JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, negara asing bisa saja membuka lahan ekonomis di pulau terpencil dan belum bisa dijamah oleh Indonesia. Menurut dia, hal ini bisa meningkatkan perekonomian masyarakat di sana.
Luhut mengatakan, hal ini bisa dilakukan mengingat masih ada sekitar 4.000 pulau di Indonesia yang masih belum dikelola pemerintah. Namun, Luhut mengatakan, meski orang asing bisa melakukan hal ini, pemerintah tetap akan memproteksi agar kepemilikan tidak diklaim sepihak oleh warga asing tersebut.
Baca Juga: Viral Pernyataan Babe Haikal Terkait Sertifikasi Halal, Mahfud MD Beri Tanggapan Menohok
"Singapura minta, Jepang minta di Morotai, silakan saja bikin kampung sendiri di sana, tapi kita enggak akan pernah jual pulau itu. Kalau mau kasih nama ya suka-suka, tapi itu punya kita. Mendagri sudah mencatat dan sudah menetapkan garis batas," ujar Luhut di Kantor Menko Maritim, Senin (9/1) seperti dilansir Republika.co.id.
Luhut mengatakan, pemerintah tak memungkiri ingin membawa banyak turis ke Indonesia untuk mendapatkan tambahan pendapatan dan meningkatkan perekonomian negara. Sektor pariwisata menjadi salah satu sektor yang paling berpeluang dan cepat meningkatkan ekonomi negara.
"Tapi kita enggak mau juga kalau mereka mengendalikan negara kita. Kita akan perkuat pengawasan dan ada rule yang tidak bisa dilanggar oleh para warga negara asing," kata Luhut.
Baca Juga: Jokowi Resmikan Smelter Grade Alumina, Erick Thohir Paparkan Dampak soal Impor Alumnium
Luhut mengatakan, kunjungan wisatawan luar pada 2016 saja sudah mencapai 12 juta lebih. Pemerintah masih optimistis masih bisa mencapai 20 juta wisatawan pada 2019 mendatang.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan ingin ada pekerja asing menjadi pimpinan di perusahaan negara. Menurutnya, para pimpinan badan usaha milik negara (BUMN) harus memiliki semangat kompetisi yang kuat dan sehat agar BUMN dapat terus maju dan berkembang secara optimal.
"Saya bahkan ingin ada tiga atau empat bule profesional yang memimpin perusahaan BUMN agar orang-orang kita belajar serta termotivasi dan berkompetisi dengan adanya orang-orang asing itu," katanya seperti dikutip dari Merdeka.com.
Baca Juga: Siswa MTsN Kota Pasuruan Juara 1 MYRES Nasional, Mas Adi: Anak Muda yang Harumkan Daerah
Presiden menyatakan Indonesia perlu belajar dari kemajuan perusahaan milik negara di Uni Emirat Arab (UEA). Perusahaan BUMN di negara itu pada awalnya dipimpin oleh orang-orang Eropa, karena fakta menunjukkan orang-orang kulit putih sudah lama memahami dan menguasai dunia bisnis secara modern.
Meski banyak yang khawatir dengan kebijakan anyar Jokowi bahkan banyak yang mengecam, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Panjaitan menganggap hal itu wajar.
Menurutnya, sudah banyak orang asing yang memimpin perusahaan di Indonesia. "Jadi jangan khawatir. CEO BUMN orang bule, pelatih PSSI juga bule enggak ribut. Ini challenge. Mikirnya jangan cepat-cepat marah," ujar Menteri Luhut.
Baca Juga: Fungsi Kalkulator Forex Lanjutan: Melampaui Perhitungan Dasar
Lebih lanjut, Luhut menegaskan kehadiran orang asing bukan berarti nasionalisme terhadap Indonesia berkurang. Dia mencontohkan banyak negara-negara yang memperkerjaan orang asing dan ternyata sukses.
"Dubai, Bahrain mereka pakai bule, Emirates CEO-nya dari Inggris, Kita? Bagaimana, ya kalau terpaksa, kita pertimbangkan," katanya.
Tak pelak keinginan Jokowi menuai kekhawatiran sejumlah masyarakat. Pasalnya, saat ini beredar informasi banyak Tenaga Kerja Asing (TKA) bekerja di Indonesia. Namun, Presiden RI justru memperbolehkan BUMN dipimpin orang asing dengan tujuan memajukan badan usaha tersebut.
Baca Juga: Freeport Dukung Transformasi Era Society 5.0 di 36 Sekolah
Sinyal tersebut seakan-akan pemerintah meragukan kemampuan rakyatnya sendiri, dan lebih percaya pada orang asing.
“Mungkin juga begitu. Kalau ruang itu diberikan seakan-akan pemerintah meragukan anak bangsa ini tidak mempunyai kapasitas yang mumpuni dalam memimpin perusahaan milik negara,” tegas Anggota DPRD Jatim, Suli Da’im.
Menurut Suli, sesungguhnya banyak pekerja dalam negeri kapasitasnya sangat mumpuni, dan tidak diragukan lagi. Maka sangat disayangkan, jika perusahaan milik negara dipimpin oleh orang asing. Kebijakan tersebut harus dievaluasi, sehingga tidak memberi ruang pada orang asing yang sesungguhnya belum tentu mampu mengembangkan dan memajukan perusahaan milik Negara.
Baca Juga: Sukses PT. Nathin dan PT. Khinco Gelar Tour Eskludif Manufaktur Maklon Herbal dan Kosmetik
“Apa benar dalam negeri tidak ada lagi anak bangsa yang memiliki kredibilitas bagus yang dapat memajukan perusahaan, apalagi BUMN,” tuturnya.
Jika pesimis tersebut dimunculkan oleh pemerintah, maka dampak yang akan ditimbulkan persoalan kecemburuan sosial terhadap orang asing. Apalagi dalam Undang-Undang 13/2003 tentang Ketenagakerjaan mengamanatkan pekerja asing yang masuk ke Indonesia harus dapat berbahasa Indonesia.
Namun kewajiban pekerja asing harus dapat berbahasa Indonesia tersebut dicabut lantaran menteri tenaga kerja mengeluarkan Permenaker Nomor 16/2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Baca Juga: Peran Pinjaman Kelompok Amartha untuk Perkembangan UMKM di Indonesia
“Harus ada konsistensi dari pemerintah. Masak Permenaker berseberangan dengan undang-undang. Dalam Perda Jatim sendiri sudah mensyaratkan harus dapat berbahasa Indonesia,” kata Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim ini.
Sekretaris Fraksi PAN DPRD Jatim tersebut tidak menginginkan timbul kecemburuan sosial di dalam masyarakat, karena dapat menimbulkan kolerasi negatif di dalam berbangsa dan bernegara. Rakyat akan menyalahkan pemerintah karena pemerintah tidak menempatkan anak bangsa yang memiliki kredibilitas. (republika.co.id/merdeka.com/mdr/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News