Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
BANGSAONLINE.com – “Tsumma kulii min kulli altstsamaraati fauslukii subula rabbiki dzululan yakhruju min buthuunihaa syaraabun mukhtalifun alwaanuhu fiihi syifaaun lilnnaasi inna fii dzaalika laaayatan liqawmin yatafakkaruuna”.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Ayat sebelumnya bertutur tentang kawanan lebah yang menjadikan gunung, pohon dan rumah manusia sebagai sebagai rumah tinggal mereka, sekaligus rumah bersalin dan home industri. Kini Tuhan memerintahkan mereka agar mengkonsumsi buah-buahan apa saja agar mendapatkan asupan makanan yang cukup dan bervariasi. "Tsumm kulii min kull al-tsamarat". Oleh sebab itu, komunitas tawon mesti bekerja keras demi mendapatkan logistik yang cukup.
Al-Tsamarat yang tertera pada ayat di atas tidaklah mesti buah segar, melainkan termasuk daun muda dan cairan manis yang ada di dalam kelopak bunga. Bunga apa saja, karena mereka bisa menyeleksi sendiri, kemudian mengisapnya sebagai konsumsi. Asupan itu selanjutnya menentukan kualitas madu yang diproduk, termasuk rasa dan khasiatnya.
Lebah yang mengkonsumsi bunga tanaman tembakau, rasa madunya kepahit-pahitan dan beraroma tembakau. Katanya, madu yang rasanya kepahit-pahitan lebih berfungsi sebagai obat (syifa'), sedangkan madu yang nikmat serasa sirup atau sari buah, seperti rasa kelengkeng, mawar dan sebangsanya cenderung sebagai minuman segar nan menyehatkan. Tapi itu tidak berarti pilahan mutlak. Bila dilihat dari isyarat ayat, meski madu itu berbeda rasa bahkan berbeda rupa (mukhtalif alwanuh), tapi fungsi obat tetap dominatif (fih syifa li al-nas).
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Perintah selanjutnya adalah pergi menempuh jalan Tuhan dengan penuh ketundukan. "fasluki subul rabbik dzulula". Perintah ini terkait lokasi logistik yang disediakan Tuhan dan tidak mesti berdekatan dengan rumah tinggal mereka. Bisa berkilo-kilo meter jauhnya.
Untuk itu, Tuhan membekali mereka ilmu penerbangan yang handal dan sistem navigasi yang menakjubkan, sehingga masing-masing di antara mereka adalah pilot yang cerdas dan piawai.
Karena mereka adalah koloni yang serba bekerja sama, maka job desk telah disusun sedemikian sempurna, sehingga masing-masing punya peran dan tugas sendiri-sendiri.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Sang Ratu adalah ibu yang serba dilayani, dipatuhi dan dicukupi segala kebutuhannya. Tugasnya satu, hanya bertelor (melahirkan). Sudah ada baby sitter yang khusus mengurus para bayi. Ada yang mencari makan dan inilah yang terbanyak. Ada yang bertugas sebagai security yang kejam tak kenal kompromi dan ada yang spesial mencari lahan logistik baru.
Sebut saja satu koloni beranggotakan 15.000 ekor lebah dan jarak antara rumah dan tempat mencari makan bisa sejauh 12 km. Lebah pencari lokasi baru terbang terpencar dan saling berjauahan. Lebah ini rajin menandai dengan rambu khusus pada setiap jalur penerbangan yang ia lewati untuk memudahkan mereka kembali ke basecamp.
Itulah "wahyu" yang diberikan Tuhan sehingga mereka tidak pernah tersesat, meski lepas dari rumah sejauh 10 kilometer.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Bila seekor di antara mereka telah menemukan lahan baru, dia langsung pulang dan memberi tahu teman-teman pencari makan tentang kondisi lahan baru itu, lengkap ciri-ciri, arah dan rutenya. Di sinilah terjadi komunikasi yang menakjubkan. Lebah penemu itu mem-briefing mereka pakai suara dengung dan desing, disertai gerakan khusus semacam tarian-tarian dengan koreografi yang sudah dibakukan dan dimengerti.
Langgam tarian dan koreografi itu menunjukkan arah, perkiraan jarak, tanda-tanda alam yang ada sepanjang rute dan sebagianya.
Tingkat akurasi informasi ini bisa dibilang 100 persen dengan resiko kegagalan nol persen, lebih lagi didukung pedoman posisi matahari dan arah angin.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Selanjutnya, para pencari makan segera terbang menuju lahan baru dipimpin oleh lebah senior tanpa harus dikawal oleh lebah penemu. Orang Arab menyebut pilot senior itu dengan "Ya'sub".
Penerbangan itu berpedoman pada petunjuk yang telah diterima, sehingga lahan mudah ditemukan. Jika sang navigator dirasa salah arah atau keliru membaca rute, maka co-navigator yang terbang mendampingi segera menegur dan mendiskusikan. Tapi ini sangat kecil dan hampir tidak pernah terjadi.
Setalah tugas selesai, lebah penemu dibolehkan istirahat atau membantu pekerjaan rumah bersama teman yang lain. Itulah kira-kira makna "menempuh jalan yang sudah digariskan Tuhan dengan penuh kepatuhan". "fasluki subul rabbik dzulula".
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Seluruh anggota koloni patuh pada aturan yang telah dibuat sendiri. Kata dzulula (dzalil) pada ayat studi ini juga bermakna merendah dalam artian gerakan mereka lembut dan sangat hati-hati sehingga tidak merusak lingkungan secara signifikan, meski mereka pekerja keras dan pemakan yang rakus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News