JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Deputi Pemberantasan Narkoba Badan Narkotika Nasional (BNN), Inspektur Jenderal Polisi Arman Depari, mengatakan hasil kerja penyidiknya selama beberapa tahun ini berhasil mengungkap tindak pidana narkoba dan tindak pidana pencucian uang.
Menurut Arman, selama ini BNN telah berhasil menyita beberapa aset milik tersangka kasus narkoba yang seluruhnya mencapai nilai Rp 3,6 triliun. Dari dana Rp 3,6 triliun itu, sebanyak Rp 2,8 triliun di antaranya bersumber dari sindikat narkotik besar yang dikomandoi Pony Tjandra.
Baca Juga: Haul ke-15 Gus Dur, Pisahkan Polri dari TNI untuk Tegakkan Demokrasi, Bukan Jadi Alat Kekuasaan
Pony adalah seorang narapidana yang divonis hukuman seumur hidup karena kasus kepemilikan ekstasi sebanyak 57 ribu butir pada tahun 2014. Dia kini mendekam di Lapas Cipinang, Jakarta Timur.
“Ada lima kasus dari 2014-2015, di mana seluruh kasus sudah dilkakukan penyidikan dan kami sudah menyita Rp 3,6 Trilliun, seperti rumah, mobil, tanah, emas, dan surat-surat berharga, uang simpanan dalam bank, dan cash," kata Arman di kantor BNN di Jakarta, kemarin (20/8).
Arman mengungkapkan bahwa setelah mendapati transaksi Rp 3,6 triliun itu, aparat BNN langsung menerapkan sistem follow the money. Hasilnya, dari Rp 3,6 triliun, ditemukan fakta bahwa transaksi itu dilakukan sindikat Poni Chandra senilai Rp 2,8 triliun.
Baca Juga: TNI-Polri Apresiasi Kesiapan Posko Nataru di Pelabuhan Tanjung Perak, Ini Kata Pj Gubernur Jatim
Menurut Direktur Kerja Sama dan Humas pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Herman Santiabudi, dalam transaksi Rp 3,6 triliun itu lembaganya belum menemukan transaksi yang berkaitan dengan rekening Freddy Budiman.
"Kami menindaklanjuti rekening tersebut, di dalamnya belum ditemui adanya keterkaitan dengan rekening Freddy Budiman," ujar Herman.
PPATK sedang menelisik sisa temuan aliran dana itu senilai Rp 800 miliar. Dalam aliran dana itu juga ditemukan transaksi judi online. "Jadi perlu penyelidikan lebih lanjut," kata Herman.
Baca Juga: Sarasehan HUT ke-76, Pataka Kodam V Brawijaya Dijamas 7 Sumber Mata Air Kerjaan Majapahit
PPATK menduga Freddy menggunakan rekening jaringannya atau kerabat terdekatnya untuk melakukan transaksi. Bahkan jaringan Freddy juga bisa jadi meminjam rekening masyarakat yang awam untuk melakukan transaksi dengan memberikan imbalan tertentu.
"Nah, ini saya minta juga masyarakat untuk hati-hati," ucap Firman.
Karena kesulitan yang dihadapi ini, Firman meminta publik bersabar. Ia memastikan penyidik masih terus menelusuri orang-orang terdekat Freddy untuk menganalisis transaksi yang mencurigakan. Setelah selesai, maka PPATK akan menyerahkannya ke aparat penegak hukum.
Baca Juga: BNN Jatim Geledah Rumah Oknum Polisi Pengendali Jaringan Narkoba Antarpulau
"Pelaku tindak pidana ini, sekali lagi, mereka sangat tidak mungkin gunakan namanya sendiri untuk melakukan bisnis yang tidak legal. Dia bisa gunakan nama siapa saja. Dan melalui siapa saja," kata dia.
Sebelumnya, dugaan bahwa uang hasil penjualan Narkoba Freddy mengalir ke aparat hukum diungkap oleh Koordinator Kontras Haris Azhar.
Haris mengaku Freddy bercerita bahwa ada oknum TNI, Polri, BNN hingga bea-cukai yang membantunya berbisnis narkoba dari balik jeruji besi. Namun, cerita Freddy itu baru diungkapkan Haris ke publik pada Juli 2016 lalu, menjelang Freddy dieksekusi mati.
Baca Juga: Dukung KPN, Koramil 0827 Sumenep dan Poktan Indra Kila Gelar Gerakan Tanam Padi
Di sisi lain, Tim Independen bentukan Polri telah meminta keterangan sejumlah saksi di Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, terkait testimoni Freddy Budiman yang diungkap Haris Azhar. Sejumlah saksi yang dimintai keterangan itu di antaranya petugas Lapas Nusakambangan dan terpidana kasus pembunuhan bos PT Sanex Steel Indonesia, Tan Harry Tantono alias Ayung yakni John Refra Kei alias John Kei.
"Petugas lapas. Saksi lain rohaniawan diambil kesaksiannya di Jakarta. Kalapas bapak Sitinjak yang juga hadir di pertemuan tersebut belum diambil kesaksiannya karena berada di NTT," kata anggota Tim Independen Polri Hendardi seperti dilansir merdeka.com, Jumat (19/8).
Menurut Hendardi, John Kei membenarkan adanya komunikasi antara Haris Azhar dan Freddy Budiman di Lapas Nusakambangan. Bukan hanya soal pertemuan, John Kei pun membenarkan soal isi pembicaraan antara Fredi dan Haris yang juga disaksikannya tersebut.
Baca Juga: 1.298 Polisi Siap Amankan TPS saat Pilkada 2024 di Sidoarjo
"Ya itu (testimoni) benar. Kita memang mengecek orang-orang yang menyaksikan pertemuan Fredi Budiman dan Haris Azhar antara lain John Kei. Pertemuan itu benar terjadi," ucap Hendardi menirukan ucapan John Kei.
Hendardi mengatakan, hasil investigasi Tim Independen bakal diberikan kepada Kapolri setelah data semua terhimpun. "Hasil akhir nanti dilaporkan ke Kapolri setelah semua selesai di akhir waktu tim selesai bulan depan," tandasnya.
Diketahui, dalam testimoni Freddy Budiman yang diungkap Haris Azhar dikatakan bahwa John Kei dan petugas Lapas Nusakambangan, mengetahui pertemuan tersebut. (mer/kcm/tic/lan)
Baca Juga: Polsek Prajurit Kulon Ikuti Peluncuran Gugus Tugas Polri Mendukung Program Ketahanan Pangan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News