
MOJOKERTO, BANGSAONLINE-com – Apel akbar peringatan Hari Santri Nasional (HSN) di Pondok Pesantren Amanatul Ummah Pacet Mojokerto Jawa Timur sangat istimewa, Rabu (22/10/2025). Acara yang dimulai sekitar pukul 7.30 pagi itu diikuti sekitar 10 ribu santri dan dihadiri tiga ulama dari Mesir. Yaitu Syaikh Abdul Aziz Syahawi Al-Husaini, seorang ulama terkemuka mazhab Syafi'i dari Universitas Al-Azhar.
Selain Syaikh Syahawi, apel akbar HSN itu juga dihadiri Syaikh Dr Faraq Salim Al Azhari dan Syaikh Ahmad Muhammad Mabruk, ulama Universitas Al Azhar yang bertugas di Amanatul Ummah.
Dalam apel akbar HSN itu Syaikh Syahawi memimpin doa yang diamini puluhan ribu kiai dan santri.
Syaikh Syahawi dikenal sebagai ulama zuhud dan berakhlak tinggi. Ia sangat memuliakan tamunya. Ketika Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim dan istrinya, Nyai Hj Alif Fadhilah serta rombongan silaturahim ke kediamannya di Kota Al Mahallah Al Kubra atau El-Mahalla El-Kubro Provinsi Gharbiya Mesir, Syaikh Syahawi tak segan-segan makan sisa makanan Kiai Asep dan rombongan sebagai penghormatan terhadap para tamunya.
Apel akbar HSN bertema 'Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia' itu digelar di Lapangan Besar Amanatul Ummah Kembang Belor Pacet Mojokerto, Rabu (22/10/2025). Makin siang matahari kian menyengat. Tapi Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, mengatakan bahwa matahari akan bersahabat. Tak lama berselang ternyata sekumpulan awan mengapung di langit sehingga panas matahari terhalang. Cuaca pun teduh.
Kiai Asep tiba di lapangan terbuka itu pukul 7.00 pagi. Ia datang bersama Syaikh Ahmad Muhammad Mabruk. Saat itu para santri berdatangan. Sekaligus membuat barisan yang terpisah antara laki dan perempuan.
Menurut Kiai Asep, acara apel akbar HSN Amanatul Ummah ini berkoordinasi dengan aparat TNI dan Polri. Pantauan BANGSAONLINE di lokasi, banyak anggota TNI dan polisi di lapangan. Mereka sibuk mengatur barisan santri dan mengordinasi acara.
Kiai Asep sangat mengapresiasi HSN. “Saya menyembelih sapi dan kambing. Nanti semua tamu makan. Semua santri juga makan,” tegas pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto itu. Puluhan ribu santri yang memenuhi lapangan langsung tepuk tangan.
Para santri
Putra pahlawan nasional KH Abdul Chalim itu menegaskan bahwa peran kiai, santri dan pesantren sangat besar terhadap berdiri dan tegaknnya negara Indonesia. Menurut Kiai Asep, pasca proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, para pejuang kemerdekaan seperti Soekarno dan Mohammad Hatta memilih cara diplomasi dan perjanjian politik dengan penjajah Belanda dan Inggris. Tapi hasilnya merugikan bangsa Indonesia.
Karena itu, tegas Kiai Asep, Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari memilih perang.
“Setelah melihat itu (pihak Indonesia dirugikan) maka dengan tegas Kiai Hasyim Asy’ari mengumumkan resolusi jihad bahwa berperang melawan penjajah (Inggris) wajib hukumnya dan mati syahid jika terbunuh,” tegas Kiai Asep.
“Jadi yang berperan penting untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia terutama dalam 10 November 1945 adalah Kiai Hasyim Asy’ari, Bung Tomo dan Kiai Abbas Abdul Jamil,” tegas Kiai Asep.
Menurut Kiai Asep, pasca pertempuran 10 November 1945, pihak Belanda masih belum mau melepas Indonesia secara keseluruhan. Mereka terus berusaha untuk mempertahankan wilayah, termasuk di Jawa Timur, melalui garis Van Mook.
“Tapi garis Van Mook itu dirobek-robek dan dikuasasi oleh Kiai Muhammad Yusuf Hasyim, mulai Surabaya hingga Jombang,” tegas Kiai Asep.
Kiai Asep mengungkapkan bahwa Kiai Muhammad Yusuf Hasyim ini berjuang sejak umur 12 tahun. Sekarang, Kiai Yusuf Hasyim diusulkan sebagai pahlawan nasional.
Jadi, tegas Kiai Asep, peran kiai dan santri sangat besar dalam memerdekaan Indonesia sekaligus mempertahankannya. “Tapi sejarawan kiri berusaha menggelapkan sejarah,” kata ketua umum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu.
Ia menunjuk contoh penggelapan sejarah yang terjadi pada Kemendikbud saat Hilman Farid menjabat Dirjen Kebudayaan Kemendikbud pada era Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. Nama Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ri hilang dari Kamus Sejarah Indonesia jilid I. Sebaliknya justru nama tokoh-tokoh PKI yang muncul. Yaitu DN Aidit, Alimin Prawirodirdjo, Darsono, Musso, dan Semaoen.
Kiai Asep mengaku telah mengkaji sejarah bersama para sejarawan. Menurut dia, para sejarawan yang dikoordinasi itu mendasarkan hasil temuannya pada 100 data primer lebih. Jadi sangat valid.
“Saat perang 10 November sebanyak 30.000 orang, termasuk santri, meninggal keleleran di Sungai Kali Mas Surabaya,” katanya.
Angka 30.000 itu berdasarkan berita surat kabar terkemuka Amerika Serikat (AS) The New York Times yang terbit pada 12 November 1945.
Kiai Asep juga menyinggung tentang transformasi pesantren. Menurut dia, transformasi pesantren dimulai sejak Muktamar ke-27 NU di Situbondo 1984.
“Saat itu para kiai berpegang pada kaidah al-Muhafazhah 'alal Qadimish Shalih wal Akhdu bil Jadidil Ashlah. Artinya, memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik,” ujarnya.
Dalam Muktamar NU 1984 itu, ungkap Kiai Asep, para kiai sepakat bahwa metode sorogan dan bandongan harus tetap ada dan dilestarikan karena sistem tersebut merupakan ciri khas pendidikan pesantren.
“Sorogan itu untuk pentashihan, kalau bandongan untuk efisiensi waktu,” kata Kiai Asep.
Namun diluar sistem atau metode itu, pesantren diperbolehkan melakukan inovasi dan transformasi. Termasuk membuat kurikulum sesuai kebutuhan masyarakat.
. “Amanatul Ummah telah berhasil melakukan transformasi,” katanya.
Ia menargetkan 100 santri Amanatul Ummah masuk fakultas kedokteran pada tahun depan. “Sekarang sudah 62 masuk kedokteran,” jelasnya.
Kiai Asep juga menargetkan 40 santri Amanatul Ummah masuk Akpol dan Akademi Militer (Akmil) untuk TNI AD, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Sehingga mereka menjadi jenderal.
Dalam acara peringatan HSN itu Dr KH Ahmad Jazuli, Asisten I Sekdaprov Jatim, bertindak sebagai Inspektur Upacara (Irup). Ia mewakili Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Menurut Ahmad Jazuli, banyak pemimpin Indonesia yang lahir dari rahim pondok pesantren. Mulai dari presiden, wakil presiden, gubernur dan buapti atau wali kota.
"Presiden yang lahir dari pesantren, Gus Dur, wakil presiden yang lahir dari pesantren, KH Ma’ruf Amin, gubernur yang lahir pesantren, Dr Khofifah Indar Parawansa, bupati yang lahir dari pesantren, Gus Bara,” tegasnya.
“Saya sendiri, mantan Plt Bupati Mojokerto. Jadi masih mambu bupati. Lebih baik mambu bupati dari pada bupati mambu,” kata Kiai Ahmad Jazuli lagi sembari tertawa.
Dalam acara itu tampak hadir Rektor Universitas KH Abdul Chalim (UAC), Dr KH Mauhibur Rokhman, Direktur Pascasarja UAC Dr KH Afif Zamroni, Wakil Rektor UAC Dr Affan Hasnan, dan Ketua PW Pencak Silat Tapak Suci (Muhammadiyah) Jawa Timur yang juga Ketua Harian PAN Jatim Dr Achmad Rubaie.
Juga hadir Wakil Ketua PAN Jatim Achmad Fachruddin, Sekjen PP Pergunu Dr Aris Adi Laksono, Ketua PW Pergunu Jawa Barat Dr Saepulloh, Wakil Ketua Umum PP Pergunu Ahmad Zuhri, cedekiawan dan penulis buku Sejarah Lengkap Wahhabi Nur Khalik Ridwan, Sekjen JKSN Mohammad Ghofirin dan lainnya.