Ribuan Santri Ponpes Lirboyo Kediri Ikuti Apel Hari Santri Nasional

Ribuan Santri Ponpes Lirboyo Kediri Ikuti Apel Hari Santri Nasional Para santri Ponpes Lirboyo saat mengikuti upacara bendera. foto: arif kurniawan/BANGSAONLINE

KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Dalam rangka memperingati hari santri nasional, sekitar 4000 santri Pondok Pesantren AL-Mahrusiyah Lirboyo Kota Kediri mengikuti upacara bersama, Kamis (22/10).

Layaknya upacara bendera umumnya, dalam upacara hari santri ini juga ada pengibaran bendera merah putih, pembacaan teks pancasila, pembacaan ikrar santri, amanat pembina upacara dan diakhiri do'a. 

Baca Juga: Resepsi Hari Santri Nasional 2024, PCNU Tuban Sukses Gelar Haul Masyayikh dan PCNU Award 2024

Adapun untuk inspektur upacAra dipimpin pengasuh Ponpes KH. Reza Ahmad Zahid. Upacara yang dimulai pukul 07.00 ini diikuti ribuan santri santri laki-laki maupun perempuan. Tentu saja santri laki-laki memakai pakaian khas santri, yakni sarung. 

Dalam amanah upacaranya, Gus Reza -panggilan KH. Reza Ahmad Zahid- lebih banyak menceritakan sejarah awal mula adanya hari santri nasional. Apalagi, Pesantren Lirboyo merupakan pondok pesantren yang memiliki sejarah panjang dan memiliki peran besar dalam sejarah memperebutkan kemerdekaan Indonesia. Ponpes ini juga memiliki kisah perjuangan yang melegenda saat awal kemerdekaan. Pada medio September 1945 disebutkan, tentara sekutu datang ke Indonesia dengan menggunakan nama tentara NICA.

Hal itu lalu membuat para kiai HBNU (sebelum PBNU) memanggil seluruh ulama di Jawa dan Madura membicarakan hal ini di kantor HBNU Jalan Bubutan, Surabaya. 

Baca Juga: Sholawat Kebangsaan di Bangkalan, Habib Syekh Apresiasi Kepemimpinan Khofifah di Periode Pertama

Dalam pertemuan itu para ulama mengeluarkan resolusi Perang Sabil, yaitu perang untuk melawan Belanda dan kaki tangannya dengan hukum fardhu ain. Rupanya keputusan inilah yang menjadi motivasi para ulama dan santrinya untuk memanggul senjata ke medan laga, termasuk Pesantren Lirboyo.

Tepat pada jam 22.00 berangkatlah para santri Lirboyo sebanyak 440 menuju ke tempat sasaran di bawah komando KH. Mahrus Ali dan Mayor H. Mahfudz.

Sebelum penyerbuan dimulai, seorang santri yang bernama Syafi'i Sulaiman yang pada waktu itu berusia 15 tahun menyusup ke dalam markas Dai Nippon yang dijaga ketat. Maksud tindakan itu adalah untuk mempelajari dan menaksir kekuatan lawan. Setelah penyelidikan dirasa sudah cukup, Syafi'i segera melapor kepada KH. Mahrus Ali dan Mayor H. Mahfudz.

Baca Juga: Labelisasi, Upaya LTM PCNU Sumenep Amankan Aset Masjid NU

Saat-saat menegangkan itu berjalan hingga pukul 01.00 dini hari dan berakhir ketika Mayor Mahfudz menerima kunci gudang senjata dari komandan Jepang yang sebelumnya telah diadakan diplomasi panjang lebar. Dalam penyerbuan itu, gema takbir "Allahu Akbar" berkumandang menambah semangat juang para santri.

Saat datangnya Jenderal AWS Mallaby pada tanggal 25 Oktober 1945 di Pelabuhan Tanjung Perak, stabilitas kemerdekaan mulai nampak terganggu terutama di daerah Surabaya.

Terbukti pada tanggal 28 Oktober 1945, para tentara sekutu ini mulai mencegat pemuda di Surabaya dan merampas mobil milik mereka. Puncaknya adalah mereka menurunkan bendera merah putih yang berkibar di Hotel Yamato dengan bendera Belanda.

Baca Juga: Napak Tilas Jejak Santri, Ratusan Banser di Jombang Kirab Merah Putih 300 Meter

Selang beberapa lama, Mayor H. Mahfudz melapor kembali kepada KH. Mahrus Ali di Lirboyo bahwa tentara sekutu yang memboncengi Belanda telah merampas kemerdekaan dan Surabaya banjir darah pejuang. 

Maka KH. Mahrus Ali mengatakan bahwa kemerdekaan harus kita pertahankan sampai titik darah penghabisan. Kemudian KH. Mahrus Ali menginstruksikan kepada santri Lirboyo untuk berjihad kembali mengusir tentara Sekutu di Surabaya. Hal ini disampaikan lewat Agus Suyuthi maka dipilihlah santri-santri yang tangguh untuk dikirim ke Surabaya.

Dengan mengendarai truk, para santri di bawah komando KH. Mahrus Ali berangkat ke Surabaya. Meskipun hanya bersenjatakan bambu runcing, mereka bersemangat berjihad menghadapi musuh.

Baca Juga: Khofifah Disambut Pekikan 'Lanjutkan' saat Berangkatkan Peserta Jalan Sehat Hari Santri di Madiun

Santri yang dikirim waktu itu berjumlah sebanyak 97 santri. Peristiwa itu belakangan dikenal dengan perang 10 November. Hal ini juga yang menjadi embrio berdirinya Kodam V Brawijaya. Selain itu KH. Mahrus Ali juga berkiprah dalam penumpasan PKI di sekitar Kediri.

KH Mahrus Ali juga mempunyai andil besar dalam perkembangan jam'iyyah Nahdlatul Ulama. Bahkan beliau diangkat menjadi Rois Syuriyah NU Jawa Timur selama hampir 27 tahun, hingga akhirnya diangkat menjadi anggota Mustasyar PBNU pada tahun 1985 M.

Sementara itu, Vina salah satu santriwati usai mengikuti upacara berharap, dengan adanya hari santri nasional ini, pondok pesantren semakin maju. "Harapannya, pondok pesantren di Indonesia semakin maju," harapnya. (rif/rev)

Baca Juga: Peringati Hari Santri, PWNU Jatim Road Show Seminar Kebangsaan di 16 Kampus

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO