdagangan bebas tahun depan," ujar Ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf saat berbincang dengan media di Tamani Kafe, Jalan Hayam Wuruk, Jakarta, Jumat (18/9).
Baca Juga: Freeport Dukung Transformasi Era Society 5.0 di 36 Sekolah
Syarkawi mengungkapkan, banyak praktik anti-persaingan usaha justru bermula dari permainan harga dan rantai pasok di luar negeri. "Sekarang impor sapi dari Australia, impor garam dari Australia juga, apa itu nggak aneh. Dimulainya selalu dari sana, seolah itu didesain dari sananya,"jelas dia.
Dalam kasus importasi garam dan daging sapi, menurutnya, KPPU mengendus keterlibatan perusahaan-perusahaan Australia yang jadi pemasok di Indonesia. "Itu soal kasus yang dari Australia, di luar itu, di sini banyak potensi perusahaan luar negeri yang usahanya diduga mengarah pada kartel," tutur Syarkawi.
Syarkawi mencontohkan, cross-border cartel bisa terjadi pada permainan bisnis di industri crude palm oil (CPO) antara perusahaan lokal dengan perusahaan negara tetangga.
Baca Juga: Sukses PT. Nathin dan PT. Khinco Gelar Tour Eskludif Manufaktur Maklon Herbal dan Kosmetik
"Indonesia dan Malaisya itu produsen CPO terbesar. Ada kecendrungan permainan harga pelaku kartel di kedua negara yang merugikan pemain kecil, seperti petani sawit,"papar dia.
Praktik kartel yang terjadi saat ini karena wewenang yang diberikan membuat KPPU kesulitan mengumpulkan bukti praktek tak sehat dalam dunia usaha tersebut.
"Apa yang kita lakukan itu penting buat negara, tapi negara seolah mengganggap tidak terlalu penting. Kalau di negara lain, usut kartel ini sampai melibatkan intelejen. Kaya di Israel, Mossad itu tugasnya juga pantau kalau ada kartel," ujar Syarkawi.
Baca Juga: Peran Pinjaman Kelompok Amartha untuk Perkembangan UMKM di Indonesia
Dengan wewenang yang minim, kata Syarkawi, KPPU harus putar otak mengusut kartel bisnis yang ada saat ini. "Kita kan tidak boleh memeriksa dan menggeledah, yah makanya pinter-pinternya investigator kita di lapangan. Intelejen juga penting buat ungkap kartel, sapi saja kita sudah mulai usut sebenarnya dari tahun 2013," ungkapnya.
Syarkawi melanjutkan, terobosan paling realistis saat ini dalam membongkar bisnis tak sehat, adalah dengan kebijakan leniency policy atau membebaskan pelaku kartel dari hukuman jika bersedia menjadi wistleblower.
"Kita lagi mau pakai leniency di kartel. Kartel kan biasanya ada yang dirugikan, itu pemain yang kecil, walaupun dia juga sebenarnya ikut dalam kartel itu. Leniency ini strategi yang efektif, yang melapor tidak akan kita pinalti. Dari pengumpulan bukti juga lebih efektif dilakukan," pungkas dia. (dtf/ns)
Baca Juga: SIG Pamerkan Aplikasi Semen Hijau dan Solusi Beton Berkelanjutan di IKN
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News