JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Demi menyelamatkan kapal nelayan yang memasuki Laut Natuna secara ilegal, kapal penjaga pantai (coast guard) milik Angkatan Laut Cina nekat menerobos perbatasan. Tak hanya itu, mereka juga menabrak dan menarik paksa kapal yang baru saja ditangkap operasi gabungan Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama TNI AL.
Sontak saja, kejadian ini membuat hubungan kedua negara memanas. Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, mengecam keras pelanggaran wilayah. Ditambah lagi, AL China sengaja menghalang-halangi upaya penangkapan kapal nelayan ilegal.
Baca Juga: Komitmen TNI AL dalam Pembinaan Olahraga Nasional, Koarmada II Gelar Kejurnas Karate
Harian Australia, News.com.au menyebutkan penangkapan tersebut terjadi di wilayah Indonesia, atau tepatnya 4,34 km dari Pulau Natuna. Wilayah ini diklaim Indonesia sebagai zona ekonomi eksklusif.
Sementara, pemerintah China beranggapan kapal KM Kway Fey 10078 yang ditangkap tersebut masih di lautan China, di mana sekitar lebih dari 80 persen wilayah Laut Cina Selatan diklaim Cina. Mereka juga mendesak pemerintah Indonesia untuk membebaskan dan menjamin keamanan seluruh nelayan yang ditangkap.
Jurnalis thediplomat.com, Ankit Panda mencoba memetakan lokasi bentrok antara kapal Indonesia dan China. Dalam petanya tersebut, Ankit meyakini kejadian tersebut berada dalam batas wilayah yang diklaim Cina.
Baca Juga: Upaya Entas Kemiskinan, Pj. Gubernur Adhy Serahkan Program Rehab RTLH Warga Tak Mampu di Kediri
Sementara, wilayah tersebut memang masih menjadi polemik antara Indonesia dan Cina, di mana kedua negara belum bersepakat mengenai wilayah tersebut (lihat peta). Sekitar 30 persen Laut Natuna diklaim masuk ke dalam lautan Cina.
Sebelumnya, pada operasi akhir pekan lalu, KP Hiu 11 melakukan upaya penangkapan KM Kway Fey 10078, sebuah kapal pelaku penangkapan ikan ilegal asal Cina, di Perairan Natuna, Sabtu (19/3).
Proses penangkapan oleh tim KKP dan TNI AL dari KP Hui 11 tidak berjalan mulus, lantaran sebuah kapal coast guard China secara sengaja menabrak KM Kway Fey 10078, dini hari ketika operasi penggiringan kapal nelayan ilegal dilakukan. Manuver berbahaya itu diduga untuk mempersulit KP Hiu 11 menahan awak KM Kway Fey 10078.
Baca Juga: Bersama Presiden Jokowi, Menteri ATR/BPN Peroleh Brevet Kehormatan Hiu
Ada dua jenis pelanggaran yang dilakukan kapal coast guard Tiongkok dalam kacamata Kemlu. Pertama adalah pelanggaran coast guard tiongkok terhadap hak berdaulat dan juridiksi Indonesia di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontingen. Sedangkan pelanggaran kedua adalah upaya kapal China ini menghalang-halangi proses penegakan hukum aparat Indonesia.
Menlu Retno mengatakan kepada Sun We Dei bahwa insiden ini merusak hubungan baik antara Indonesia-RRC. Indonesia menegaskan kedaulatan dan hak ekonominya di Natuna, yang dilindungi oleh prinsip hukum internasional termasuk UNCLOS 1982. Indonesia tidak berkepentingan dengan sengketa wilayah antara Cina dengan beberapa negara, misalnya Vietnam dan Filipina, di Kepualauan Spartly. Sehingga, Natuna seharusnya tidak dilibatkan oleh negara bersengketa.
"Saya sampaikan penekanan bahwa indonesia bukan merupakan claim state di Laut Cina Selatan," kata Retno.
Baca Juga: Pemkab Tuban Dapat Hibah Pesawat TNI AL
Insiden masuknya kapal berbendera Tiongkok ke Natuna beberapa kali terjadi. Terakhir adalah pada 22 November 2015. Ketika itu, TNI AL dari Armada Barat mengusir kapal yang masuk ke ZEE di sekitar Natuna.
Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Ade Supandi menegaskan data radar tidak mungkin salah terkait insiden Natuna akhir pekan lalu. Dia membantah klaim pemerintah Cina yang berkukuh kapal pencuri ikan itu sedang beroperasi di wilayah mereka.
"Sesuai radar, kapal itu berada di wilayah kita," kata Ade.
Baca Juga: Makan Malam di Atas Kapal Perang India, Adhy Karyono Paparkan Investasi India di Jawa Timur
Saat ini, TNI AL dalam posisi pasif. Ade menyatakan tidak akan ada penambahan armada ke pangkalan dekat Natuna kecuali diminta. Sedangkan untuk insiden kapal coast guard China menghalang-halangi penyidik Kementerian Kelautan dan Perikanan, pihak TNI AL mengatakan penyelesaiannya lebih baik melalui jalur diplomatik. Apalagi Kementerian Luar Negeri sudah mengirim nota protes, sehingga hasil pembicaraan para diplomat perlu ditunggu lebih dulu.
"(Penambahan) kekuatan ke Natuna itu nanti kan Panglima TNI menentukan pada asesmen kondisinya. Ini kan semacam konflik perikanan ya, jadi diselesaikan dulu dalam konteks perikanan," kata Ade. (mer/yah/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News