AMTI Serukan Boikot Pajak, Gubernur Jatim juga Tolak Rencana Kenaikan Tarif Cukai Rokok

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) mendesak Komisi XI DPR RI untuk menolak kenaikan cukai rokok yang ditetapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 20/2015. Dalam PMK itu disebutkan bahwa kenaikan cukai tersebut mencapai Rp 139,7 triliun dari Rp 120,1 triliun. Hal tersebut ditegaskan Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo saat dihubungi kemarin (8/10). Alasannya, kenaikan tersebut memberatkan industri hasil tembakau.

"Misi kami di sini sama, kami akan tetap menolak rencana kenaikan yang terlalu tinggi ini akan berdampak luas," katanya.

Baca Juga: Komitmen Wujudkan Hilirisasi Dalam Negeri, Antam Borong 30 Ton Emas Batangan Freeport

Budidoyo menyerukan kepada semua pabrikan untuk boikot setoran pajak, kalau pemerintah bersikeras menaikkan cukai rokok terlalu tinggi. Menurutnya, lebih baik tidak membayar pajak ketimbang merumahkan pekerja.

"Kami paham bahwa Indonesia dalam masa pelambatan , susah bagi pemerintah saat ini mendapatkan dana. Tolong dipahami kehidupan kami yang susah jangan dipersulit. Langkah pemerintah, seolah mencekik rakyat kecil terutama petani cengkeh dan tembakau di daerah yang saat ini menangis namun ingin memberontak,” tandasnya.

Sementara itu, Gubernur Soekarwo (Pakde Karwo) juga secara tegas menolak rencana kenaikan tarif cukai rokok tahun 2016 yang diusulkan oleh Kementerian Keuangan yang dinilai sangat membebani industri hasil tembakau di Jawa Timur.

Baca Juga: Fungsi Kalkulator Forex Lanjutan: Melampaui Perhitungan Dasar

“Ndak, saya ndak setuju. Wong PHK banyaknya kayak gini kok. Nanti kalau dinaikkan ongkosnya, beban perusahaan jadi banyak, perusahaannya bangkrut, trus PHK,” katanya.

Kalaupun harus dinaikkan oleh pemerintah pusat, Pakde meminta kenaikannya tidak sampai setinggi yang diusulkan oleh bea cukai, namun angka kenaikkannya sama dengan atau rata-rata inflasi daerah.

“Kenaikan itu prinsip kalau saya tidak naik, atau sama dengan inflasi. Inflasi Jawa Timur sampai bulan Agustus 2015 hanya sebesar 2,11 persen. Karena situasi seperti ini, lalu dinaikkan, pabrik rokoknya gulung tikar, lalu PHK, bagaimana,” tandas Pakde.

Baca Juga: Freeport Dukung Transformasi Era Society 5.0 di 36 Sekolah

Jika kenaikan tersebut tetap dipaksakan, lanjutnya, maka dipastikan pabrikan akan menaikkan harga jual. Dan kenaikkan harga jual akan memicu penurunan volume penjualan yang ujung-ujungnya penyerapan tembakau petani menjadi berkurang.

“Kalau pemerintah melarang sesuatu ya harus ada gantinya. Bagaimana rakyat yang tidak mampu bisa jadi korban. Harus ada wayoutnya, harus ada gantinya,” lanjutnya.

Untuk diketahui, pada RAPBN 2016, pemerintah mengusulkan penerimaan cukai hasil tembakau naik 23 persen menjadi Rp 148,85 triliun. Angka ini setara 95,72 persen dari total target penerimaan cukai tahun 2016, senilai Rp 155,5 triliun. Sementara pada 2014 saja, realisasi cukai tembakau hanya mencapai Rp 116 trilun. Padahal target cukai 2015 yang tertuang di APBN yang diteken pada September 2014, yaitu sebesar Rp 120,6 triliun.

Baca Juga: Sukses PT. Nathin dan PT. Khinco Gelar Tour Eskludif Manufaktur Maklon Herbal dan Kosmetik

Kontribusi Jawa Timur terhadap penerimaan cukai negara dari tahun 2010 hingga tahun 2014, tercatat rata-rata di atas 50 persen. Bahkan pada tahun 2014 lalu, dari target penerimaan cukai nasional sebesar Rp 112,75 triliun, Jawa Timur menyumbang Rp 67,6 triliun, atau 60 persen dari total target.

Sementara data yang dimiliki Kamar Dagang Industri (Kadin) Jawa Timur menyebutkan, jumlah industri hasil tembakau di Jawa Timur dalam lima tahun terakhir (2009-2013), menurun rata-rata 27,3 persen tiap tahunnya. Tahun 2008 di Jawa Timur masih berdiri sekitar 4.900 industri hasil tembakau, namun pada tahun 2013 hanya menyisakan sekitar 790 industri saja.

Areal dan produksi tembakau petani pun di Jawa Timur pun terus mengalami penurunan. Pada tahun 2012 luasan pertanian tembakau yang mencapai 150.048 hektar (135.591 ton), menyusut menjadi 95.824 hektar (73.996 ton) pada tahun 2013. (nis/rev)

Baca Juga: Peran Pinjaman Kelompok Amartha untuk Perkembangan UMKM di Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'SNG Cargo: Warna Baru Industri Logistik di Indonesia':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO