SITUBONDO (bangsaonline) - Mengundang sejumlah tokoh yang terlibat langsung dalam pagelaran Muktamar NU ke-27 di Situbondo tahun 1984 silam, PBNU melaksanakan Halaqah Nasional di PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, tadi siang (11/6).
Tujuannya, mendapatkan inspirasi menjelang Munas dan Konbes NU yang akan dilaksanakan tahun ini,.
Baca Juga: Digawangi Perempuan Muda NU, Aliansi Melati Putih se-Jatim Solid Menangkan Khofifah-Emil
Muktamar NU ke-27 di Situbondo tahun 1984 sendiri, melahirkan keputusan penting, yaitu ‘kembali ke khittah’.
Sekretaris PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo KH Ach Faddhoil mengatakan, acara Halaqah Nasional yang dihadiri pengurus struktural dan banom NU se-Jawa Timur ini, jauh dari nuansa dan hiruk-pikuk politik Pemilu Presiden.
Menurutnya, pelaksanaan Halaqah Nasional murni untuk kebutuhan refleksi demi mendapatkan inspirasi menjelang Munas dan Konbes NU mendatang.
Baca Juga: Rais Aam PBNU Ngunduh Mantu dengan Pemangku Pendidikan Elit dan Tim Ahli Senior di BNPT
“Kita mengenang dan merefleksikan kembali pemikiran yang saat itu berkembang, kita melihat bahwa khittah NU menjadi penting untuk diimplementasikan secara murni pada posisi saat ini,” kata KH Fadhoil.
Menurutnya, dalam halaqah ini, lebih memokuskan kepada sejarah dengan mendapatkan informasi dari tokoh-tokoh yang terlibat langsung dalam perhelatan Muktamar NU ke-27 silam. “Tadi, pengasuh sudah menjelaskan bahwa yang paling penting kita melihat sejarah, di mana orang yang hadir saat itu terlibat penuh dalam proses NU kembali ke khittah, dari situ apakah ada poin yang dapat kita ambil untuk menjadi sebuah pegangan bagi kita untuk hari ini dan seterusnya.”
Tokoh-tokoh yang hadir sebagai narasumber di antaranya, KH Muhith Muzadi, tokoh yang mendokumentasikan hasil mukatamar ke dalam tulisan, KH Hasyim Muzadi, sebagai Ketua Panitia Lokal Muktamar ke-27 di Situbondo.
Baca Juga: Khofifah: Muhammadiyah Pilar Kemajuan Bangsa dan Umat
Selain itu turut hadir Dr Muhammad Tohir, seorang perwakilan tokoh muda NU yang berkontribusi pengagas Khittah, Drs H Slamet Efendi Yusuf yang saat itu menjabat Ketua GP Ansor, dan Prof Dr Habib Muhammad Baharun jurnalis Tempo yang melakukan peliputan saat gelaran Muktamar ke-27 di Situbondo.
Sementara KH Hasyim muzadi menjelaskan, khittah tidak langsung berhubungan dengan politik praktis. Khittah itu artinya NU kembali ke kepribadiannya secara komprehensif, baik dari segi aqidah, syari’ah, mua’malah, manhaj, juga hubungan tata masyarakat dan hubungan agama dan negara.
“Itu dirumuskan kembali sebagai kepribadian NU yang utuh baik personal kemasyarakatan maupun kenegaraan,” jelasnya.
Baca Juga: Panas! Saling Sindir soal Stunting hingga 'Kerpek' Catatan Warnai Debat Terakhir Pilbup Jombang 2024
KH Hasyim Muzadi menambahkan, semestinya politik itu bagian dari NU, bukan NU yang menjadi bagian dari politik. Hal ini, menurutnya, dikembalikan pada waktu Munas Alim Ulama tahun 1983, yang melahirkan bagaimana caranya kepribadian NU yang komprehensif bisa tumbuh secara wajar dan tidak tersekat oleh partai yang setiap kali berubah.
“Maka terjadilah keputusan, pertama posisi NU dimandirikan dari seluruh partai politik, yang kedua hak politik daripada institusi NU yang awalnya dari institusi dipindahkan ke komunitas warga NU,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News