Deadline Hari ini, Nasib 10 WNI Belum Jelas, Pangkostrad: Kami Tunggu Perintah

Deadline Hari ini, Nasib 10 WNI Belum Jelas, Pangkostrad: Kami Tunggu Perintah Komando Pasukan Khusus (Kopassus)

MANILA, BANGSAONLINE.com - Tenggat waktu untuk membebaskan 10 WNI yang disandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf adalah hari ini (8/4). Jika tebusan 50 juta peso (Rp14,3 miliar) tidak dibayar, kelompok bersenjata Abu Sayyaf mengancam mengeksekusi 10 sandera. Kondisi tersebut membuat keluarga korban makin cemas, namun tidak bisa berbuat apa-apa.

Keluarga berharap agar pihak perusahaan tempat kerja Peter dan pemerintah, segera mengambil langkah yang tepat untuk menyelamatkan Peter dan sembilan WNI lainnya yang menjadi sandera.

“Apapun yang dilakukan pemerintah kami percaya. Tapi tolong selamatkan saudara kami ini secepatnya karena katanya tanggal akhir permintaan tebusan tinggal dua hari lagi,” ujar Hendrik Sahabat, salah satu keluarga Peter di rumah kediaman Rene salah satu sandera, kemarin (6/4).

Walaupun pemerintah Indonesia mengaku terus melakukan koordinasi dengan pemerintah Filipina untuk membebaskan sandera, keluarga korban penculikan terus cemas terhadap keselamatan mereka.

Mereka diculik pada 26 Maret lalu di perairan Tambulian, di lepas pantai Pulau Tapul, Kepulauan Sulu, Filipina, dan sejauh ini belum ada pihak yang mengaku sebagai pelakunya.

Pemerintah Indonesia melalui KBRI di Manila, Filipina, mengatakan, proses negosiasi untuk menyelamatkan para awak kapal yang disandera "terus berjalan".

"Proses terus berjalan, pemerintah terus mengupayakan berbagai opsi untuk penyelamatan 10 WNI yang disandera, karena prioritas utama adalah keselamatan mereka," kata Basriana Basrul, Sekretaris pertama KBRI di Manila, Filipina.

Di tempat terpisah, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan negosiasi - yang melibatkan pula perusahaan dua kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 - dengan pihak penculik terus dilakukan.

"Perusahaan juga berkomunikasi dengan mereka (kelompok penculik)," kata Badrodin Haiti.

Belum jelas materi apa yang dikomunikasikan pihak pengusaha dengan para penculik, tetapi peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sekaligus pengamat Filpina, Adriana Elisabeth menyarankan, agar opsi tebusan uang lebih diutamakan.

"Kita tidak boleh main-main dengan ancaman ya, karena ada kejadian sandera itu dibunuh. Jadi, cara yang paling cepat membayar uang yang diminta sebagai tebusan," kata Adriana.

Menurutnya, opsi tebusan uang harus menjadi prioritas karena pemerintah Indonesia telah memilih untuk mengutakaman keselamatan sandera.

"Itu cara paling praktis, karena negosiasi, diplomasi itu butuh waktu," tambah Adriana.

Sementara Panglima Komando Strategis TNI Angkatan Darat (Pangkostrad) Letjen TNI Edy Rahmayadi menyatakan, masalah keterlibatan Indonesia dalam pembebasan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf masih menunggu isyarat dari Pemerintah Filipina.

"Kita hanya menunggu isyarat saja dari Pemerintah Filipina apakah mau dilibatkan atau tidak," sebut mantan panglima Kodam I Bukit Barisan saat menggelar latihan gabungan (latgab) Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC), di Kota Tarakan, Kalimantan Utara, Minggu (4/4), melalui siaran persnya yang diterima pada Kamis (7/4).

Ia mengemukakan, saat ini Pemerintah Indonesia masih terus melakukan negosiasi dan koordinasi dengan Pemerintah Filipina sekaitan dengan 10 WNI yang disandera kelompok separatis bulan Maret 2016.

Edy Rahmayadi menjelaskan belum adanya kepastian melibatkan RI melakukan langkah-langkah pembebasan 10 WNI itu maka dianggap Pemerintah Filipina masih mampu menanganinya dan siap mempertanggungjawabkannya.

"Kita (TNI--Red) kan hanya pelaksana negara. Jika diperintahkan, maka bersedia setiap saat melakukan apa saja sesuai dengan perintah negara," ucap dia seraya menyatakan keberadaan PPRC yang melakukan latgab di Kota Tarakan memang memiliki kemampuan membebaskan sandera dalam segala kondisi alam.

Pangkostrad mengungkapkan, rekam jejak pasukan khusus TNI dalam pembebasan sandera sudah terbukti dengan hasil yang menggembirakan, yakni pada operasi pembebasan kapal Sinar Kudus dan anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di Somalia.

Pada saat, kata dia, Pemerintah Somalia mengirimkan sinyal tidak mampu lagi sehingga meminta Pemerintah Indonesia turun tangan melakukan operasi militer.

Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengumumkan kondisi 10 WNI yang disandera dalam kondisi baik-baik saja.

Retno mengaku terus memantau perkembangan kasus penyanderaan tersebut. Karena itulah pemerintah bisa mengetahui keadaan 10 WNI yang disandera ini.

"Berdasarkan info yang saya peroleh, keadaan sepuluh WNI masih baik," ujar Retno pada Kamis (7/4) seperti dilansir Tempo. "Semua pergerakan dan perkembangan termonitor dengan baik." (tic/det/wow/yah/lan)