Komisi A Dorong Harmonisasi Regulasi antara Pemerintah Provinsi dan Daerah

Komisi A Dorong Harmonisasi Regulasi antara Pemerintah Provinsi dan Daerah Miftahul Ulum

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Jalannya pemerintahan pasca era reformasi penuh dinamika dan perkembangan regulasi. Termasuk di antaranya perubahan undang-undang dan peraturan. Berlakunya UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti dengan Peraturan Pemerintah No. 18 tentang perangkat daerah, tentu harus disikapi secara bijak.

Wakil Ketua Komisi A DPRD Jawa Timur Miftahul Ulum, memberi perhatian khusus terhadap hal ini. Menurutnya sinergi dan harmonisasi antara pemerintah provinsi dan daerah harus tercipta pasca terbitnya UU Pemda. Sebab, dalam UU tersebut sejumlah kewenangan pemkab dan pemkot ditarik menjadi kewenangan pemprov.

“Harus ada sinergi antara pemerintah mulai provinsi, kabupaten/kota sampai kelurahan/desa dalam penerapan regulasi yang ada. Dengan begitu gerak pembangunan bisa berjalan dengan baik,” tutur anggota Fraksi PKB itu, Rabu (5/4).

Pimpinan Komisi A yang membidangi hukum dan pemerintahan ini menyontohkan adanya langkah hukum ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang dilakukan pemkot Surabaya dan Blitar pasca terbitnya UU 23 tahun 2014. Menurutnya langkah hukum itu semestinya tak perlu dilakukan karena pengambilalihan pengelolaan SMA/SMK oleh pemprov sejatinya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, bukan memotong kewenangan pemkab dan pemkot.

Ketua DPC PKB Kabupaten Jember ini menyebut ada sejumlah potensi konflik antara pemprov dan pemkab maupun pemkot yang bisa terjadi kalau tidak segera dilakukan harmonisasi regulasi. Kalau benturan kepentingan itu terus terjadi, tentunya akan menghambat proses pembangunan di daerah.

“Harmonisasi harus terjalin antara pemerintahan pusat, provinsi, kabupaten/kota sampai pemerintahan terbawah yakni desa. Dengan begitu target pembangunan yang telah dicanangkan bisa terpenuhi,” tandas politisi PKB itu.

Politisi yang akrab disapa Cak Ulum ini mengakui pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo sangat berpihak pada pembangunan di pedesaan. Terbukti membangun Indonesia melalui pedesaan termaktub dalam program Nawacita yang diusung Jokowi. Selain itu, perhatian besar pemerintah pada pembangunan di desa juga bisa terlihat dari alokasi anggaran pembangunan desa yang jumlahnya mencapai Rp 1 Miliar.

Ulum juga mengaku akan mensosialisasikan UU Desa yang mengamanatkan alokasi 10 persen dana APBN untuk Desa. Meskipun saat ini block grant-nya baru 5 persen atau belum mencapai satu desa satu miliar seperti yang ramai diberitakan. Namun jumlah itu tetap sangat besar, sehingga butuh pendampingan teknis dalam penggunaannya.

“Presiden sudah menunjukkan perhatian pada pembangunan di pedesaaan, demikian pula dengan Menteri desa yang selalu turun ke bawah. Namun penggunaan dana desa oleh kades maupun perangkat desa harus diawasi bersama agar tepat sasaran, karena jumlahnya yang besar hingga rawan kebocoran. Pendampingan kepada kepala desa dan perangkatnya juga harus dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan baik administratif maupun keuangan,” imbuh politisi asal Kaliwates, Jember itu. (mdr/rev)