Tafsir An-Nahl 99-100: Zaman Edan, Ketua PBNU jadi Ketua Tim Sukses Non Muslim

Tafsir An-Nahl 99-100: Zaman Edan, Ketua PBNU jadi Ketua Tim Sukses Non Muslim Nusron Wahid. foto: panjimas.com

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .

BANGSAONLINE.com - Innahu laysa lahu sulthaanun ‘alaa alladziina aamanuu wa’alaa rabbihim yatawakkaluuna. Innamaa sulthaanuhu ‘alaa alladziina yatawallawnahu waalladziina hum bihi musyrikuuna.

Dua ayat kaji ini hebat sekali sebagai parameter keimanan ketika iman seseorang diuji di gelanggang kekuasaan. Tepatnya, apakah keislaman masih diperlukan sebagai syarat seorang pemimpin. Dipesan, bahwa syetan tidak boleh menguasai orang beriman. Sesungguhnya syetan hanya boleh menguasai para antek-anteknya saja, termasuk non muslim dan orang-orang musyrik. Siapapun yang meyakini bahwa Yesus adalah Tuhan, di samping ada Allah SWT sebagai Tuhan, maka dialah orang musyrik yang nyata.

Kini DKI Jakarta menyelenggarakan pemilihan gubernur, ada petahana non muslim yang maju. Ada komunitas yang menamakan diri sebagai teman Ahok, relawan dan sebagainya. Mereka muslim, bahkan si cewek pendiri itu berjilbab. Kini menjelang kampanye dan persiapan masing-masing pihak dibentuk. Yang mengejutkan, ternyata ketua tim sukses Ahok adalah mantan "ketua" Ansor Nahdlatul Ulama dan saat ini juga menjadi salah satu Ketua PBNU. "Inna lillah wa inna ilaih raji'un". Dalam perspektif Tafsir al-Qur'an Aktual, tragedi ini menarik untuk ditafsiri. Kira- kira begini:

Pertama, tragedi itu adalah kehendak Tuhan dalam rangka memberi informasi kepada umat Nahdliyin pada khususnya dan kepada masyarakat DKI Jakarta dan umat Islam Indonesia pada umumnya. Bahwa sekualitas itulah keimanan seorang yang notabenenya sebagai ketua PBNU yang juga mantan ketua umum PP GP Ansor. Keimanan yang padam saat berhadapan dengan syahwat politik.

Kedua, sebagai pitutur bagi elite Nahdliyin untuk lebih berprinsip dan lebih berkarakter dalam pembentukan mental nahdliyah pada kadernya. Jangan terus diajari sok toleran yang tidak jelas parameternya, tak jelas antara toleransi dan kelemahan iman. Jadinya ya macam Cak Nusron itu. Semoga tidak ada lagi orang yang memahami, bahwa nama "Wahid" yang melekat pada Cak Nusron itu adalah "Wahid" yang ada pada nama besar Gus Dur, Abdurrahman Wahid.

Ketiga, fenomena Nusron itu sungguh catatan bagi para pemerhati Dakwah Islamiah, bahwa keimanan umat islam negeri ini masih banyak yang mengambang, formalistik dan kurang esensial. Muslimah di entertainment, kayak Inul, Ayu, Dewi Persik, Jupe sama sekali tidak risih membuka aurat dan bergoyang erotis di hadapan publik. Kini di gelanggang politik, ada fenomena ketua Ansor menjadi ketua tim sukses non muslim. Tak salah umat bertanya, "di mana nur keimanannya?".

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO