Wapres JK Akui Pemerintah Bahas Kewarganegaraan Ganda Menteri ESDM

Wapres JK Akui Pemerintah Bahas Kewarganegaraan Ganda Menteri ESDM Presiden Joko Widodo.

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Wakil Presiden membenarkan pemerintah tengah membahas tuduhan yang ditujukan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar soal stastus kewarganegaraannya.

Arcandra disebut sudah menjadi warga negara Amerika Serikat sejak Maret 2012.

Baca Juga: Menteri ESDM: Pasokan Listrik di Jawa Timur Aman

Wapres meminta agar publik menunggu penjelasan pemerintah. Hal itu disampaikan Kalla seperti dikutip Kompas, Minggu (14/8/2016).

Sejak Sabtu (13/8/2016) pagi, sejumlah pesan berantai melalui Whatsapp beredar di antara pers. Isinya mempertanyakan integritas Arcandra yang dinilai memiliki posisi penting di sektor ESDM, tetapi memiliki kewarganegaraan AS.

Saat dilantik pada Rabu (27/7), Arcandra sudah memegang paspor AS setelah melalui proses naturalisasi pada Maret 2012 dengan mengucapkan sumpah setia kepada AS.

Baca Juga: Golkar Partai Tanpa Ideologi dan Peluang Jokowi Jadi Ketua Umum

Karena Indonesia belum mengakui dwikewarganegaraan, secara hukum Arcandra dinilai sudah kehilangan status WNI-nya.

Bahkan, disebutkan, sebulan sebelum menjadi warga negara AS, Februari 2012, Arcandra mengurus paspor RI kepada Konsulat Jenderal RI di Houston, AS, dengan masa berlaku lima tahun.

Tercatat, sejak Maret 2012, Arcandra melakukan empat kunjungan ke Indonesia dengan menggunakan paspor AS.

Baca Juga: Kritik Jokowi-Ma’ruf, Jusuf Kalla: Pemerintah Sekarang Habiskan Anggaran untuk Hal Tidak Efisien

Namun, saat Arcandra dilantik sebagai Menteri ESDM, dia menggunakan paspor RI yang secara hukum sudah tak sah dipakainya.

Terkait hal itu, Arcandara dinilai melanggar UU No 6/2011 tentang Keimigrasian, UU No 12/2006 tentang Kewarganegaraan, serta UU No 39/2008 tentang Kementerian Negara karena dinilai melawan hukum dan membohongi Presiden dan rakyat Indonesia terkait status kewarganegaraannya.

Hingga Sabtu malam, PresidenJoko Widodo belum memberikan penjelasan meski memimpin rapat dengan sejumlah menteri, di antaranya hadir Menteri Sekretaris Negara Pratikno serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.

Baca Juga: Menteri ESDM Pastikan Smelter Freeport Siap Beroperasi Juni 2024

Demikian juga meskipun malam harinya diadakan rapat di rumah salah seorang menteri di Kompleks Menteri, penjelasan resmi terkait status Arcandra belum ada.

Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menyebutkan, warga negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan di antaranya memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri, tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain.

Hilangnya status WNI disebutkan juga karena permohonannya sendiri karena yang bersangkutan berusia 18 tahun atau sudah menikah, bertempat tinggal di luar negeri.

Baca Juga: Sependapat dengan JK, Hasto: Debat Saja Sudah Emosi, Bagaimana Jadi Pemimpin yang Baik?

Seseorang dinyatakan hilang kewarganegaraan RI dan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan karena masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin, sukarela masuk dalam dinas negara asing, serta secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut, tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing.

Selain itu, kewarganegaraan hilang jika mempunyai paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain; atau bertempat tinggal di luar wilayah negara RI selama lima tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya tetap menjadi WNI sebelum jangka waktu 5 tahun itu berakhir, dan setiap 5 tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi WNI kepada perwakilan RI.

Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) Sutiyoso sebelumnya mengaku sudah mendengar isu tersebut.Jajarannya tengah mendalami masalah itu.

Baca Juga: Pemerintah Perpanjang Kontrak hingga 2061, Menteri ESDM: Cadangan Freeport Bisa Sampai 100 Tahun

"Saya juga dapat informasi seperti itu. Saat ini sedang didalami BIN. Perlu diketahui para menteri tidak dimintakan clearance BIN," kata Sutiyoso saat dihubungi melalui pesan singkat, Sabtu (13/8/2016).

Pada Sabtu pagi,Archandra Tahartampak di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta. Saat ditemui wartawan setelah dari dalam Istana, ia mengaku bertemu dengan Presiden. "Iya (bertemu Presiden). Tapi silaturahim saja," ujar Archandra.

Saat ditanya apakah pertemuan itu terkait isu kewarganegaraan yang menimpa dirinya beberapa hari terakhir, ia menjawab "Lihat muka saya, apa? Muka orang Padang begini, kok," ujar dia sembari terus berjalan ke mobilnya.

Baca Juga: Mengapa Nikel Indonesia Dikuasai China? Ini Penjelasan Perhapi

Sebelumnya, pakar hukum tata negara, Bayu Dwi mendesak pihak Istana segera memberi penjelasan soal isu paspor Amerika Serikat (AS) yang diduga dimiliki Menteri ESDM Arcandra Tahar.

"Jadi menurut saya dalam konteks ini saat ini adalah silakan pihak Istana untuk merespons isu. Tugas presiden yang mengklarifikasi bahwa ketika presiden mengangkat seseorang sebagai menteri tentu harus mengikuti administrasi pemerintahan, harus punya asas kehati-hatian, kecermatan," ujar Bayu Dwi Anggono dikutip detikcom, Sabtu (13/8/2016).

Bayu menegaskan kabar kepemilikan paspor AS ini berkaitan dengan dua Undang-Undang yakni UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan dan UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

Baca Juga: Maju Jadi Caleg PDIP, Nadhir: Saya Tak Harus Mundur dari Ketua PMI Gresik

"Kita harus tetap menganut praduga bahwa presiden ketika mengangkat menteri siapa pun, yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan yang diatur di UU Kementerian Negara bahwa persyaratan menteri salah satunya adalah WNI," ujarnya.

Hal tersebut menurutnya diatur dalam Pasal 22 ayat 2 UU Kementerian Negara Nomor 39 Tahun 2008. Hingga saat ini diyakini presiden sudah memenuhi ketentuan UU tersebut. Namun perlu klarifikasi atas isu yang beredar.

"Tapi dengan catatan, informasi yang sudah beredar ke publik tentu harus menjadi kewajiban presiden untuk menjelaskan apakah saat mengangkat saudara Arcandra ini telah memenuhi ketentuaan UU Kementerian Negara," imbuhnya.

Sedangkan menyangkut UU Kewarganegaraan, Bayu menegaskan, setiap WNI otomatis kehilangan kewarganegaraannya dengan ketentuan salah satunya memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri.

"Tentu sesuai pasal 23 ayat 1 huruf a jelas yang bersangkutan kehilangan status kewarganegaraan Indonesia. Otomatis kehilangan kewarganegaraan, tidak perlu tindakan pencabutan," imbuhnya.

Namun ditegaskan Bayu, bila seseorang mengembalikan paspor negara lain seperti paspor AS, maka status kewarganegaraan Indonesia tidak dapat otomatis kembali.

"Orang seringkali mengatakan, kalau dia sudah lepas paspor AS nggak ada masalah, tidak seperti itu. Ketia dia menerima WN AS saat itu juga dia otomatis kehilangan WNI. Seseorang yang telah kehilangan WNI tidak bisa serta merta ketika dia melepaskan WN yang baru itu misal AS, dia lepaskan dia otomatis WNI lagi," sambungnya.

Orang tersebut menurut Bayu harus tunduk pada aturan cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia kembali. "Jadi orang-orang yang pernah kehilangan kewarganegaraan itu dimungkinkan meminta kewarganegaraan Indonesia kembali tapi ada syaratnya mengajukan permohonan kembali sebagaimana diatur seperti orang asing yang ingin jadi WNI," imbuh Bayu.

Dilansir Detikcom, pihak Istana di antaranya Seskab Pramono Anung dan Mensesneg Pratikno belum dapat dikonfirmasi mengenai isu paspor AS Arcandra. 

Sekjen Himpunan Masyarakat untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika), Sya'ronijuga , mendorong Presiden Jokowi untuk segera bertindak menyikapi adanya rumor kewarganegaraan ganda Menteri ESDM, Archandra Tahar.

"Meskipun Archandra masih memegang paspor Indonesia, statusnya sebagai warga negara Indonesia otomatis hilang dengan sendirinya karena Indonesia tidak mengakui kewarganegaraan ganda," kata Sya'roni melalui pesan singkat kepadaOkezone, Sabtu (13/8/2016).

Jika kabar tersebut benar, terang Sya'roni, ini adalah kesalahan fatal. Menurutnya, disengaja atau tidak Indonesia sudah kecolongan dan ini sangat memalukan.

"Mestinya melalui instrumen intelijen, hal tersebut dapat terendus jauh sebelum penunjukan Archandra. Apakah Jokowi tidak melibatkan institusi intelijen atau intelijennya yang lemah daya penciumannya," katanya.

"Lolosnya WNA di pos Kementerian yang sangat penting menunjukkan kecerobohan Jokowi. Ini telah membahayakan keamanan nasional. Jokowi tidak bisa mengelak lagi. Apalagi menyalahkan bawahannya seperti yang terjadi selama ini," sambung dia.

Menurutnya, hak perogratif pengangkatan menteri ada di tangan presiden. Jika benar isu tersebut, kesalahan ini menjadi tanggung jawab presiden.

"Jika terbukti Archandra memiliki paspor AS maka Jokowi harus segera meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia dan segera mencopot Archandra," serunya.

Selain itu, menurut Sya'roni harus ditelusuri apakah ada hubungan penunjukan Archandra dengan pengamanan kepentingan AS di Indonesia.

"Ini terkait perpanjangan kontrak Freeport dan izin ekspor konsentratnya. Kasus ini harus diusut tuntas," serunya. (ma)

Sumber: kompas/okezone/detik.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO